Parents, Studi terbaru menyebut bahwa gangguan bipolar dua kali lebih rentan dialami perempuan di masa menjelang menopause.
Menurut studi yang diterbitkan di Nature Mental Health, gangguan ini berkembang 112% di kalangan perempuan saat masa perimenopause. Sementara itu, risiko gangguan depresi juga meningkat sekitar 30% di masa-masa tersebut.
Perimenopause sendiri adalah masa transisi perempuan sebelum memasuki masa menopause. Biasanya, di masa ini, terjadi perubahan hormon, berkembangnya kecemasan, perubahan kognitif, hingga mood swings yang bisa juga berkembang menjadi gangguan bipolar.
Gangguan bipolar, atau disebut juga gangguan manik depresi, adalah gangguan kesehatan mental yang menyebabkan perubahan ekstrem pada suasana hati hingga konsentrasi.
Individu dengan gangguan ini terkadang merasa sangat gembira, impulsif, atau irasional. Namun di lain waktu, mereka bisa berubah menjadi merasa sangat sedih.
Kurang lebih 1-3 persen populasi di dunia memiliki gangguan bipolar.
Risiko juga meningkat apabila individu memiliki riwayat keluarga dengan gangguan yang sama.
Biasanya, gejala pertama kali muncul antara usia 15 sampai 30 tahun, tidak di masa kanak-kanak atau di atas usia 65 tahun.
Gejala Gangguan Bipolar
Gejala yang tampak bergantung pada suasana hati yang sedang dialami.
1. Manik
Kondisi manik menyebabkan seseorang terus-menerus merasa bahagia, marah, hiperaktif, impulsif, dan irasional.
Perasaan ini berlangsung paling sedikit selama satu minggu dan bisa cukup berat hingga perlu dirawat di rumah sakit.
Gejala lain yang dapat muncul, yakni:
- Merasa memiliki kekuatan dan keunggulan khusus
- Kualitas dan kuantitas tidur menurun, gelisah
- Banyak bicara
- Aktivitas meningkat
- Pikiran yang cepat berpindah atau berulang-ulang, terlalu banyak ide
- Rentang perhatian yang pendek
- Bercanda atau tertawa yang tidak pantas atau terlibat banyak pertengkaran
- Belanja yang berlebihan atau aktivitas seksual yang tidak pantas
Kondisi manik membuat penderitanya sulit menjaga hubungan interpersonal dengan teman dan keluarga, serta mengganggu pekerjaan dan tanggung jawab lainnya.
Selama episode ini, suasana hati seseorang dapat berubah dengan cepat dari euforia menjadi depresi atau mudah tersinggung.
Artikel Terkait: Suka Menimbun Barang? Waspada Gangguan Mental Hoarding Disorder
2. Hipomanik
Kondisi ini lebih ringan daripada manik, tetapi membuat perubahan suasana hati yang tidak normal.
Episode hipomanik biasanya lebih singkat ketimbang manik, tetapi paling sedikit berlangsung selama empat hari.
Kondisi hipomanik tidak terlalu memengaruhi kemampuan seseorang untuk bekerja atau belajar. Sebagian orang bahkan berfungsi lebih baik selama episode ini.
Meski tak perlu dirawat di rumah sakit, kondisi hipomanik perlu diatasi dengan obat-obatan agar tidak berkembang menjadi episode manik atau depresi.
3. Depresi
Individu dengan depresi merasa sangat sedih dan mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas rutin seperti mandi, berpakaian, atau memasak.
Selama episode ini, seseorang dapat merasa sedih sepanjang hari atau memiliki sedikit atau sama sekali tidak berminat melakukan aktivitas apa pun.
Gejala lain yang dapat muncul, yakni:
- Penurunan atau peningkatan berat badan (akibat perubahan porsi yang dimakan)
- Sulit tidur atau mempertahankan jam tidur, atau sebaliknya menjadi tidur berlebihan
- Sangat mudah tersinggung
- Merasa kelelahan, kehilangan energi, lesu
- Merasa tidak berharga atau bersalah
- Sulit berkonsentrasi dan mengambil keputusan
- Muncul pikiran berulang tentang kematian atau keinginan untuk bunuh diri
Tidak seperti perubahan suasana hati pada umumnya, setiap episode ekstrem dari gangguan bipolar dapat berlangsung selama beberapa minggu atau bahkan lebih lama.
Diagnosis bipolar membutuhkan waktu bertahun-tahun karena pola kemunculannya sangat bervariasi.
Sebagai contoh, sebagian individu mungkin hanya mengalami beberapa episode bipolar sepanjang hidupnya dan kondisinya cenderung stabil atau bisa dikontrol. Sedangkan yang lain, dapat mengalami banyak episode.
