Bukan hanya orang dewasa, bayi yang masih di dalam kandungan pun bisa mengalami hipoksia. Ini terjadi ketika pasokan oksigen janin dalam kandungan Bunda kurang, sehingga membuat janin mengalami kondisi serius dan dapat memicu terjadinya gawat janin. Bagaimana hipoksia pada janin dapat terjadi?
Foto: SehatQ
Kondisi ini bisa terjadi selama persalinan atau pada trimester ketiga kehamilan. Sebelum membahas gejala, penyebab, dan cara mengatasinya, kita pahami dulu apa itu hipoksia.
Hipoksia adalah suatu kondisi atau keadaan di mana tubuh kekurangan pasokan oksigen. Ini merupakan kondisi berbahaya karena dapat menyebabkan kerusakan pada otak, hati, dan organ-organ vital lainnya.
Gejala Hipoksia pada Janin yang Perlu Bunda Waspadai
1. Gerakan Janin Berkurang atau Bahkan Tidak Bergerak
Pada trimester ketiga, terutama saat mendekati waktu persalinan, janin memiliki lebih sedikit ruang dalam rahim untuk bergerak. Akibatnya gerakan janin berubah, tetapi frekuensi geraknya tetap sama. Jika Bunda mendapati bayi lebih jarang bergerak dari biasanya, atau bahkan tidak bergerak sama sekali, ada kemungkinan bahwa janin kurang mendapat pasokan oksigen.
Oleh sebab itu, penting untuk memeriksa pergerakan janin secara teratur. Hitung apakah Bunda merasakan 10 tendangan bayi dalam waktu 2 jam atau tidak. Jika tendangan janin tidak terasa, segeralah periksakan kandungan kepada dokter.
2. Detak Jantung Janin Menurun
Untuk memastikan bahwa janin baik-baik saja selama trimester ketiga kehamilan dan selama persalinan, selain gerakan dan tendangan, detak jantung janin juga harus dipantau secara teratur.
Normalnya, denyut jantung janin berkisar antara 110-160 per menit. Namun, jika kurang dari itu, atau bahkan terus menurun, maka itu bisa mengindikasikan tanda bahwa janin mengalami kekurangan oksigen (hipoksia). Waspadai jika terjadi penurunan denyut jantung pada janin karena dapat menyebabkan hal yang serius hingga berujung kematian.
3. Terdapat Mekonium (Feses Janin) dalam Air Ketuban
Tanda lain dari hipoksia adalah adanya mekonium (feses janin) dalam air ketuban. Janin yang kekurangan oksigen bisa mengalami stres hingga mengeluarkan mekonium. Namun, kondisi ini juga bisa terjadi jika waktu melahirkan terlambat hingga berpengaruh pada air ketuban.
Air ketuban biasanya berwarna bening dengan sedikit warna merah muda, kuning, atau merah. Namun, air ketuban bisa berubah menjadi cokelat atau hijau jika bercampur dengan mekonium.
Apabila mekonium yang tebal masuk ke saluran udara janin, maka dapat menyebabkan gangguan pernapasan ketika bayi baru lahir.
Penyebab Hipoksia pada Janin
1. Hipertensi dan Anemia pada Ibu Hamil
Menjaga tekanan darah ibu hamil tetap normal sangatlah penting. Ibu hamil yang terkena hipertensi ataupun anemia dapat menyebabkan kurangnya pasokan oksigen pada janin.
Jika tidak segera diatasi, hal ini dapat menyebabkan janin mengalami hipoksia sehingga berisiko berat badan lahir rendah (BBLR), atau bahkan lahir mati (stillbirth).
2. Masalah pada Tali Pusat
Tali pusat berfungsi untuk mengirimkan gizi dan oksigen dari darah ibu kepada janin. Jika tali pusat tertekan atau melilit bayi saat persalinan, hal ini dapat menyebabkan bayi sulit mendapatkan oksigen sehingga memicu terjadinya hipoksia.
Selain itu, tali pusat yang rusak juga bisa menyebabkan bayi kurang mendapat oksigen karena pengangkutan oksigen dari ibu ke janin tidak dapat berjalan dengan baik.
3. Solusio Plasenta
Foto: SehatQ
Solusio plasenta adalah terpisahnya plasenta sebagian atau seluruhnya dari dinding rahim. Hal ini dapat mengurangi atau menghalangi pasokan oksigen dari ibu ke janin. Selain itu, solusio plasenta juga dapat menyebabkan ibu mengalami perdarahan hebat.
4. Persalinan Macet (Distosia)
Persalinan macet dapat terjadi karena berbagai hal, di antaranya terdapat kelainan pada jalan lahir seperti panggul yang sempit atau leher rahim yang sulit terbuka hingga membuat bayi susah keluar. Akibatnya, bayi kurang mendapat oksigen sehingga menjadi tercekik, dan detak jantungnya tidak normal.
Bagaimana Cara Mengatasi Hipoksia pada Janin
Jika janin menunjukkan gejala hipoksia, maka dokter akan mengatasinya dengan cara berikut:
- Meningkatkan kadar cairan ibu dengan memberi minum atau infus.
- Menyarankan ibu untuk berbaring di sisi kiri agar mengurangi tekanan rahim pada vena utama. Hal ini dapat mencegah berkurangnya aliran darah ke plasenta dan bayi.
- Menganjurkan ibu untuk menghentikan penggunaan obat yang dapat berpengaruh pada pasokan oksigen untuk bayi
- Jika setelah melakukan cara-cara tersebut janin masih menunjukkan tanda hipoksia, maka akan segera dilakukan persalinan.
- Jika bayi yang dilahirkan mengalami hipoksia, maka akan diberikan perawatan terapi oksigen atau ventilator.
Nah, ketika Bunda merasakan gejala-gejala hipoksia pada janin, sebaiknya segera menghubungi dokter kandungan untuk memeriksakan kondisi si kecil. Mengatasi gejala hipoksia pada janin sedini mungkin akan lebih baik dan dapat menyelamatkan si bayi.
Artikel telah ditinjau oleh:
dr.Gita PermataSari, MD
Dokter Umum dan Konsultan Laktasi
Sumber: SehatQ
Baca Juga:
Bunda, Begini 5 Ciri Janin Sehat Selama Masa Kehamilan!
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.