Rahim robek atau ruptur uteri merupakan komplikasi kehamilan yang sangat berbahaya, terutama pada ibu dengan kehamilan berisiko. Kondisi ruptur uteri biasanya terjadi pada saat persalinan, karena beberapa faktor risiko seperti panggul ibu yang sempit, ukuran bayi besar, atau VBAC (melahirkan normal setelah pernah melahirkan secara caesar.
Baru-baru ini, seorang dokter kandungan dr. Darrell Fernando, SpOG membagikan betapa pentingnya mencegah rahim robek terjadi saat persalinan. Lebih lanjut, dia juga menyatakan bahwa dirinya baru saja menangani kasus pasien darurat yang sudah menjalani proses persalinan selama 10 jam namun bayi tak kunjung lahir, dan sang ibu hampir mengalami rahim robek.
Penjelasan dokter tentang ruptur uteri
Dalam unggahan Instastory-nya (12/6), Dokter Spesialis Kandungan, dr. Darrell Fernando, SpOG menjelaskan tentang pentingnya persiapan persalinan, sebelum menjalani persalinan pervaginam (normal).
“Hari ini saya mau sharing tentang persiapan untuk persalinan normal. Melanjutkan edukasi sebelumnya, pemeriksaan kehamilan sangat penting untuk persiapan dan penilaian kelayakan persalinan nanti.
Kenapa? Karena bisa diperiksa taksiran berat janin, apakah kepala sudah masuk pintu atas panggul, apakah ada panggul sempit, atau kelainan letak janin.
Terutama pada persalinan anak pertama atau persalinan pervaginam pertama setelah operasi sesar, penting untuk memeriksa apakah kepala sudah masuk panggul pada kehamilan 36 minggu,” ungkapnya.
Faktor risiko ruptur uteri saat persalinan
Menurutnya, persiapan persalinan ini penting dilakukan untuk mencegah komplikasi seperti robeknya rahim.
“Emang apa sih bahayanya? Kok banyak yang lahir normal-normal saja tuh? Memang banyak yang bisa lahir normal, tapi ada juga yang mengalami komplikasi.
Jangan sampai terjadi pada Anda. Salah satu komplikasi yang sangat berbahaya dan mematikan untuk ibu dan bayi adalah robekan rahim (ruptur uteri),” tambahnya.
Dr. Darrel melanjutkan, ada beberapa faktor risiko yang bisa mengakibatkan rahim robek saat persalinan, yakni sebagai berikut:
- Bayi berukuran besar
- Panggul ibu terlalu sempit
- Posisi kepala bayi miring/menangadah dapat memicu robeknya rahim.
- Persalinan setelah riwayat sesar (VBAC).
Memang setelah sesar masih 99% aman untuk mencoba lahir normal, tapi dengan mempertimbangkan syarat dan kondisi tadi (posisi bayi, kepala sudah masuk panggul, panggul sempit/tidak, ketuban pecah dulu/tidak),” sambungnya.
Darrell juga mengungkapan bahwa ia sangat peduli dengan masalah ruptur uteri ini, karena ia baru saja menangani persalinan seorang wanita yang hampir mengalami rahim robek.
“Kenapa saya bawel? Karena saya subuh tadi baru operasi emergency pada perempuan, anak pertama, yang sudah mencoba lahir normal sejak 10 jam tapi tidak lahir-lahir. Dan saat operasi sesar, betul bahwa rahimnya sudah sangat tipis hampir robek,” tuturnya.
Saran dokter kandungan untuk mencegah rahim robek
Di akhir unggahannya, ia juga menyarankan 3 hal penting bagi wanita yang ingin melahirkan pervaginam (normal).
“Jadi apa kesimpulannya? Pertama, periksa kehamilan dgn rutin, terutama saat 36 minggu agar dapat menilai kelayakan persalinan. Kedua, kalau setelah sesar mau coba lahir normal, wajib periksa ke dokter spesialis kandungan, tidak boleh hanya ANC di Bidan/Puskesmas lalu tiba-tiba minta lahir normal. Ketiga, jangan samakan kehamilan Anda dengan orang lain, masing-masing ada kondisi unik yang tidak bisa disamaratakan,” tutupnya.
Semoga saran dari dokter Darrel bisa menghindarkan para ibu hamil dari komplikasi berbahaya ini.
Baca juga:
Terlalu Sering Operasi Caesar Sebabkan Dinding Rahim Robek di dalam Perut
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.