Bunda, kondisi postpartum depression (PPD) pastinya sudah tidak asing lagi. Postpartum depression atau depresi postpartum yang rentan terjadi pada ibu adalah kondisi ketika seorang ibu yang baru saja melahirkan merasakan sedih, rasa bersalah, serta kelelahan yang ekstrem dalam jangka waktu lama.
Kondisi ini biasanya terjadi pada ibu yang baru pertama kami memiliki anak. Namun, tak menutup kemungkinan terjadi juga pada ibu yang telah beberapa kali melahirkan.
Melahirkan dan memiliki anak memang momen yang membahagiakan. Namun, masa-masa ini memang masa yang paling menantang dan membutuhkan kesiapan secara mental.
Sebab, seorang ibu akan mengalami perubahan hidup yang jauh berbeda, menyangkut fisik, psikis, maupun kehidupan sosialnya.
Untuk mengetahui lebih jelas tentang depresi postpartum, simak ulasan selengkapnya di sini, Bun!
Apa Itu Depresi Postpartum?
Mengutip dari WebMD, depresi postpartum atau depresi pasca melahirkan adalah campuran kompleks dari perubahan fisik, emosional, dan perilaku yang terjadi pada beberapa ibu setelah persalinan.
PPD adalah bentuk depresi berat yang umumnya dimulai dalam waktu 4 minggu setelah melahirkan dan berlangsung lama. Kondisi ini terjadi karena dipengaruhi oleh ketidakseimbangan zat kimia di otak, perubahan fisik, dan kondisi psikologis setelah melahirkan.
Adapun perubahan kimia dalam tubuh ini juga mengakibatkan penurunan hormon yang cepat sehingga Bunda merasakan perubahan suasana hati yang ekstrem, kelelahan, dan kecemasan yang intens. Penderitanya juga bisa merasa putus harapan, tidak mau mengurus anaknya, dan merasa tidak menjadi ibu yang baik.
Selain itu, perubahan sosial dan psikologis ketika baru memiliki bayi juga bisa meningkatkan risiko depresi.
Sekitar 1 dari setiap 10 ibu akan mengalami depresi yang lebih parah dan bertahan lebih lama setelah melahirkan. Sekitar 1 dari 1.000 ibu mengembangkan kondisi yang lebih serius, yang disebut psikosis pasca persalinan.
Bukan hanya ibu, depresi postpartum juga bisa dialami oleh ayah. Biasanya terjadi pada 3-6 bulan setelah bayi lahir. Seorang ayah rentan merasakan depresi postpartum, terlebih jika sang istri mengalami kondisi ini juga.
Apa Penyebab Depresi Postpartum?
Beberapa hal yang bisa menjadi penyebab depresi postpartum adalah:
Perubahan Fisik
Terdapat perubahan hormon yang sangat besar dalam tubuh ibu setelah persalinan (terutama hormon perempuan yang disebut estrogen dan progesteron).
Tidak hanya itu, hormon tubuh lain, seperti yang diproduksi oleh tiroid juga mengalami perubahan sebagai akibat penyesuaian dari perubahan tersebut.
Hormon tiroid ini berperan dalam memberikan perubahan mood setelah melahirkan. Penurunan hormon tiroid juga membuat Anda merasa lelah, lesu, dan tertekan.
Percaya atau tidak, kelelahan dan kurang tidur juga bisa sangat memicu kondisi ini, lho. Saat kurang tidur dan kewalahan, Bunda mungkin kesulitan menangani masalah kecil sekalipun.
Ketika kelelahan dan tidak bisa mengendalikan perasaan, kecemasan juga akan muncul. Biasanya kecemasan ini akan memicu pikiran-pikiran buruk dan overthinking lain, seperti merasa tidak mampu untuk merawat bayi yang baru lahir dan sebagainya.
