Banyak masyarakat awam yang masih asing dengan sindrom tourette, mungkin Parents juga salah satunya? Perlu diketahui, seseorang yang mengidap sindrom ini tidak bisa mengendalikan gerak-gerik tubuhnya.
Untuk mengetahui lebih lengkap mengenai sindrom tourette, simak penjelasannya di bawah ini, ya, Bunda.
Apa Itu Sindrom Tourette?
Tourette Syndrome (TS) atau sindrom tourette adalah suatu kondisi sistem saraf di mana penderitanya tidak bisa mengendalikan gerak-gerik tubuhnya. Maksud dari tidak bisa mengendalikan gerak-gerik tubuhnya adalah, gerakan yang dilakukan penderita sindrom tourette terjadi secara tiba-tiba, tak disengaja, berulang dan di luar kendali. Gerakan ini disebut dengan istilah ‘tics‘.
Tics bisa berupa kedutan (pada hidung dan mulut), cegukan, kedipan mata, hentakan kepala, gerakan mengangkat bahu, pandangan mata yang beralih, bahkan pada beberapa kasus, tics-nya lebih kompleks.
Apa pun itu, orang yang memiliki tics tidak dapat menghentikan tubuh mereka dari melakukan hal-hal tersebut dan tidak disengaja. Misalnya, ia mungkin akan terus berkedip berulang kali, atau membuat suara mendengus. Terkadang, mereka dapat menghentikan tics tertentu untuk sementara waktu, tetapi lebih sering tidak bisa.
Penyebab Sindrom Tourette
Hingga saat ini, menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), penyebab pasti sindrom tourette masih belum diketahui. Namun para ahli menduga, kondisi ini disebabkan oleh beberapa faktor.
Di antaranya yaitu, kelainan pada sistem saraf otak, bawaan atau keturunan (genetika), dan lingkungan. Bahan kimia di otak yang mengirimkan impuls saraf (neurotransmitter), termasuk dopamin dan serotonin, juga mungkin memiliki peranan.
Selain itu, kondisi fisik bayi saat lahir juga dipercaya dapat jadi penyebab munculnya sindrom ini, misalnya jika berat lahir rendah serta kuman streptococcus pada anak juga diduga bisa menyebabkan sindrom ini.
Apabila si kecil mengalaminya, maka kelainan mulai tampak ketika usia 2 tahun, hingga menginjak usia remaja 15 tahun. Namun, melansir laman Mayo Clinic, rata-rata muncul di sekitar usia 6 tahun. Penderitanya lebih banyak pada anak laki-laki, yakni sekitar 3-4 kali lebih mungkin dibandingkan anak perempuan.
Faktor Risiko
Ada dua faktor risiko yang memengaruhi sindrom tourette, yaitu:
- Riwayat Keluarga. Memiliki riwayat keluarga sindrom tourette atau gangguan tics lainnya dapat meningkatkan risiko mengembangkan sindrom tourette.
- Jenis kelamin. Sindrom ini lebih mungkin dialami oleh anak laki-laki dengan jumlah tiga sampai empat kali lebih banyak dibandingkan anak perempuan.
Gejala Sindrom Tourette
Gejala utama dari sindrom tourette adalah tics. Tics biasanya mulai terjadi pada si penderita ketika usia 5 hingga 10 tahun. Tanda pertama yang sering muncul adalah tics motorik yang terjadi di area kepala dan leher, dan akan semakin memburuk ketika anak berada dalam kondisi menegangkan atau terlalu semangat. Tics akan cenderung membaik ketika anak merasa tenang kembali atau fokus pada suatu aktivitas.
Jenis tics dan seberapa sering seseorang mengalami tics banyak berubah dari waktu ke waktu. Meskipun gejalanya mungkin muncul, hilang, dan muncul kembali, kondisi ini dianggap kronis.
Dalam kebanyakan kasus, tics berkurang selama masa remaja dan dewasa awal, dan ada juga, kok, yang benar-benar hilang sama sekali. Namun, banyak orang dengan sindrom tourette mengalami tics hingga dewasa –dan dalam beberapa kasus malah menjadi lebih buruk.
