Saat proses persalinan, tidak hanya energi, tetapi juga hati ikut harap-harap cemas karena sebentar lagi Anda akan bertemu langsung dengan sang buah hati. Namun, tiba-tiba sang dokter memberi aba-aba pada Anda untuk berhenti mengejan. Ternyata hal ini bisa terjadi jika Anda mengalami distosia bahu. Apa itu?
Kondisi ini merupakan keadaan darurat medis yang tidak terduga dan tidak biasa, juga bisa terjadi pada siapa saja.
Artikel terkait: [Video] Gentle C-Section; Membiarkan Bayi Keluar Sendiri dari Dalam Rahim Seperti Persalinan Normal
Jenis-Jenis Distosia
Permasalahan saat melahirkan normal distosia bahu sempat ramai dibicarakan lantaran kasus kematian bayi saat persalinannya di RSUD Jombang beberapa waktu lalu. Bayi perempuannya meninggal karena mengalami bahu tersangkut atau distosia bahu.
Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi dr. Gorga I. V. W. Udjung, Sp.OG turut menjelaskan apa itu distosia bahu ini.
“Distosia Bahu itu bahu janin gak bisa lahir secara spontan setelah kepala bayi keluar saat persalinan. Ini keadaan emergency atau gawat darurat pada persalinan pervaginam,” kata dokter yang berpraktik di RSU Bunda Jakarta, BIC Clinic Pacific Place, Rumah Sakit Ibu dan Anak Bunda Jakarta (RSIA Bunda Jakarta) ini.
Sebelum mendalami apa itu distosia bahu lebih lanjut, berikut adalah jenis-jenis distosia secara umum yang sebaiknya Parents mengerti.
Distosia Serviks
Pada distosia serviks, serviks gagal berdilatasi selama persalinan.
Laman kesehatan patient.info menjelaskan, kegagalan dilatasi serviks dapat disebabkan oleh biopsi kerucut sebelumnya atau kauterisasi untuk displasia serviks.
Alasan lain untuk kegagalan dilatasi termasuk trauma. Kadang-kadang, jika ada kontraksi uterus yang tidak terkoordinasi, maka kegagalan dilatasi serviks mungkin menjadi penyebab sekunder dari masalah ini. Jika distosia berlanjut, maka bayi perlu dilahirkan melalui operasi caesar.
Distosia bahu
Saat proses persalinan, yaitu selama periode peripartum kepala bayi biasanya terletak ke kiri dan kemudian berputar ke posisi oksipito-anterior, dan kepala dilahirkan terlebih dahulu.
Setelah ini, bahu terletak pada posisi anteroposterior dan kemudian melewati pinggiran panggul.
Namun, jika bahu tersangkut pada posisi ini, bayi dapat menarik napas, saat mulut dan hidung keluar dari vagina; namun, dada tidak dapat mengembang karena tersangkut di pinggiran panggul.
Hal ini dengan cepat akan menyebabkan hipoksia dan kematian janin jika tidak segera dilahirkan, demikian dikutip dari laman kesehatan patient.info.
Artikel terkait: Mungkinkah Melahirkan Normal Setelah Operasi Cesar?
Apa Itu Distosia Bahu?
Sebelum menjelaskan lebih dalam tentang distosia bahu, penting bagi Anda untuk memahami proses persalinan terlebih dahulu.
Singkatnya, ada 4 tahap persalinan:
- Pertama : Pembukaan serviks (peningkatan tingkat kontraksi).
- Kedua : Bersiap-siap mengejan untuk melahirkan bayi.
- Ketiga : Mengejan terakhir untuk mengeluarkan plasenta.
- Tahap 4 : Perubahan pasca persalinan.
Keadaan darurat medis dapat terjadi selama tahap kedua, yaitu saat Anda mempersiapkan diri untuk mengejan dan melahirkan bayi. Biasanya, ada jeda setelah kepala bayi keluar dan sesaat sebelum seluruh tubuhnya keluar.
Jika distosia bahu terjadi, jeda ini akan lebih lama karena bahu bayi tersangkut di belakang tulang panggul ibu, sehingga berisiko bayi tidak bisa bernapas dan tali pusat bisa terjepit.
Kondisi ini terjadi pada sekitar 1 dari setiap 200 kelahiran, dan lebih sering terjadi selama persalinan alami atau normal. Namun, masih ada juga kemungkinan terjadi selama operasi caesar.
Penyebab dan Faktor Risiko untuk Distosia Bahu
Terkait apa saja penyebab masalah persalinan distosia bahu bisa terjadi, dokter Gorga menjelaskan karena berat bayi terlalu besar.
“Biasanya karena bayinya terlalu besar 4000 gram keatas, atau istilahnya Makrosomia,” kata dokter Gorga.