Permasalahan Psikis
Memiliki bayi (terutama untuk yang pertama kali) cukup sering menyebabkan ibu menjadi cemas serta merasa tidak percaya diri dengan kemampuannya dalam merawat bayi yang baru lahir.
Perasaan-perasaan seperti ini apabila terjadi secara berkepanjangan, maka dapat menyebabkan ibu berada di dalam keadaan depresi.
Faktor Risiko Lainnya
Beberapa faktor risiko lain yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya depresi postpartum antara lain:
- Memiliki riwayat depresi sebelum hamil, atau selama kehamilan
- Usia saat hamil (semakin muda, semakin tinggi kemungkinannya)
- Ambivalensi tentang kehamilan
- Jumlah anak (semakin sering melahirkan, semakin besar kemungkinan mengalami depresi pada kehamilan berikutnya)
- Riwayat keluarga dengan gangguan mood
- Mengalami peristiwa traumatis yang sangat menegangkan, seperti kehilangan pekerjaan atau krisis kesehatan
- Memiliki anak berkebutuhan khusus atau masalah kesehatan
- Memiliki anak kembar atau kembar tiga
- Memiliki riwayat depresi atau gangguan disforik pramenstruasi (PMDD)
- Tidak memiliki support system atau lingkungan yang mendukung kehamilannya.
- Hidup sendiri
- Konflik rumah tangga
- Kesulitan dalam memberikan ASI
- Kehamilan yang tidak diinginkan atau direncanakan.
Apa Gejala atau Ciri-ciri Depresi Postpartum?
Depresi postpartum sendiri memiliki gejala yang mirip dengan baby blues syndrome, tetapi dengan durasi yang lebih lama serta intensitas yang lebih berat. Adapun gejala umum dari depresi postpartum yang sering dialami ibu, di antaranya:
- Gangguan perubahan mood
- Perasaan cemas
- Rasa sedih
- Sensitif secara emosional terhadap sesuatu
- Merasa bersalah
- Menangis berlebihan, seringkali tanpa alasan yang jelas
- Penurunan konsentrasi
- Gangguan makan seperti penurunan atau peningkatan nafsu makan yang ekstrim
- Gangguan tidur, sulit tidur (insomnia) atau terlalu banyak tidur
- Menjauh dari keluarga
- Kesulitan dalam merawat bayi
- Libido rendah
- Kelelahan yang parah
Kondisi PPD juga mendatangkan gejala depresi berat lainnya, seperti:
- Tidak tertarik pada bayi atau merasa seperti tidak terikat dengan mereka
- Perasaan tertekan dan bersalah
- Perasaan marah dan kesal yang parah
- Kehilangan kesenangan terhadap apapun
- Perasaan tidak berharga, putus asa, dan tidak berdaya
- Pikiran tentang kematian atau bunuh diri
- Pikiran menyakiti diri sendiri atau orang lain, bahkan bayinya
- Kesulitan berkonsentrasi atau membuat keputusan
Pada beberapa perempuan, mereka juga mengalami gejala gangguan obsesif kompulsif (OCD) pada masa nifas (sekitar 1%-3% perempuan).
OCD biasanya terkait dengan kekhawatiran tentang kesehatan bayi atau ketakutan irasional akan membahayakan bayi. Gangguan panik juga bisa terjadi, dan semua kondisi dan depresi ini bisa dirasakan secara bersamaan.
Kapan Harus ke Dokter?
Depresi postpartum yang tidak diobati bisa membahayakan ibu baru dan bayi mereka. Karena itu, seorang ibu atau keluarga terdekatnya harus mencari bantuan profesional ketika:
- Gejala bertahan lebih dari 2 minggu
- Bunda tidak bisa beraktivitas secara normal
- Tidak bisa mengatasi situasi sehari-hari
- Memiliki pikiran untuk menyakiti diri sendiri atau sang bayi
- Merasa sangat cemas, takut, dan panik hampir sepanjang hari
Bagaimana Depresi Postpartum Didiagnosis?
