Retensio plasenta adalah kondisi di mana ari-ari tertinggal di rahim.
Kondisi ini bisa menimbulkan komplikasi serius, dari perdarahan hingga ancaman kematian.
Mengapa bisa terjadi dan adakah cara mencegahnya? Simak di sini, Parents.
Artikel terkait: 5 Fakta Menarik Ari-Ari Bayi dan Cara Mengurusnya Setelah Persalinan
Apa Itu Retensio Plasenta?
Retensio plasenta terjadi ketika ari-ari tidak keluar setelah bayi lahir.
Pada kondisi normal, rahim akan tetap berkontraksi setelah bayi lahir untuk mengeluarkan plasenta.
Tetapi terkadang terjadi kondisi di mana ari-ari tidak bisa keluar secara alami dari rahim, atau sulit keluar sendiri.
Bila hal ini terjadi, maka proses mengeluarkan ari-ari harus dimanipulasi agar bisa dikeluarkan dari rahim.
National Institute for Health and Care Excellence (NICE) menyatakan, retensio plasenta terjadi ketika ari-ari tak kunjung keluar selama lebih dari 30 menit. Walau sudah dirangsang, dan dicoba dengan cara alami selama satu jam.
Ari-ari yang tertinggal di dalam rahim, bisa menimbulkan infeksi atau kehilangan darah dalam jumlah banyak.
Hal ini tentu saja membahayakan kesehatan ibu.
Bila ibu tidak bisa mengeluarkan ari-ari bayi secara alami, akan dibantu dengan obat yang disuntikkan ke paha ibu.
Untuk membantu merangsang kontraksi supaya ari-ari keluar.
Artikel terkait: Akibat Plasenta Tertinggal di Dalam Rahim, Kaki dan Tangan Ibu Ini Harus Diamputasi
Jenis dari Retensio Plasenta?
Placenta retention dibedakan menjadi beberapa jenis, berdasarkan penyebabnya, yakni sebagai berikut.
1. Placenta Adheren
Kondisi ini terjadi akibat rahim gagal berkontraksi penuh untuk mengeluarkan ari-ari.
Meski sudah berkontraksi, namun tidak cukup kuat untuk mengeluarkan seluruh bagian ari-ari.
Sehingga sebagian ari-ari atau seluruhnya tetap melekat di dinding rahim.
2. Ari-ari Terjebak
Kondisi ini terjadi ketika ari-ari terlepas dari dinding rahim, namun tidak bisa keluar dari tubuh ibu.
Plasenta terjebak ketika leher rahim menutup setelah melahirkan bayi, namun ari-ari belum sempat keluar.
3. Plasenta Akreta
Plasenta akreta terjadi ketika plasenta menempel terlalu dalam pada lapisan otot dinding rahim, bukan pada dinding rahim.
Hal ini dapat membuat proses pengeluaran plasenta jauh lebih sulit.
Selain itu, juga dapat menyebabkan kesulitan saat proses kelahiran dan dapat menyebabkan perdarahan hebat.
4. Plasenta Perkreta
Terjadi karena ari-ari tumbuh keluar hingga menembus dinding rahim.
5. Atonia Rahim
Kondisi ini terjadi ketika ibu berhenti berkontraksi atau tidak cukup kuat untuk mendorong ari-ari keluar dari rahim.
Artikel terkait: Waspada Plasenta Lepas pada Trimester Kedua dan Ketiga
Penyebab Terjadinya Retensio Plasenta
- Plasenta perkreta terjadi akibat ari-ari yang tumbuh keluar dinding rahim
- Atoni rahim disebabkan oleh kontraksi yang berhenti, sehingga ari-ari tidak bisa keluar secara alami
- Plasenta adheren ketika semua bagian ari-ari terjebak di dinding rahim. Dalam kasus yang langka, kondisi ini terjadi karena ari-ari terbenam terlalu jauh di dalam rahim
- Plasenta akreta biasanya terjadi jika sebelumnya pernah menjalani operasi cesar. Luka bekas operasi membuat ari-ari terbenam terlalu dalam di dinding rahim.
- Ari-ari terjebak diakibatkan oleh ari-ari yang lepas dari dinding rahim, namun tidak bisa dikeluarkan tubuh. Disebabkan oleh mulut rahim yang menutup sebelum ari-ari sempat keluar.
