Persalinan adalah proses terakhir yang harus ibu jalani setelah sembilan bulan mengandung. Meskipun sebagian besar ibu dapat melaluinya dengan baik, namun ada pula sebagian ibu yang mengalami komplikasi persalinan.
Adalah normal untuk merasa khawatir tentang kemungkinan bahwa ada sesuatu yang salah saat Anda melahirkan. Anda mungkin sudah tahu bahwa Anda memiliki faktor risiko yang dapat membuat komplikasi lebih mungkin terjadi saat Anda melahirkan. Dokter Anda mungkin juga telah menjelaskan kepada Anda bahwa beberapa komplikasi dapat terjadi bahkan jika Anda tidak memiliki peningkatan risiko.
Sebagian besar komplikasi dapat diidentifikasi dan dikelola untuk memastikan persalinan aman.
Berikut adalah beberapa komplikasi persalinan yang umum terjadi, serta apa yang akan dilakukan tim perawatan Anda untuk menjaga Bunda dan bayi Anda tetap aman.
Artikel terkait: Ingin melahirkan normal? Ketahui dulu 3 tahapan rasa sakit ini, Bun!
12 Komplikasi Persalinan, Ibu Hamil Sebaiknya Antisipasi
Ketika proses persalinan dimulai, otot-otot perut ibu akan mengecil dan menyebabkan mulainya kontraksi. Kontraksi inilah yang akan menyebabkan leher rahim (serviks) menipis dan kemudian melebar (dilate).
Proses persalinan bisa berlangsung lebih dari 12 jam, terlebih untuk ibu-ibu yang baru pertama kali melahirkan. Untungnya, kebanyakan ibu mampu melampaui proses ini dengan sempurna tanpa kejadian apapun.
Namun, tetap saja beberapa ibu bisa mengalami komplikasi persalinan yang biasanya merupakan kasus tak terduga dan tidak bisa diprediksi sebelumnya.
Komplikasi persalinan yang bisa terjadi pada ibu, mulai dari ketidaktepatan pemberian penghilang rasa sakit, kondisi gawat janin, hingga pendarahan seusai melahirkan.
Berikut kami uraikan satu persatu keenam jenis komplikasi persalinan yang mungkin terjadi.
1. Pemberian Obat Penghilang Rasa Sakit yang Tidak Tepat
Seperti kita tahu, persalinan merupakan salah satu proses yang cukup menyakitkan dan bisa berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama. Kondisi seperti ini tentu saja sangat melelahkan bagi Ibu, baik secara fisik atau psikologis.
Ibu sebetulnya bisa mengurangi rasa sakit tersebut dengan mempersiapkan diri secara mental atau mengikuti kursus prenatal guna mempersiapkan diri saat persalinan nanti.
Alternatif lainnya adalah dengan pemberian obat penghilang rasa sakit. Obat ini biasanya diberikan dengan pertimbangan bahwa ibu bisa menjadi lelah sebelum proses persalinan selesai.
Jenis penghilang rasa sakit yang pertama adalah gabungan dari oksigen dan nitrous oxide (gas yang membuat orang tertawa) yang dialirkan melalui masker atau mouthpiece untuk mengurangi rasa sakit yang timbul saat melahirkan.
Pilihan kedua biasanya berupa suntikan penghilang rasa sakit yang biasanya diberikan melalui bokong. Dengan adanya suntikan ini, ibu bisa saja tidak akan merasakan sakit selama menunggu proses pembukaan selesai paling tidak selama 2-4 jam.
Sayangnya, suntikan ini juga memiliki efek samping. Ibu bisa saja merasa sangat mengantuk. Jadi, bila suntikan ini diberikan saat bayi sudah siap untuk dilahirkan, pernapasan bayi bisa terganggu karenanya. Untuk mengatasinya dokter biasanya akan memberikan obat penangkal kepada bayi.
Jika ibu masih juga mengalami rasa sakit yang berlebih, suntikan anestesi epidural oleh ahli anestesi juga bisa diberikan. Bila tindakan ini efektif, ibu biasanya akan merasakan kakinya memberat, bahkan mungkin tidak mampu untuk menggerakkannya. Karena itu bantuan kateter biasanya juga diberikan untuk membantu ibu buang air kecil.