Penyebab lainnya adalah karena diabetes pada ibu bayi. “Bisa juga karena ibunya mengalami Diabetes atau usia hamilnya udah lewat waktu (di atas 40minggu),” tambahnya.
Berikut adalah beberapa penyebab kenapa distosia bahu pada bayi bisa terjadi, dikutip dari patient.info:
- Faktor distosia uteri: kontraksi yang baik dimulai dari fundus dan bergerak ke bawah menuju panggul. Jika aktivitas uterus tidak terkoordinasi atau kontraksi pendek atau jarang maka persalinan akan sulit dan berkepanjangan. Ibu dengan masalah ini mungkin lebih berisiko mengalami distosia karena mereka memiliki tingkat ketidakkoordinasian rahim yang menyebabkan persalinan mereka cenderung lebih lama. Oksitosin dapat meningkatkan dan mengkoordinasikan kontraksi uterus.
- Faktor janin: penyebab yang berasal dari janin di antaranya adalah posisi atau berbaring janin (misalnya, melintang atau sungsang), makrosomia (berat lahir 4,5 kg), distosia bahu (ini akibat kombinasi faktor janin dan faktor panggul).
- Faktor pasase panggul: panggul dengan pinggiran bundar sangat menguntungkan dalam persalinan. Namun, beberapa perempuan memiliki pinggiran yang panjang dan oval. Pinggiran panggul kecil harus diwaspadai, terlebih jika kepala janin belum masuk ke panggul pada usia kehamilan 37 minggu.
- Faktor lain yang dapat menyebabkan adalah skoliosis, kifosis, dan rakhitis. Distosia bahu sebagian disebabkan oleh pintu masuk panggul yang kecil atau abnormal.
Beberapa calon ibu memang bisa berisiko lebih tinggi mengalami kondisi darurat medis ini. Namun dengan mengetahui risiko ini sebelumnya, dapat membantu meminimalisir kemungkinan Anda mengalami distosia bahu atau tidak.
Jika Anda memiliki diabetes gestasional, risiko akan naik 2 hingga 4 kali lipat! Karena itu, Anda bisa mencegah diabetes saat hamil.
Jika berat janin Anda lebih dari 4,5 kg, ini juga meningkatkan risiko bahu bayi tersangkut saat persalinan.
Berikut daftar faktor risiko yang meningkatkan masalah distosia bahu pada bayi, dikutip laman rcog.org:
- Ibu diabetes mellitus 2-4 kali peningkatan risiko dibandingkan dengan berat badan bayi yang sama dari ibu tanpa diabetes.
- Makrosomia janin, meskipun 48% terjadi pada bayi dengan berat <4 kg.
- Obesitas ibu – IMT >30 kg/m2.
- Adanya induksi persalinan.
- Persalinan lama – tahap pertama atau kedua, atau terjadi penghentian sekunder.
- Oksitosin – digunakan dalam induksi persalinan.
- Persalinan pervaginam dengan bantuan forsep atau ventouse.
- Distosia bahu terjadi sebelumnya, peluang 10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan populasi umum.
Penting untuk dicatat bahwa diabetes mellitus dan makrosomia juga terkait satu sama lain. Jadi, penting terutama untuk ibu dengan diabetes untuk melakukan USG dalam waktu dekat untuk memperkirakan berat janin dan mengantisipasi kesulitan selama persalinan. Namun, keandalan estimasi berat janin dengan USG tidak tinggi: ada margin kesalahan 10% dan sensitivitas 60% untuk makrosomia.
Artikel terkait: 4 Posisi melahirkan normal, Bumil wajib tahu kelebihan dan kekurangannya!
Langkah Apa yang Harus Dilakukan?
Jika hal ini terjadi pada Anda, jangan panik! Tim dokter akan menuntun Anda dan memberi tahu apa yang harus Anda lakukan. Tetap ikuti aba-aba dari dokter.
Dokter dan bidan biasanya akan meminta Anda untuk berhenti mengejan. Jangan memaksakan untuk mengejan, karena bisa membahayakan bayi.
Dokter kemungkinan akan menyarankan Anda untuk mencoba Manuver McRoberts. Teknik ini adalah dengan mengangkat lutut lebih dekat ke dada. Bidan atau dokter akan menekan perut Anda dengan lembut untuk membantu mengeluarkan bahu bayi dari tulang panggul. Hal ini akan meningkatkan keberhasilan persalinan hingga 90 persen.
Selain itu, dokter mungkin juga akan meminta Anda untuk mengambil posisi merangkak dengan kedua lengan di depan menopang tubuh. Dokter akan memasukkan tangan ke bagian dalam vagina Anda untuk menarik bayi yang tersangkut. Namun, Anda harus menjalani episotomi sebelum langkah ini.
