Pernah melihat orang yang punya kebiasaan menimbun barang-barang tidak terpakai di rumah sampai menumpuk? Atau jangan-jangan Anda sendiri suka melakukannya? Waspada! Itu bisa jadi gejala gangguan mental hoarding disorder.
Apa Itu Hoarding Disorder?
Mungkin Anda heran, kok bisa gangguan mental ini adalah salah satu bentuk dari obsessive compulsive disorder (OCD)? Bukankah keduanya bertolak belakang? Yang satu menyukai kebersihan dan kerapian, sementara yang lain suka menimbun barang-barang yang tidak jelas.
Mengutip Halodoc, secara medis hoarding disorder memang salah satu bentuk dari OCD yang ditandai dengan kecemasan berlebihan karena tingginya hasrat untuk menyimpan barang yang sudah tidak dipakai lagi.
Mereka cenderung tidak dapat membuang berbagai barang bekas, karena menganggap akan membutuhkannya nanti.
Sementara Romeo Vitelli, Ph.D. dalam laman Psychology Today mengatakan, sebagian besar orang dengan hoarding disorder juga cenderung memiliki masalah kesehatan mental seperti depresi, general anxiety disorder, OCD, dan kecemasan sosial.
Pengidap hoarding disorder sering mengalami masalah serius dengan keluarga dan teman yang dapat memperburuk gejala mereka.
Anak-anak mereka juga dapat mengalami masalah emosional jangka panjang yang bertahan lama, bahkan setelah mereka meninggalkan rumah keluarga (berpindah).
Apa bedanya dengan kemalasan?
Meskipun mirip, faktanya sifat malas dan hoarding disorder itu berbeda. Sifat malas bisa hilang jika seseorang mau atau menemukan motivasi tertentu.
Sementara itu, hoarding disorder sebuah gangguan, yang dapat memengaruhi kualitas hidup pengidapnya.
Sama halnya seperti OCD atau bentuk gangguan mental lainnya, hoarding disorder juga perlu mendapat penanganan.
Jadi, jika Anda atau orang terdekat memiliki kebiasaan menumpuk barang bekas atau sampah, dan tidak bisa menghentikannya, segera bicarakan dengan psikolog.
Jika itu dibiarkan berlanjut tanpa dapat penanganan, gangguan ini dapat membuat pengidapnya merasa stres, cemas, bahkan menutup diri dari kehidupan sosial.
Mereka mungkin akan merasa malu dengan kebiasaannya menumpuk sampah, tetapi tidak tahu bagaimana cara menghentikan kebiasaannya itu.
Gejala Hoarding Disorder
- Kesulitan untuk membuang atau berpisah dengan harta milik mereka, terlepas dari nilai aktualnya.
- Merasa sedih karena berpisah dengan barang-barang miliknya.
- Membiarkan barang-barang menumpuk sampai ke titik sulit bergerak karena ruangan penuh sesak, seringkali memerlukan intervensi oleh orang lain untuk menyudahinya.
- Menimbun barang sampai mengganggu kehidupan sehari-hari, termasuk pekerjaan dan hubungan dengan teman atau keluarga.
- Penimbunan tidak dapat dijelaskan dengan lebih baik oleh gangguan mental lain, seperti cedera otak, gangguan obsesif-kompulsif, atau penyakit mental lainnya.
Penyebab Hoarding Disorder
Seperti halnya gangguan mental lainnya, penyebab hoarding disorder tidak bisa diketahui secara pasti.
Namun, ada beberapa hal yang dapat memicu munculnya gangguan ini, yaitu:
1. Selalu berpikir: Barang bekas bisa dipakai lagi nanti
Untuk barang-barang yang memang dirancang reusable (bisa dipakai lagi) mungkin tidak masalah jika disimpan untuk digunakan kembali.
Namun, pengidap hoarding disorder ini awalnya memiliki kebiasaan berpikir bahwa barang bekas bisa dipakai lagi suatu saat nanti, lantas ia memutuskan untuk menyimpannya.
Padahal, bisa saja barang tersebut justru tidak disarankan untuk dipakai ulang. Misalnya, botol air mineral, wadah makanan dari restoran, yang sebenarnya untuk sekali pakai saja.
Kebiasaan ini juga dapat menambah barang berukuran besar, seperti televisi yang sudah rusak. Karena yakin bisa diperbaiki kembali, Anda lalu menyimpannya. Namun, nyatanya barang itu berakhir menumpuk menjadi gunungan sampah.
2. Kepuasan tersendiri pada barang bekas yang memiliki kenangan
Menurut Anxiety and Depression Association of America, hoarding disorder juga bisa terjadi karena adanya kepuasan tersendiri yang dirasakan ketika menyimpan suatu barang bekas.
Alasannya, bisa jadi karena benda tersebut memiliki kenangan tersendiri.
Misalnya, menyimpan sobekan tiket bioskop yang ditonton bersama pasangan, berbulan-bulan atau bertahun-tahun yang lalu. Jika dibuang, dia akan merasa kehilangan kenangan.
3. Pengidap pernah mengalami peristiwa traumatis
Pengalaman akan kejadian traumatis dan penuh tekanan di masa lalu dapat memicu seseorang mengalami gangguan mental ini.
Misalnya, kematian orang terdekat, perceraian, atau kehilangan benda berharga karena kebakaran.
Berbagai kejadian tersebut dapat membuat seseorang lebih senang menyimpan barang bekas yang sebenarnya harus dibuang, karena merasa takut kehilangan.
4. Mengidap gangguan mental lain
Hoarding disorder pada dasarnya adalah bentuk dari OCD. Jadi, gangguan ini juga bisa terjadi akibat adanya gangguan mental lain yang diidap, seperti OCD, gangguan kecemasan, atau depresi.
Semoga informasi tentang hoarding disorder ini bisa bermanfaat untuk Anda, Parents.
Baca juga:
Prilly Latuconsina Mengaku Idap Gangguan Mental OCD, Berbahayakah?
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.