Artikel Terkait: 10 Keluhan Umum pada Suntikan Epidural
2. Hambatan Persalinan (Failure Progress)
Ini biasanya terjadi pada ibu yang baru pertama kali melahirkan. Kondisi ini terjadi karena perut ibu belum terkondisi untuk melahirkan, sehingga membutuhkan waktu lebih lama untuk merespon hormon pemicu kontraksi.
Tindakan yang akan dokter lakukan adalah pemberian hormon pemicu kontraksi, oksitosin, guna membantu rahim lebih berkontraksi.
3. Chipalopelvic disproportion (CPD)
Jumlah ibu yang hamil di atas 35 tahun kini semakin tinggi. Sayangnya, gaya hidup di Asia seringkali membuat ibu rentan terhadap diabetes.
Kondisi diabetes yang tak terkontrol pada ibu hamil bisa menyebabkan janin mengalami Chipalopelvic disproportion (CPD)
Chipalopelvic disproportion adalah kondisi kepala dan bahu bayi yang terlalu besar untuk melalui panggul ibu dan bisa menyebabkan lambannya proses persalinan. Satu-satunya solusi untuk kasus CPD adalah operasi Caesar.
4. Gawat janin (Fetal distress)
Istilah gawat janin atau fetal distress sebetulnya merujuk pada pelbagai komplikasi persalinan. Jika ibu mendengar istilah ini diucapkan oleh dokter yang membantu proses persalinan, mintalah untuk lebih spesifik menyebutkan apa yang sesungguhnya terjadi pada bayi.
Dokter biasanya menggunakan istilah ini ketika ada kejadian yang berkaitan dengan detak jantung bayi.
Gawat janin dapat memiliki banyak penyebab, termasuk masalah tali pusar, obat-obatan yang digunakan selama persalinan, dan infeksi, serta induksi.
Pemantauan janin eksternal memungkinkan tim perawatan Anda untuk memeriksa bayi dan melihat bagaimana mereka menghadapi persalinan. Tes lain juga dapat digunakan, termasuk pengambilan sampel pH kulit kepala janin dan pemantauan janin internal.
Proses melahirkan tidak hanya membuat stres ibu tapi juga bayi. Sementara pelvis ibu belum membuka sempurna agar dokter bisa memberikan tindakan dengan forceps atau vakum; janin yang sudah siap dilahirkan bisa saja mengalami hipoksia atau kekurangan oksigen sehingga janin berada dalam kondisi yang mengkhawatirkan.
Dalam beberapa kasus, operasi caesar mungkin diperlukan untuk memastikan bayi Anda tiba dengan selamat, demikian dikutip laman Very Well Family.
5. Sungsang
Idealnya, kepala bayi ada di posisi bawah setelah berusia 37 minggu; menghadap ke arah mana ia siap dilahirkan.
Sungsang bisa terjadi karena beberapa hal di antaranya sempitnya panggul ibu, air ketuban yang berlebih, bentuk rahim ibu yang lonjong di bagian atas, hidrosephalus, serta adanya adanya kejadian plasenta previa.
Artikel Terkait: Pendarahan pada Trimester Kedua, Waspadai Plasenta Previa
Dulu dokter bisa saja berusaha untuk memutar posisi bayi dengan cara memberi tekanan dari luar pada perut ibu (external cephalic version) namun karena dinilai berisiko cara ini kini dihilangkan.
Cara mengatasi komplikasi persalinan sungsang adalah dengan operasi Caesar.
6. Pendarahan usai melahirkan
Umumnya, ibu berpendapat bahwa proses melahirkan selesai seiring dengan keluarnya bayi. Namun, sesungguhnya proses melahirkan baru usai saat plasenta keluar seluruhnya dari perut ibu. Normalnya, perut ibu akan berkontraksi dengan sendirinya untuk mengeluarkan plasenta.
Pendarahan bisa saja terjadi bila rahim ibu terlalu lelah untuk berkontraksi setelah melalui proses persalinan yang lama. Jika pendarahan tidak banyak, dokter akan memberikan suntikan uterotonika untuk membantu rahim berkontraksi kembali.