Bahkan, dalam kasus yang sangat jarang, dokter mungkin perlu mematahkan tulang selangka bayi sehingga ia bisa keluar. Namun jangan khawatir, itu akan sembuh dengan sangat cepat.
Umumnya, bayi akan membaik setelah mengalami distosia bahu. Tetapi karena kekurangan oksigen, bayi Anda akan diobservasi lebih lanjut di unit perawatan intensif neonatal (NICU).
Mungkin, Anda juga akan mengalami syok berat karena mengalami persalinan yang sulit. Namun jangan khawatir, Bun. Mintalah saran bidan dan dokter Anda untuk membantu mengatasi masalah emosi ini.
Komplikasi Akibat Distosia Bahu yang Mungkin Terjadi
Berikut adalah komplikasi yang kemungkinan terjadi pada janin dan ibu.
Komplikasi pada Janin
- Cedera pleksus brakialis terjadi pada 2,3-16% bayi yang lahir dengan distosia bahu. Sebesar 90% sembuh tanpa meninggalkan cacat tetap. Tingkat keparahan cedera yang lebih besar dikaitkan dengan berat lahir yang lebih besar. Cedera pleksus brakialis adalah penyebab paling umum dari litigasi terkait dengan distosia bahu.
- Morbiditas (terkena penyakit) dan mortalitas (kematian) perinatal akibat hipoksia dan asidosis.
- Fraktur humerus pada bayi. Fraktur humerus adalah terputusnya hubungan tulang humerus disertai kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf, pembuluh darah) sehingga memungkinkan terjadinya hubungan antara fragmen tulang yang patah dengan udara luar yang disebabkan oleh cedera.
- Fraktur klavikula pada bayi. Masalah ini adalah hilangnya kontinuitas tulang klavikula, salah satu tulang pada sendi bahu.
- Pneumotoraks. Sebuah kondisi yang disebabkan karena cedera dada akibat benda tumpul atau tusukan, prosedur medis tertentu, atau penyakit paru-paru.
Komplikasi pada Ibu
- Perdarahan postpartum terjadi pada 11% dari jenis persalinan dengan bayi mengalami distosia bahu.
- Robekan perineum
- Laserasi/ robekan yang panjang pada vagina
- Robekan serviks
- Ruptur kandung kemih
- Ruptur uteri
- Pemisahan simfisis
- Dislokasi sendi sakroiliaka
- Neuropati (sebutan umum untuk nyeri atau kerusakan pada saraf) saraf femoralis lateral
Artikel terkait: Stop Menceritakan Sakitnya Proses Persalinan pada Ibu Hamil, Ini Sebabnya
Distosia bahu memang tidak dapat diprediksi dan dapat terjadi pada siapa saja! Untungnya, kondisi ini sangat langka. Namun, informasi ini tentu bisa menjadi bekal bagi Anda saat persalinan nanti apabila terjadi hal yang tidak terduga.
Bagaimana Jika Distosia Bahu Berakhir dengan Kematian Bayi?
Dokter Gorga menjelaskan, bayi bisa mengalami kematian jika mengalami masalah distosia bahu ini, meski sudah ditangani oleh tim medis.
“Bayi bisa mengalami kematian memang walau kadang sudah ditangani segera dengan tim yang membantu persalinan, karena sulitnya melahirkan bayi yang besar tadi,” jelas dokter Gorga saat dihubungi theAsianparent.
Untuk mengantisipasi kelebihan berat badan bayi yang terlalu besar, dokter Gorga menyarankan ibu hamil untuk menjaga kenaikan berat badan saat hamil agar tidak berlebihan selama kehamilan.
“Normalnya 11-16 kg kenaikan BB selama hamil,” terangnya.
Dokter Gorga menekankan pentingnya konsultasi rutin untuk mengantisipasi hal ini.
“Sebaiknya untuk menghindari kejadian ini harus ada screening lab saat hamil untuk mengetahui kesehatan ibu dan faktor risiko lain seperti gula darahnya tinggi atau tidak. Rutin USG untuk mengetahui berat bayi yang dikandung,” tambah dokter Gorga.
Menjelang persalinan, semakin penting untuk memerhatikan kondisi kehamilan. Parents juga bisa pantau terus perkembangan kehamilan Anda di aplikasi theAsianparent, ya. Semoga membantu, ya!
***
Artikel telah diupdate oleh: Kalamula Sachi
Baca juga:
Video Melahirkan Dibantu Vakum dalam Proses Persalinan Normal
Melahirkan dengan Forceps, Kenali Langkah Pelaksanaannya hingga Risiko bagi Janin dan Ibu
Teknik Menekan Perut Ibu Hamil Saat Persalinan Normal, Amankah?
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.