Gejala yang parah dapat secara signifikan mengganggu komunikasi, fungsi sehari-hari, dan kualitas hidup. Di samping itu, Tics diklasifikasikan sebagai:
- Tics sederhana: Gerakan atau suara yang tiba-tiba, singkat, dan berulang ini melibatkan sejumlah kelompok otot.
- Tics yang kompleks: Pola gerakan yang berbeda dan terkoordinasi ini melibatkan beberapa kelompok otot.
Selain itu, Tics juga dapat melibatkan gerakan (motor tics) atau suara (vocal tics). Jenis motorik sendiri biasanya dimulai sebelum adanya tics vokal. Tetapi spektrum tics yang dialami orang beragam.
Berikut tics motorik umum terlihat pada sindrom Tourette:
1. Sederhana
- Mata berkedip
- Menghentakkan kepala
- Mengangkat bahu
- Menatap mata
- Hidung berkedut
- Gerakan mulut
2. Kompleks
- Menyentuh atau mencium benda
- Mengulangi gerakan yang diamati
- Melangkah dalam pola tertentu
- Gerakan tidak terduga
- Membungkuk atau memutar
- Melompat
Sementara, tics vokal umum terlihat pada sindrom Tourette sebagai berikut.
1. Sederhana
- Dengkur
- Batuk
- Membersihkan tenggorokan
2. Kompleks
- Mengulangi kata sendiri
- Mengulangi kata orang lain
- Menggunakan kata-kata vulgar atau cacian
Meskipun media sering menggambarkan pengidap sindrom tourette sebagai orang yang tanpa sadar meneriakkan kata-kata makian (disebut coprolia) atau terus-menerus mengulangi kata-kata orang lain (disebut echolalia), gejala-gejala ini jarang terjadi, dan tidak memerlukan diagnosis TS.
Sebelum timbulnya tics motorik atau vokal, Anda mungkin akan mengalami sensasi tubuh yang tidak nyaman. Seperti misalnya, gatal, kesemutan, atau ketegangan. Dengan susah payah, beberapa orang yang memiliki sindrom Tourette dapat menghentikan atau menahannya untuk sementara waktu.
Sejauh ini tidak ada obat untuk mengatasi gejala sindrom tourette, terutama bila gejalanya tidak mengganggu. Namun, ada beberapa perawatan yang tersedia.
Jenis Tics
CDC menyebutkan ada dua jenis tics, yaitu:
1. Motor Tics
Motor tics atau tics motorik adalah gerakan tubuh yang ditandai dengan berkedip, mengangkat bahu, atau menyentak lengan. Jenis ini bisa terjadi secara simpel maupun kompleks.
Pada kategori yang simpel, penderita sindrom tourette akan melakukan gerakan yang sama dan berulang dengan melibatkan kelompok otot dalam jumlah terbatas, seperti berkedip, mengangguk, menggeleng, dan menggerak-gerakkan mulut.
Sementara pada kategori kompleks, gerakannya menggunakan beberapa otot sekaligus, seperti menyentuh atau mengendus suatu benda, meniru pergerakan suatu benda, menekuk atau memutar badan, meloncat, dan melangkah dalam pola tertentu.
2. Vocal Tics
Sementara vocal tics atau tics vokal adalah suara yang dihasilkan tanpa sadar secara berulang oleh penderita sindrom tourette. Contohnya batuk, bersenandung, berdeham, atau meneriakkan kata atau frasa, atau membuat suara menyerupai binatang bahkan sampai menggonggong. Namun, berbeda dengan latah, ya, Bunda.
Kasus ini juga bisa berkembang menjadi complex vocal tics, di mana penderitanya mengalami gejala mengulang perkataan sendiri (palilalia) atau perkataan orang lain (echophenomena), dan mengucapkan kata-kata kasar dan vulgar (koprolalia).
Biasanya ini terjadi saat penderitanya merasa stres, cemas, kelelahan, atau saat terlalu semangat.
Ada juga jenis tics yang dikenal dengan simple tics dan complex tics, yaitu:
Simple tics atau tics sederhana hanya melibatkan beberapa bagian tubuh. Contohnya, menyipitkan mata atau mengendus.