Seorang dokter atau psikolog biasanya mendiagnosis seorang ibu dengan depresi pascapersalinan berdasarkan gejalanya.
Terkadang, ibu itu sendiri memerhatikan gejalanya. Di lain waktu, pasangan, anggota keluarga, atau teman yang bersangkutan yang memerhatikan gejalanya.
Dokter juga mungkin akan memberikan beberapa asesmen berupa pertanyaan terkait gejala yang dialami.
Saat menjawab pertanyaan ini, Bunda perlu jujur karena ini bisa menentukan apakah Anda mengalami depresi postpartum atau tidak.
Penyedia layanan kesehatan juga biasanya akan menyarankan tes darah, karena kondisi ini mirip dengan kondisi tiroid.
Apa Saja Pengobatan Depresi Postpartum?
Apabila depresi postpartum sudah terjadi, untuk pengobatannya sering melibatkan psikoterapi atau menggunakan obat-obatan, atau bisa juga kombinasi dari keduanya.
1. Psikoterapi
Melalui psikoterapi akan memungkinkan Parents untuk dapat bertemu langsung dengan psikiater atau psikolog, kemudian membicarakan seluruh masalah yang mendasari terjadinya depresi ini.
Psikoterapi bertujuan untuk mencari jalan keluar bagaimana menyikapi suatu masalah, sehingga tidak menyebabkan beban tersendiri bagi ibu.
2. Obat Antidepresan
Jika dibutuhkan, obat-obatan antidepresan dapat diberikan oleh dokter.
Bagi ibu yang sedang menyusui bayi, obat antidepresan umumnya tidak akan menimbulkan efek samping bagi bayi, meskipun dapat masuk ke dalam ASI.
Komplikasi Depresi Postpartum
Apabila tidak ditangani dengan tepat, lama-kelamaan depresi postpartum dapat mengganggu hubungan antara anak dengan ibu, serta menyebabkan permasalahan di dalam keluarga. Tentu Bunda tidak ingin ini terjadi, bukan?
Depresi postpartum dapat menyebabkan terjadinya komplikasi, seperti:
Bagi Ibu
Depresi postpartum yang dibiarkan terus-menerus serta tidak diberikan penanganan yang tepat dapat bertahan hingga berbulan-bulan. Hal ini akan meningkatkan risiko ibu terkena gangguan depresi kronik dan depresi-depresi besar yang lainnya.
Bagi Ayah
Depresi postpartum dapat menimbulkan efek yang berkepanjangan dalam keluarga. Jika sang ibu mengalami depresi postpartum, maka ini juga dapat meningkatkan risiko depresi pada ayah.
Bagi Anak
Anak dengan ibu yang mengalami depresi postpartum bukan tidak mungkin memiliki gangguan emosi dan perilaku. Misalnya, gangguan makan dan tidur, mudah menangis, serta keterlambatan di dalam bicara
Adakah Upaya Pencegahan Depresi Postpartum?
Untuk mencegah terjadinya depresi postpartum, maka sebaiknya segera beritahukan kepada dokter jika sebelumnya Bunda memiliki riwayat gangguan kejiwaan seperti kecemasan atau depresi.
Konsultasi dengan dokter dapat Bunda lakukan saat melakukan pengecekan rutin kehamilan.
- Selama kehamilan – Dokter akan mengobservasi gejala dan tanda dari depresi pada ibu, karena selama kehamilan ada beberapa ibu yang mungkin memiliki kecenderungan untuk mengalami depresi ringan.
- Setelah bayi lahir – Setelah bayi lahir dokter akan merekomendasikan pemeriksaan rutin untuk mengetahui apakah ada tanda-tanda depresi atau baby blues syndrome pada sang ibu.
Berikut adalah beberapa tips yang dapat membantu Bunda untuk mencegah depresi atau baby blues setelah melahirkan:
- Meminta bantuan. Biarkan orang lain tahu bagaimana mereka dapat membantu Bunda.
