Bun, pernahkah mendengar istilah makrosomia? Perlu diketahui, makrosomia adalah kondisi tubuh janin yang terlalu besar saat berada di dalam kandungan, lalu ketika dilahirkan beratnya bisa mencapai 4 kilogram atau lebih.
Apabila berat bayi menyentuh angka 4,5 kilogram, baik itu saat dilahirkan ataupun masih di dalam kandungan, ini bisa meningkatkan berbagai risiko komplikasi. Itulah sebabnya, kondisi makrosomia sangat membahayakan bagi ibu dan bayi.
Lantas, apa yang membuat makrosomia ini terjadi pada buah hati kita? Berikut penjelasan penyebab dan cara mencegahnya, Parents.
Penyebab Makrosomia
Mengutip dari situs SehatQ, berikut ini adalah beberapa faktor penyebab yang membuat bayi berisiko tinggi mengalami makrosomia adalah:
- Ibu mengalami diabetes
- Ibu hamil yang masuk ke dalam kategori obesitas
- Berat badan naik terlalu banyak saat hamil
- Mengalami hipertensi saat hamil
- Memiliki riwayat melahirkan anak dengan makrosomia
- Belum melahirkan meski sudah lewat 2 minggu dari hari perkiraan lahir (HPL)
- Berusia lebih dari 35 tahun saat hamil
Hal ini pun ditegaskan dr. Yusfa SpOG dari RS. YPK Mandiri, Menteng, kepada theAsianparent Indonesia. Bayi dengan berat di atas 4 kg bisa dikatakan tidak wajar, dan kondisi bayi besar lebih dari 4kg ini disebut dengan makrosomia.
“Penyebabnya bisa faktor keturunan, kenaikan berat badan ibu yang berlebihan, serta yang tersering karena diabetes gestasional, atau diabetes dalam kehamilan. Risiko dalam kehamilan bisa menyebabkan bayi besar dari usia kehamilannya, atau malah kecil, dan adanya kelainan bawaan. Satu hal yang paling berat adalah sudden death, tiba-tiba janin meninggal dalam kandungan,” papar Dokter Yusfa.
Makrosomia adalah Kondisi yang Harus Diwaspadai dengan Gejala Seperti Ini
Sayangnya, mendeteksi makrosomia pada janin dalam kandungan memang sulit. Namun, setidaknya ada dua tanda yang biasanya menjadi acuan dokter untuk melihat pertumbuhan janin apakah masih normal atau sudah berlebihan.
Tandanya yaitu:
1. Tinggi Fundus Uteri Sudah Melebihi Normal
Ketika Bunda melakukan kontrol kehamilan, biasanya dokter akan memeriksa tinggi fundus uteri, yaitu jarak antara puncak uterus atau rahim hingga tulang pubis. Apabila tingginya melebihi batas normal, maka ada kemungkinan bayi mengalami makrosomia.
2. Kelebihan Cairan Ketuban
Jumlah cairan ketuban bisa dijadikan sebagai patokan untuk besarnya bayi, karena cairan ini dapat menggambarkan jumlah urine yang keluar dari janin. Semakin banyak urine yang keluar, tandanya semakin besar ukuran janin.
Bahaya Makrosomia bagi Ibu dan Janin
Makrosomia dapat menimbulkan beragam komplikasi serius bagi ibu dan janin. Berikut ini adalah contoh komplikasi yang dapat terjadi.
Komplikasi bagi Ibu
- Kesulitan saat Proses Persalinan
Bayi yang berukuran besar akan lebih sulit untuk keluar secara normal melalui vagina. Sehingga, ia berisiko tersangkut di jalan lahir, lalu menyebabkan cedera pada ibu.
Apabila situasi ini terjadi, umumnya dokter akan menyarankan persalinan dengan bantuan vakum atau operasi caesar.
Melahirkan bayi dengan kondisi tubuh yang besar atau makrosomia berisiko membuat jaringan vagina sobek. Tidak hanya itu, kondisi ini juga dapat menyebabkan robekan pada otot yang terletak di antara anus dan vagina (perineum).
Akibat kerusakan yang terjadi di jaringan vagina dan otot di sekitarnya, membuat otot-otot rahim akan sulit berkontraksi atau menutup kembali usai proses persalinan. Dampaknya ini berisiko membuat perdarahan hebat yang dialami oleh ibu.
Risiko terjadinya ruptur rahim pun akan meningkat, khususnya bagi yang pernah melakukan caesar atau operasi lainnya yang melibatkan rahim.
Walau demikian, kondisi seperti ini memang jarang terjadi. Namun tetap harus diwaspadai karena jika sampai terjadi, bisa menyebabkan sobeknya rahim sepanjang alur luka jahit akibat tindakan operasi sebelumnya.
Komplikasi bagi Bayi
Ini merupakan kondisi yang terjadi saat bahu bayi tersangkut di jalan lahir, meski kepalanya telah berhasil keluar. Jika terjadi, dapat menyebabkan bayi mengalami patah tulang selangka, patang tulang lengan, dan cedera saraf.
Parahnya, kondisi ini bisa menyebabkan kerusakan otak atau bahkan kematian bayi. Namun tidak hanya bagi bagi, distosia bahu juga bisa membuat ibu mengalami perdarahan hebat, ruptur rahim, dan kerusakan jaringan vagina.
Risiko lain yang akan terjadi pada bayi jika mengalami makrosomia adalah memiliki kadar gula darah yang rendah. Dampaknya membuat bayi harus dirawat khusus di rumah sakit sampai kadar gula darahnya kembali normal dan stabil.
Seiring berjalannya waktu, makrosomia membuat bayi berisiko mengalami obesitas ketika ia tumbuh.
Sindrom metabolik merupakan kondisi gabungan yang terjadi secara bersamaan antara tekanan darah tinggi, gula darah tinggi, tumpukan lemak berlebih di perut, dan kadar kolesterol tinggi.
Jika mengalami makrosomia sejak masih di dalam kandungan, maka si kecil akan berisiko tinggi mengalami sindrom metabolik, bahkan sejak usia belia.
Cara Mencegah Makrosomia
Setelah mengetahui seberapa bahanya makrosomia, ada baiknya Bunda mencegah kondisi ini terjadi. Adapun cara-cara yang bisa dilakukan yaitu:
- Rutin melakukan pemeriksaan kandungan ke dokter
- Menjaga kenaikan berat badan selama hamil
- Mengatur kadar gula darah, khususnya jika menderita diabetes
Mengingat makrosomia adalah kondisi yang sangat berisiko bagi ibu hamil dan bayinya, maka Bunda patut waspada dan menghindari agar bayi lahir dengan berat tubuh yang sesuai. Apa pun itu, jangan anggap enteng segala masalah yang terjadi selama kehamilan, ya, Bun.
Baca Juga :
8 Jenis Gangguan Kehamilan yang Bisa Berakibat Fatal, Bumil Perlu Waspada
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.