Plasenta menjadi organ yang vital dalam kehamilan karena menjadi organ perantara pemenuhan zat gizi dan oksigen pada janin. Oleh karena itu, kelainan pada plasenta harus diwaspadai, salah satunya adalah plasenta akreta.
Kondisi ini dianggap sebagai komplikasi kehamilan berisiko tinggi sehingga setiap ibu hamil patut mewaspadai gejala, komplikasi, dan penyebabnya.
Artikel Terkait: Mengenal Plasenta Previa, Gejala hingga Perawatan yang Tepat
Apa Itu Plasenta Akreta?
Plasenta akreta adalah kondisi ketika plasenta tumbuh terlalu dalam ke dinding rahim saat hamil.
Normalnya, plasenta terlepas dari dinding rahim setelah melahirkan. Namun pada kondisi ini, sebagian atau seluruh plasenta akan tetap melekat.
Tentu, kondisi ini bisa membahayakan, ya, Bunda. Diketahui, ini dapat menyebabkan kehilangan darah yang parah setelah melahirkan.
Lantas, apakah plasenta akreta berbahaya?
Perlu Bunda ketahui, plasenta akreta dianggap sebagai komplikasi kehamilan dengan dampaknya yang cukup serius.
Jika kondisi ini didiagnosis selama kehamilan, seorang ibu kemungkinan harus melahirkan secara operasi caesar dini, diikuti dengan operasi pengangkatan rahim (histerektomi).
Penyebab Plasenta Akreta
Secara spesifik, penyebab kondisi ini tidak diketahui, tetapi diduga disebabkan oleh jaringan parut atau kelainan lainnya yang terjadi pada lapisan rahim.
Berikut adalah beberapa kondisi yang dapat menyebabkan terjadinya plasenta akreta pada kehamilan:
1. Operasi Caesar Berkali-kali
Perempuan yang pernah menjalani beberapa kali operasi caesar akan memiliki risiko lebih tinggi terkena plasenta akreta. Sekitar lebih dari 60 persen kasus plasenta akreta bisa terjadi karena hal ini.
Prosedur operasi caesar dapat menimbulkan jaringan parut pada rahim. Semakin banyak operasi caesar yang dilakukan perempuan dari waktu ke waktu, maka semakin tinggi risiko plasenta akreta.
2. Plasenta Previa
Menurut ahli, kondisi ini terjadi sekitar 5-10 persen perempuan dengan kondisi plasenta previa.
Selama kehamilan, plasenta akan bergerak saat rahim meregang dan tumbuh membesar.
Pada awal kehamilan, plasenta umum berada di bagian bawah rahim. Namun, pada trimester ketiga, plasenta harus berada di bagian atas rahim agar serviks dapat terbuka untuk melahirkan.
Plasenta previa adalah masalah kehamilan di mana plasenta terus berada di bagian bawah rahim dan menutupi seluruh atau sebagian dari pembukaan serviks. Plasenta previa terjadi pada 1 dari 200 kehamilan.
Pada pasien dengan plasenta previa dan riwayat operasi caesar sebelumnya, risiko kondisi ini meningkat seiring dengan jumlah operasi caesar yang pernah dialami pasien.
3. Pengangkatan Mioma Rahim
Mioma rahim adalah jenis tumor nonkanker umum yang dapat tumbuh di dalam dan di rahim. Sekitar 40 hingga 8o persen perempuan memiliki mioma.
Akan tetapi, banyak perempuan tidak mengalami gejala apa pun dari mioma tersebut sehingga mereka tidak menyadari bahwa mereka memiliki mioma.
Mioma kecil sering kali tidak memerlukan pengobatan dan tanpa gejala, tetapi mioma yang lebih besar dapat diobati dengan pembedahan.
Operasi pengangkatan mioma rahim dapat melukai lapisan rahim sehingga menimbulkan jaringan parut yang kemudian dapat berkembang menjadi plasenta akreta.
Faktor Risiko Ibu yang Rentan Mengalami Plasenta Akreta
Lantaran penyebabnya belum benar-benar diketahui, kondisi ini mungkin terjadi pada siapa pun. Namun, memang ada beberapa kondisi kehamilan yang bisa meningkatkan risiko, seperti:
1. Usia Ibu
Faktor usia juga diketahui berkaitan erat dengan kondisi ini. Biasanya, kondisi ini bisa lebih sering ditemukan pada ibu yang hamil di atas 35 tahun.
2. Frekuensi Melahirkan
Risiko kondisi ini rupanya bisa meningkat karena jumlah kehamilan yang juga meningkat.
3. Faktor Risiko Lainnya
Selain itu, faktor risiko plasenta akreta lainnya adalah, mendapat kehamilan melalui bayi tabung, serta kondisi plasenta di bawah rahim ketika hamil, maka berisiko tinggi mengalami kondisi ini.
Artikel terkait: Sulit merasakan tendangan janin bisa jadi tanda plasenta anterior, bahayakah?
Gejala Pasenta Akreta
Lalu, apa sajakah gejala yang bisa terjadi bila ibu hamil mengalami kondisi ini?
Kondisi ini sering tidak menimbulkan tanda atau gejala selama kehamilan.
Namun, pada beberapa kasus, gejala yang dirasakan berupa perdarahan pada usia kehamilan 28-40 minggu atau ketika memasuki trimester ketiga.
Waspadai kondisi perdarahan ini selama trimester ketiga. Kondisi ini juga bisa terdeteksi melalui USG rutin.
Dampak Plasenta Akreta pada Ibu dan Janin
Kondisi ini dapat menimbulkan risiko bagi ibu seperti:
- persalinan prematur,
- kerusakan rahim dan organ-organ di sekitarnya
- menjadi infertil karena perlunya histerektomi atau pengangkatan rahim
- perdarahan berlebihan yang memerlukan transfusi darah
- kematian.