Complex tics atau tics kompleks biasanya melibatkan beberapa bagian tubuh yang berbeda dan dapat memiliki pola. Contoh tics kompleks adalah mengayunkan kepala sambil menyentak lengan dan kemudian melompat.
Diagnosis Sindrom Tourette
Tidak ada tes tunggal, seperti tes darah, untuk mendiagnosis sindrom tourette. Dokter akan membuat diagnosis berdasarkan riwayat gejala yang dialami anak, mulai dari awal tics terjadi, (usia dan pada momen apa), seberapa sering tics terjadi (berapa kali sehari, hampir setiap hari atau berselang-seling), dan apa saja penyebabnya.
Gejala dan jenis tics pada tiap anak berbeda, begitu juga dengan durasi atau lamanya gejala berlangsung. Bisanya, sindrom tourette dapat didiagnosis jika si penderita sudah mengalami tics motorik dan vokal setidaknya selama satu tahun dan sebelum anak berusia 18 tahun.
Pemeriksaan yang dilakukan dokter juga untuk memastikan bahwa tics yang muncul bukan karena penggunaan obat-obatan, zat, atau kondisi medis lainnya.
Sindrom tourette memang bukan kondisi yang mengganggu psikis, tetapi penderitanya disarankan bertemu psikiater atau pun terapis. Dengan begitu, stres yang mereka alami karena keadaannya dapat teratasi.
Ini baik dilakukan agar penderitanya dapat mengetahui teknik relaksasi yang tepat. Dalam sesi psikoterapi, terapis juga dapat menggunakan beberapa metode bantuan seperti hipnosis, meditasi, dan teknik pernapasan.
Bertemu psikiater ataupun terapis dapat membantu mereka mengomunikasikan masalah yang dialaminya berkaitan dengan sindrom ini. Meskipun, tidak dapat menghilangkan tics mereka.
Komplikasi yang Mungkin Timbul
Orang dengan sindrom tourette sering menjalani kehidupan yang sehat dan aktif. Namun, sindrom ini sering melibatkan tantangan perilaku dan sosial yang dapat merusak citra diri si penderita.
Kondisi komplikasi yang sering dikaitkan dengan sindrom tourette meliputi:
Itu membantu anak mengatasi beberapa masalah di atas, dibutuhkan dukungan dari keluarga dan terapis.
Artikel terkait: Waspada bila anak terlambat jalan dan bicara, bisa jadi alami gangguan ini!
Prevalensi
Melansir dari Tourette.org, sebuah studi telah menunjukkan bahwa sebanyak 1 dari 5 anak (usia 6-17 tahun) mengalami tics pada suatu saat selama masa kanak-kanak mereka. Studi berbasis populasi dan komunitas ini memiliki perkiraan prevalensi yang luas untuk sindrom tourette.
Mulai dari 2,6 hingga 38 kasus per 1.000 anak. Namun, sebagian besar penelitian yang diselesaikan dalam dekade terakhir menemukan angka antara 3 dan 8 per 1.000.
Di sisi lain, CDC melaporkan pada tahun 2009 perkiraan prevalensi sindrom tourette ada 3 dari setiap 1.000 anak memiliki sindrom tersebut. Secara keseluruhan, estimasi rata-rata adalah sekitar 6 per 1.000 anak.
Sementara itu, perkiraan prevalensi gangguan motorik atau tics vokal kronis juga bervariasi, dengan tingkat di kisaran 3 sampai 8 (rata-rata 6) per 1.000 anak. Oleh karena itu, gabungan rata-rata prevalensi sindrom tourette dan gangguan motorik atau tic vokal kronis diperkirakan 12 per 1.000 anak.
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan prevalensi gangguan tic pada orang dewasa. Tetapi, ini diharapkan lebih sedikit daripada anak-anak karena fakta bahwa gejala tic mereda pada masa remaja akhir atau dewasa awal.
Cara Menangani Sindrom Tourette
Sindrom tourette dengan gejala yang ringan umumnya tidak memerlukan pengobatan, dan penderitanya masih bisa melakukan aktivitas seperti biasanya. Namun, jika gejala yang dialami sampai mengganggu aktivitas sehari-hari (mengganggu sekolah, pekerjaan, atau kehidupan sosial; atau menyebabkan stres), atau membahayakan diri maka psikoterapi bisa jadi solusi.