Bidan atau dokter kandungan bisa mencegah retensio ari-ari dengan menarik tali pusar dengan lembut.
Namun, jika tarikannya terlalu kuat, berisiko memutuskan tali pusat sedangkan ari-ari belum lepas sepenuhnya dari dinding rahim.
Atau, jika tali pusat terlalu tipis.
Bila hal ini terjadi, proses mengeluarkan ari-ari bisa dilakukan dengan menggunakan obat perangsang kontraksi.
Artikel terkait: Benarkah Ari-ari Bayi Besar Dipengaruhi Makanan Ibu Hamil? Cek Ulasannya
Faktor Risiko Ari-ari Tertinggal di Rahim
Faktor-faktor berikut ini dapat meningkatkan risiko dari retensio plasenta, yaitu:
- Kehamilan di atas usia 30 tahun
- Persalinan prematur, di usia kehamilan di bawah 34 minggu
- Ada jeda waktu yang lama antara proses persalinan tahap pertama dan kedua
- Bayi lahir mati (stillbirth)
- Respon terhadap suntikan induksi atau obat tambahan saat proses persalinan berlangsung
- Sebelumnya pernah mengalami retensio plasenta
- Pernah melahirkan lebih dari lima kali
- Pernah menjalani operasi bedah rahim
Gejala Retensio Plasenta yang Harus Diwaspadai
Jika ibu hamil mengalami gejala-gejala di bawah, segera ke rumah sakit.
- Demam
- Cairan vagina atau keluar keputihan yang berbau tidak sedap, disertai sebagian membran plasenta
- Perdarahan tanpa henti
- Kram parah dan kontraksi
- Keterlambatan produksi ASI
Renee Kam, seorang konsultan laktasi bersertifikat internasional menyatakan, keluarnya plasenta akan memberi sinyal pada tubuh ibu untuk segera memproduksi ASI.
Apabila ari-ari masih tertinggal di dalam rahim, sinyal ini terputus dan produksi ASI menjadi terhambat.
Penanganan Ari-ari Tertinggal di Rahim
- Mengeluarkan ari-ari dengan tangan: Dokter akan mengeluarkan ari-ari dengan cara memasukkan tangan ke dalam rahim untuk mengeluarkan plasenta secara manual. Sebelumnya, dia akan memasang kateter di saluran kencing Bunda. Juga memberi obat bius agar ibu tidak merasakan sakit selama proses ini.
- Menarik tali pusat: Hal ini hanya bisa dilakukan jika ari-ari sudah terlepas dari dinding rahim, namun tidak bisa keluar. Dokter akan menarik tali pusat secara perlahan hingga ari-ari benar-benar keluar
- Kuretase: Pada kasus plasenta akreta, mengeluarkan ari-ari secara manual dilakukan sebagian, kemudian kuretase untuk membersihkan sisanya. Kuretase biasanya dilakukan untuk membersihkan sisa-sisa ari-ari yang masih menempel di dinding rahim.
- Histerektomi : Pada kasus plasenta perkreta, di mana ari-ari tertanam terlalu dalam di dinding rahim. Satu-satunya metode yang bisa membantu. Proses ini dilakukan untuk mengangkat rahim. Konsekuensinya, Bunda tidak akan pernah bisa hamil lagi.
Pencegahan agar Tidak Terjadi Ari-ari Tertinggal di Rahim
Sayangnya, tidak ada yang benar-benar bisa dilakukan untuk mencegah ari-ari tertinggal di dalam rahim.
Namun, jika sebelumnya Bunda pernah mengalami hal ini, Anda berisiko tinggi mengalaminya kembali.
Beritahu dokter Anda agar dia waspada selama tahapan ketiga proses persalinan.
Skin to skin contact dengan bayi bisa mengurangi risiko.
Hindari penggunaan induksi oksitoksin untuk mengurangi risiko retensio plasenta, juga cesar dan luka rahim. Terlalu banyak oksitoksin bisa memicu atoni rahim.
Diskusikan semua kekhawatiran Anda untuk mencegah segala macam komplikasi yang mungkin terjadi.
***
Semoga informasi ini bermanfaat, Parents.
Baca juga:
Mengenal Ruptured Plasenta atau Plasenta Lepas
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.