Lantaran kemungkinan besar Bunda akan melahirkan sebelum hari perkiraan lahir, suntikan steroid akan diberikan selama kehamilan untuk membantu mempersiapkan bayi menghadapi dunia luar.
Steroid dapat membantu mengurangi kemungkinan masalah pernapasan dan masalah lain pada bayi prematur.
Dampak dari plasenta akreta untuk bayi adalah risiko komplikasi kesehatan karena kelahiran prematur.
Bayi prematur lebih cenderung memiliki masalah kesehatan yang kronis.
Beberapa bayi prematur mungkin memerlukan perawatan di rumah sakit daripada bayi yang lahir cukup bulan.
Infeksi, asma, dan masalah makan lebih mungkin terjadi. Bayi prematur juga berisiko tinggi mengalami sindrom kematian bayi mendadak (SIDS).
Diagnosis Plasenta Akreta
Kapan plasenta akreta dapat terdeteksi?
Jika Bunda mengalami pendarahan atau bercak darah (spotting) pada trimester ketiga, segera temui dokter karena hal tersebut merupakan ciri-ciri dari plasenta akreta.
Ada kemungkinan dokter akan meminta Bunda untuk tidak melakukan hubungan seks untuk sementara dan melakukan pemeriksaan.
Biasanya, plasenta akreta didiagnosis dengan USG. Pun bisa diidentifikasi saat melakukan pemeriksaan prenatal rutin.
Jika dokter mencurigai adanya kemungkinan plasenta akreta, tetapi tidak dapat dipastikan dengan USG, dokter mungkin akan menganjurkan untuk melakukan pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance Imaging).
Dengan menggunakan teknologi ultrasound atau MRI, dokter dapat menentukan seberapa dalam plasenta menempel di dinding rahim.
Bunda juga akan disarankan melakukan MRI saat hamil jika termasuk pada kategori ibu hamil yang berisiko mengalaminya.
Artikel terkait: 10 Tanda Janin Stres yang Perlu Ibu Hamil Ketahui, Jangan Diabaikan!
Komplikasi
Ada beberapa komplikasi yang bisa terjadi pada ibu hamil, seperti:
1. Perdarahan Vagina Berat
Kondisi ini bisa menimbulkan perdarahan hebat pada ibu pascamelahirkan. Tak bisa disepelekan, kondisi ini bisa sampai mengancam jiwa karena bisa mengakibatkan komplikasi lainnya.
Ibu berkemungkinan mengalami koagulopati intravaskular diseminata atau kondisi darah tidak membeku secara normal, paru-paru mengalami kegagalan, hingga gagal ginjal.
Pada kondisi ini, tentu transfusi darah amat diperlukan.
2. Kelahiran Prematur
Kondisi ini dapat menyebabkan persalinan mulai lebih awal atau dikenal juga dengan istilah lahir prematur.
Saat mengalami perdarahan selama kehamilan, Bunda mungkin diharuskan untuk melahirkan janin lebih awal.
Lantaran gejalanya yang tidak spesifik, Bunda yang memiliki faktor risiko yang sudah disebutkan disarankan untuk lebih sering melakukan konsultasi ke dokter.
Artikel terkait: Zee Zee Shahab sukses merawat kedua anak prematur, ini 5 rekomendasi caranya!
Cara Mengatasi Plasenta Akreta
Perawatan plasenta akreta dapat bervariasi. Jika kondisi ini didiagnosis tepat waktu atau pada tahap awal, dokter akan mengawasi kehamilan dengan ketat agar dapat berjalan dengan lancar.
Tak jarang, ibu hamil dengan kondisi ini harus menjalani persalinan darurat.
Pada umumnya, dokter akan menjadwalkan operasi caesar untuk melahirkan bayi dengan plasenta akreta, sering kali beberapa minggu sebelum hari perkiraan lahir. Hal ini dilakukan untuk mengurangi risiko perdarahan akibat kontraksi atau persalinan.
Apabila kasusnya parah atau terlalu melekat ke rahim dan berpotensi menyerang organ lain, histerektomi atau pengangkatan rahim adalah pilihan teraman bagi ibu.
Pengangkatan rahim dengan plasenta yang masih menempel dapat meminimalkan risiko perdarahan yang berlebih atau hemoragi.
Mencegah Plasenta Akreta
Pengalaman melahirkan dengan plasenta akreta tentu saja tidak ingin dialami siapa pun.
Namun sayangnya, plasenta akreta tidak dapat dicegah. Risiko akan meningkat jika ibu pernah menjalani beberapa operasi caesar di masa lalu dan/atau mengalami plasenta previa.
Jika Bunda pernah menjalani operasi caesar sebelumnya dan mengalami plasenta previa, bicarakan dengan dokter tentang risiko plasenta akreta pada kehamilan Bunda kali ini.
Para ahli berpendapat karena plasenta akreta sangat terkait dengan operasi caesar atau operasi pada rahim yang pernah dialami sebelumnya, menghindari operasi-operasi ini jika memungkinkan, dapat membantu meminimalkan risiko plasenta akreta.
***
Plasenta akreta adalah kondisi langka dan serius yang dapat membahayakan ibu dan bayi. Jika mengalaminya, segeralah berkonsultasi kepada dokter ya, Bunda.
Artikel diupdate oleh: Annisa Pertiwi
Baca Juga:
Bagaimanakah Posisi Normal Plasenta Selama Kehamilan? Ini Jawabannya, Parents
20 Foto dari Tali Pusar Bayi Sesaat setelah Dilahirkan, Menakjubkan!
Bila Anda Mengalami Plasenta Previa
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.