Jika pendarahan terus terjadi maka dokter mungkin akan melakukan pengikatan pembuluh darah atau malah mengankat rahim (histerektomi).
7. Distosia bahu
Distosia bahu adalah suatu kondisi kegawatdaruratan pada persalinan pervaginam dimana bahu janin gagal lahir secara spontan setelah lahirnya (keluarnya) kepala janin.
Kondisi ini terjadi pada sekitar 1 dari setiap 200 kelahiran, dan lebih sering terjadi selama persalinan alami atau normal. Namun, masih ada juga kemungkinan terjadi selama operasi caesar.
Beberapa calon ibu memang bisa berisiko lebih tinggi mengalami kondisi darurat medis ini. Jika Bunda memiliki diabetes gestasional, risiko akan naik 2 hingga 4 kali lipat. Karena itu, Anda bisa mencegah diabetes saat hamil. Jika berat janin Anda lebih dari 4,5 kg, ini juga meningkatkan risiko bahu bayi tersangkut saat persalinan.
Ketika distosia bahu terjadi, dokter dan bidan biasanya akan meminta Bunda untuk berhenti mengejan. Jangan memaksakan untuk mengejan, karena bisa membahayakan bayi.
Dokter kemungkinan akan menyarankan Anda untuk mencoba Manuver McRoberts. Teknik ini adalah dengan mengangkat lutut lebih dekat ke dada. Bahkan dalam kasus yang sangat jarang, dokter mungkin perlu mematahkan tulang selangka bayi sehingga ia bisa keluar. Namun jangan khawatir, itu akan sembuh dengan sangat cepat.
8. Asfiksia perinatal
Asfiksia perinatal didefinisikan sebagai “kegagalan untuk memulai dan mempertahankan pernapasan saat lahir.” Kejadian ini bisa terjadi sebelum, selama atau segera setelah melahirkan, karena pasokan oksigen yang tidak memadai.
Ini adalah istilah non-spesifik yang melibatkan berbagai masalah yang kompleks.
Medical News Today menjelaskan, terdapat beberapa kondisi medis yang dapat menyebabkan terjadinya asfiksia perinatal.
- hipoksemia, atau kadar oksigen rendah
- kadar karbon dioksida yang tinggi
- asidosis, atau terlalu banyak asam dalam darah
- Masalah kardiovaskular dan kerusakan organ dapat terjadi.
Sebelum melahirkan, gejalanya mungkin termasuk detak jantung yang rendah dan tingkat pH yang rendah, yang menunjukkan keasaman yang tinggi. Indikasi lain mungkin termasuk:
- warna kulit jelek
- detak jantung rendah
- tonus otot lemah
- terengah-engah
- pernapasan lemah
- cairan ketuban bercampur mekonium
Pengobatan asfiksia perinatal dapat mencakup pemberian oksigen kepada ibu, atau melakukan persalinan sesar.
Setelah melahirkan, pernapasan mekanis atau pengobatan mungkin diperlukan.
9. Masalah Tali Pusar
Masalah dengan tali pusat juga dapat menyebabkan komplikasi persalinan, yaitu berupa tali pusat melilit leher bayi (tali nuchal), atau tali pusat akan keluar dari vagina sebelum bayi (prolaps).
Meskipun mungkin menakutkan untuk memikirkan tentang tali pusar yang melilit leher bayi Anda, tali nuchal seringkali tidak berbahaya.
Dalam kebanyakan kasus, tali pusat hanya melingkar sebentar di leher bayi dan tidak cukup kencang untuk mengganggu pernapasan atau turunnya bayi melalui jalan lahir.
Jika masalah dengan tali pusat tidak dapat diperbaiki dan bayi Anda menunjukkan tanda-tanda tertekan, Anda mungkin perlu menjalani operasi Caesar, demikian dikutip laman Very Well Family.
10. Robekan Perineum
Robeknya jaringan vagina dan daerah perineum (antara vagina dan anus) dapat terjadi selama persalinan pervaginam. Tingkat keparahan robekan dikategorikan oleh sistem penilaian dokter. Dalam beberapa kasus, ini bisa sangat luas dan dokter Anda perlu memperbaikinya dengan jahitan (jahitan) atau metode lain.