- Bersikaplah realistis tentang harapan Bunda untuk diri sendiri dan bayi.
- Berolahraga dalam batasan yang wajar. Mungkin Bunda bisa meminta saran dokter tentang olahraga yang aman setelah melahirkan. atau luangkan waktu jalan-jalan, dan keluar rumah untuk istirahat.
- Konsumsi makanan sehat dan bernutrisi. Juga hindari alkohol dan kafein.
- Tingkatkan hubungan dengan pasangan, misalnya dengan luangkan waktu untuk we time.
- Luangkan waktu untuk me time, di mana Bunda bisa menjadi diri sendiri dan kembali mencharge energi.
- Tetap berhubungan dengan keluarga dan teman, jangan mengisolasi diri sendiri.
- Tidur atau istirahatlah saat bayi tidur.
Jenis Kondisi Psikologis Ibu Setelah Melahirkan
Ada tiga istilah yang digunakan untuk menggambarkan perubahan suasana hati atau kondisi psikologis yang dialami ibu setelah melahirkan, yaitu:
1. Baby Blues
Terjadi pada 70% ibu pada hari-hari awal setelah melahirkan. Bunda mungkin mengalami perubahan suasana hati yang tiba-tiba, seperti merasa sangat senang dan kemudian merasa sangat sedih. Juga mungkin menangis tanpa alasan dan dapat merasa tidak sabar, rewel, gelisah, cemas, kesepian, dan sedih.
Baby blues dapat berlangsung hanya beberapa jam atau selama 1 sampai 2 minggu setelah melahirkan.
Biasanya, Anda tidak memerlukan perawatan medis atau tenaga profesional untuk mengatasi baby blues.
Kondisi ini biasanya akan membaik dengan sendirinya bila Anda sudah menemukan pola dan kenyamanan saat mengurus bayi.
2. Depresi Postpartum (PPD)
Dapat terjadi beberapa hari atau bahkan berbulan-bulan setelah melahirkan.
PPD dapat terjadi setelah kelahiran anak pertama, kedua, ataupun seterusnya. Anda dapat memiliki perasaan yang mirip dengan baby blues, seperti kesedihan, keputusasaan, kecemasan, tetapi Anda merasakannya jauh lebih kuat.
Ketika sudah tidak bisa beraktifitas dengan baik, Anda perlu menemui penyedia layanan kesehatan, seperti dokter kandungan atau psikolog. Mereka dapat membantu Anda mengatasi gejala depresi dan membuat rencana perawatan yang dibutuhkan.
Jika Anda tidak mendapatkan pengobatan untuk PPD, gejalanya bisa bertambah buruk.
3. Psikosis Postpartum
Psikosis postpartum adalah penyakit mental yang sangat serius, yang dapat dialami ibu baru. Penyakit ini bisa terjadi dengan cepat, seringkali dalam 3 bulan pertama setelah melahirkan.
Penderitanya bisa mengalami hilang kesadaran, mengalami halusinasi pendengaran (mendengar hal-hal yang tidak benar-benar terjadi, seperti orang berbicara) dan delusi (sangat mempercayai hal-hal yang jelas-jelas tidak rasional).
Gejala lain termasuk insomnia (tidak bisa tidur), perasaan gelisah dan marah, kecemasan, gelisah, diiringi dengan perasaan dan perilaku yang aneh dan tidak biasa.
Ibu yang mengalami psikosis pasca melahirkan membutuhkan perawatan segera dan hampir selalu membutuhkan pengobatan. Terkadang, pasien akan dirujuk ke rumah sakit karena mereka berisiko melukai diri sendiri atau orang lain termasuk bayi.
Apa Perbedaan Baby Blues dan Depresi Postpartum?
Tidak dapat dipungkiri, masih banyak yang belum bisa membedakan antara depresi postoartum dan baby blues.