Sampai saat ini, tidak ada tes khusus yang dapat mendiagnosis gangguan bipolar.
Diagnosis hanya didasarkan pada riwayat gangguan serta pemeriksaan status fisik dan mental.
Pemeriksaan laboratorium bisa saja dilakukan tetapi lebih untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosis lainnya.
Artikel Terkait: 10 Mitos dan Fakta Bipolar Disorder, Benarkah Bikin Pria jadi Mandul?
Penyebab Gangguan Bipolar
Penyebab pasti gangguan bipolar masih belum diketahui. Para pakar meyakini ada sejumlah faktor yang saling berhubungan dan membuat seseorang lebih mungkin mengalaminya.
Ini merupakan kombinasi yang kompleks dari faktor fisik, sosial, dan lingkungan.
- Ketidakseimbangan zat kimia dalam otak
Zat-zat kimia yang bertanggung jawab untuk mengendalikan fungsi-fungsi otak disebut dengan neurotransmitter.
Yang termasuk neurotransmitter penting, yakni noradrenaline, serotonin, dan dopamine.
Beberapa studi menunjukkan ketika terjadi ketidakseimbangan dalam kadar salah satu atau lebih neurotransmitter tersebut, seseorang akan mengalami gejala gangguan bipolar.
Gangguan bipolar umumnya muncul dalam satu garis keturunan.
Oleh sebab itu, anggota keluarga dari penderita gangguan bipolar memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalaminya.
Namun, tidak ada satu gen tertentu yang bertanggung jawab atas kemunculan gangguan bipolar.
Faktor genetik dan lingkungan lebih dianggap sebagai pemicu.
Keadaan atau situasi yang penuh tekanan kerap memicu episode gangguan bipolar.
Contohnya meliputi putusnya suatu hubungan, pelecehan fisik, seksual atau emosional, serta kematian anggota keluarga dekat atau orang yang dicintai.
Peristiwa-peristiwa yang bersifat traumatik ini dapat memicu episode depresi kapanpun dalam hidup seseorang.
Adanya penyakit, gangguan tidur, kesulitan ekonomi, masalah dalam pekerjaan atau hubungan interpersonal juga dapat memicu gejala gangguan bipolar.
Cara Mengobati Gangguan Bipolar
Ada beberapa pilihan pengobatan yang efektif untuk mengelola gejala dari gangguan bipolar. Umumnya ini merupakan kombinasi dari beberapa jenis pengobatan, yaitu:
Obat-obatan yang tergolong mood stabilizer seperti lithium, obat antikejang (asam valproat, carbamazepine, dan lamotrigine), dan obat antipsikotik (aripiprazole, olanzapine, quetiapine, dan risperidone).
Obat-obatan ini ada yang dikonsumsi setiap hari untuk jangka panjang, ada pula yang digunakan untuk mengatasi gejala yang muncul saat episode manik atau depresi.
Kenali pemicu dan tanda-tanda kemunculan episode manik atau depresi.
Tenaga medis yang merawat dapat membantu untuk mengenali tanda-tanda ini dari riwayat gangguan sebelumnya.
Mencakup edukasi penyakit, cognitive behavioral therapy (terapi bicara untuk mengubah cara berpikir dan berperilaku seseorang), dan terapi bicara.
Terapi bicara berfokus pada hubungan antar anggota keluarga. Ini dilakukan agar saling membantu dan suportif terhadap penderita gangguan bipolar.
Misalnya, rutin berolahraga, merencanakan aktivitas yang disukai dan memberikan kepuasan, memperbaiki pola makan dan pola tidur.
Artikel Terkait: 5 Artis yang Berjuang Hadapi Gangguan Bipolar, Nomor 3 Tak Banyak yang Tahu!
Sebagian besar individu dengan gangguan bipolar tidak perlu dirawat di rumah sakit kecuali gejala berat atau membahayakan diri sendiri dan orang lain.
Gangguan bipolar merupakan kondisi yang akan dialami seumur hidup penderitanya. Episode manik dan depresi bisa kembali muncul kapan saja.
Di antara dua episode, sebagian besar penderitanya bebas dari gejala, tetapi ada pula yang gejalanya menetap.
Perawatan gangguan bipolar jangka panjang yang berkelanjutan dapat membantu orang mengelola gejala-gejala ini. Serta, membantu penderita terhindar dari risiko penyalahgunaan alkohol dan obat-obat terlarang serta bunuh diri.
***
Baca juga:
Waspada! Ini 4 jenis gangguan bipolar yang bisa menyerang anak
Parents, Perhatikan 10 Ciri Penyakit Mental yang diderita oleh Anak ini
Ibu yang Mempunyai Gangguan Mental Tetap Bisa Punya Anak, Asal …
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.