Dikutip laman Very Well Family, dokter Anda mungkin memutuskan untuk memotong jaringan ini (episiotomi) saat Anda melahirkan untuk mencegahnya robek.
11. Plasenta Previa
Ketika plasenta menutupi pembukaan serviks, ini disebut sebagai plasenta previa. Persalinan sesar biasanya diperlukan untuk mengatasi komplikasi ini.
Medical News Today mencatat plasenta previa terjadi sekitar 1 dari 200 kehamilan pada trimester ketiga. Komplikasi ini kemungkinan besar terjadi pada mereka yang:
- pernah melahirkan sebelumnya, dan terutama empat atau lebih kehamilan
- Punya plasenta previa sebelumnya, persalinan sesar, atau operasi rahim
- memiliki kehamilan kehamilan ganda
- berusia di atas 35 tahun
- memiliki fibroid
- merokok
Gejala utamanya adalah perdarahan tanpa rasa sakit selama trimester ketiga. Ini dapat berkisar dari ringan hingga berat. Indikasi lain yang mungkin termasuk:
- kontraksi awal
- bayi dalam posisi sungsang
- ukuran rahim yang besar untuk tahap kehamilan
Perawatan biasanya dengan persalinan sesar sesegera mungkin.
12. Ruptur uteri
Jika seseorang sebelumnya pernah menjalani operasi caesar, ada kemungkinan kecil bahwa bekas luka dapat terbuka selama persalinan di masa depan.
Jika ini terjadi, bayi mungkin berisiko kekurangan oksigen dan persalinan sesar mungkin diperlukan. Sang ibu mungkin berisiko mengalami pendarahan yang berlebihan. Terlepas dari persalinan sesar sebelumnya, faktor risiko lain yang mungkin termasuk di bawah ini, sebagaimana ditulis Medical News Today :
- induksi persalinan
- ukuran bayi
- usia ibu 35 tahun atau lebih
- penggunaan instrumen dalam persalinan pervaginam
Ibu hamil yang merencanakan persalinan pervaginam setelah sebelumnya menjalani persalinan sesar harus bersalin di RS dengan peralatan yang memadai untuk mengantisipasi segala kemungkinan.
Tanda-tanda ruptur uteri termasuk:
- detak jantung abnormal pada bayi
- sakit perut dan nyeri parut pada ibu
- Durasi ambat dalam persalinan
- pendarahan vagina
- detak jantung cepat dan tekanan darah rendah pada ibu
- Perawatan dan pemantauan yang tepat dapat mengurangi risiko konsekuensi serius.
Kemungkinan Bunda akan mengalami komplikasi selama melahirkan tergantung pada riwayat kesehatan spesifik Anda dan kehamilan saat ini.
Faktor risiko tertentu dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya komplikasi, tetapi jika Anda memiliki kehamilan yang sehat, kemungkinan besar Anda akan memiliki pengalaman melahirkan yang tidak rumit.
Bahkan jika Bunda tidak memiliki faktor risiko apa pun, penting bagi Anda untuk berbicara dengan dokter kandungan Anda tentang apa yang akan terjadi, jika komplikasi muncul selama persalinan Anda. Tanyakan kepada mereka bagaimana mereka menangani situasi darurat seperti pendarahan yang berlebihan dan kapan mereka akan merekomendasikan operasi Caesar jika rencana Anda adalah melahirkan pervaginam.
Tim perawatan Bunda ada di sana untuk memantau Anda dan bayi Anda dan memastikan bahwa Anda memiliki persalinan yang aman. Anda dapat mulai membicarakan masalah apa pun yang Anda miliki selama kunjungan pranatal.
Membahas kemungkinan komplikasi selama persalinan mungkin terasa menakutkan, tetapi memiliki rencana yang cermat sebelum melahirkan adalah salah satu cara terbaik untuk memberdayakan diri Anda sendiri.
***
Artikel telah diupdate oleh: Kalamula Sachi
Baca juga:
Proses Melahirkan Normal
Tanda-tanda Akan Melahirkan
4 Cara Alami Untuk Merangsang Persalinan
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.