Baby blues dan depresi postpartum adalah 2 kondisi psikologis yang bisa dialami oleh ibu setelah melahirkan, tetapi keduanya memiliki perbedaan signifikan, Bun.
Berikut adalah perbedaan antara baby blues dan depresi postpartum:
1. Baby Blues
- Baby blues adalah perubahan suasana hati yang umumnya terjadi pada ibu setelah melahirkan.
- Sindrom ini biasanya dimulai dalam minggu pertama setelah kelahiran dan berlangsung selama dua minggu.
- Gejala baby blues mencakup perasaan sedih, mudah menangis, cemas, dan kesulitan tidur.
- Gejalanya cenderung ringan dan biasanya membaik secara alami setelah beberapa minggu tanpa perlu perawatan khusus.
- Meskipun bisa menimbulkan ketidaknyamanan, baby blues umumnya tidak mengganggu kemampuan ibu untuk merawat bayi atau menjalani aktivitas sehari-hari.
2. Depresi Postpartum
- Depresi postpartum atau depresi pasca persalinan adalah gangguan kesehatan mental serius yang memengaruhi perilaku dan kesehatan fisik ibu setelah melahirkan.
- Gejala depresi postpartum lebih serius daripada baby blues dan bisa menyertai perasaan kehilangan nafsu makan atau makan berlebihan, kesulitan tidur atau tidur berlebihan, perasaan kelelahan yang berarti, dan kurangnya energi.
- Depresi postpartum bisa terjadi setelah minggu pertama melahirkan dan gejalanya dapat berlangsung lebih lama jika tidak ditangani.
- Kondisi ini memerlukan perawatan medis untuk mengontrol gejala dan membantu ibu pulih secara fisik dan mental.
- Depresi postpartum dapat memengaruhi kemampuan ibu untuk merawat bayi, ikut serta dalam aktivitas sehari-hari, dan dapat memengaruhi ikatan emosional antara ibu dan bayi.
Kesimpulannya, baby blues dan depresi postpartum adalah 2 kondisi psikologis yang memengaruhi ibu setelah melahirkan, tetapi depresi postpartum lebih serius dan memerlukan perawatan medis untuk mengatasi gejalanya.
Penting bagi ibu yang merasa terganggu oleh perubahan emosi setelah melahirkan untuk mencari dukungan dan bantuan dari tenaga medis dan keluarga.
Perbedaan Depresi Postpartum dan Psikosis Postpartum
Depresi setelah melahirkan dan psikosis pospartum atau Postpartum psychosis adalah kondisi kesehatan mental serius yang bisa dialami seorang ibu. Meski punya beberapa kesamaan, tetapi kedua kondisi ini berbeda.
Depresi pasca melahirkan memiliki gejala berupa perasaan sedih dan kelelahan ekstrem yang menganggu aktivitas sehari-hari pada seorang ibu.
Sementara itu, psikosis postpartum adalah kondisi mental parah yang sebabkan seorang ibu berhalusinasi, delusi, dan paranoia yang sebabkan kebingungan serta menimbulkan risiko berbahaya bagi keselamatan ibu maupun bayi.
Meski tingkat keparahannya berbeda, tetapi kedua kondisi ini perlu diobati segera. Jika Bunda atau orang tersayang di sekitar mengalami hal ini, maka bantuan profesional dan orang-orang terdekat sangat diperlukan.
Nah, Bunda, demikian informasi seputar depresi postpartum pada ibu. Semoga bermanfaat, ya!
***
Artikel telah diupdate oleh: Fadhila Afifah
Baca Juga:
Ayah Juga Bisa Alami Depresi Postpartum
“Lahiran caesar, istri saya dapat cibiran dari keluarga,” curhatan seorang suami
Penelitian: Bidan Dapat Mengalami PTSD Setelah Menyaksikan Persalinan yang Traumatis
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.