Terapi perilaku kognitif juga dapat meringankan gejala dari ADHD, OCD, dan depresi yang dialami penderitanya. Tics pada beberapa penderita sindrom tourette juga bisa menyebabkan rasa sakit atau cedera.
Berikut beberapa cara dalam menangani sindrom tourette:
1. Obat-obatan
Meski belum ditemukan obatnya, beberapa obat dapat membantu pasien mengendalikan tics, seperti obat-obat antipsikotik seperti haloperidol, antidepresan, suntik botox, atau obat antikonvulsan.
Obat-obatan dapat digunakan untuk mengurangi tics parah atau mengganggu, serta mengurangi gejala kondisi terkait, seperti ADHD atau OCD.
Obat-obatan memang tidak menghilangkan tics sepenuhnya, tetapi bisa membantu beberapa orang dengan sindrom ini dalam menjalani kehidupan sehari-hari mereka.
Tidak ada satu obat yang terbaik pada semua penderita, dan dokter meresepkan obat sesuai dengan kondisi si penderitanya. Dokter akan mencari obat dan dosis yang memiliki hasil terbaik dan efek samping paling sedikit pada penderita.
Obat-obat ini juga ternyata memiliki efek samping yang mencakup penambahan berat badan, otot kaku, kelelahan, dan kegelisahan. Oleh karena itu, dokter harus sangat berhati-hati dalam memberikan resepnya.
2. Terapi Perilaku
Merupakan perawatan yang mengajarkan anak dengan sindrom tourette cara mengelola tics mereka. Terapi perilaku bukanlah obat, tapi bisa membantu mengurangi jumlah tics, tingkat keparahan tics, dampak dari tics, atau kombinasi dari semuanya.
3. DBS (Deep Brain Stimulation)
Elektroda ditanam ke dalam otak pasien, untuk merangsang reaksi otak dalam. Namun, DBS hanya direkomendasikan bagi penderita dengan gejala yang parah, dan tidak tertangani dengan terapi lain.
Penderita tourette umumnya sulit berinteraksi dengan orang lain. Kepercayaan diri karena kondisi yang mereka miliki meningkatkan stres dan depresi.
4. Dukungan Orang Tua
Orang tua dengan anak sindrom tourette harus membekali dirinya dengan pelatihan khusus agar sukses membimbing dan mengasuh serta menangani perilaku anaknya. Pelatihan biasanya mencakup pembelajaran tentang bagaimana mengafirmasi anak agar tetap semangat dan menerima dirinya apa adanya, disiplin dalam mengonsumsi obat dan menjalani terapi, membantu mengelola emosi anak dan lainnya.
Dukungan lain yang bisa juga dilakukan adalah dengan mengedukasi orang di sekitar anak untuk bisa menerima dan mengerti kondisi si kecil. Ketika orang di sekitar anak tahu lebih banyak tentang gangguan tersebut, mereka mungkin lebih pengertian, membantu, dan akomodatif.
Kapan Harus ke Dokter?
Temui dokter anak jika Parents melihat si kecil menunjukkan gerakan atau suara yang tidak disengaja. Tidak semua tics menunjukkan sindrom tourette.
Banyak anak mengembangkan tics yang hilang dengan sendirinya setelah beberapa minggu atau bulan. Namun, setiap kali seorang anak menunjukkan perilaku yang tidak biasa, penting untuk mengidentifikasi penyebabnya dan menyingkirkan masalah kesehatan yang serius.
5 Artis yang Idap Sindrom Tourette
Melansir dari Mirror, penulis lagu sekaligus musisi Lewis Capaldi beberapa waktu lalu membagikan kondisinya yang mengalami sindrom tourette. Musisi berusia 26 tahun itu mengungkapkan bahwa dia mengalami kedutan bahu yang telah didiagnosis sebagai tourette.
Tetapi Lewis bukanlah nama pertama yang diketahui menderita kelainan neurologis ini, yang dapat menyebabkan gerakan tiba-tiba tidak terkendali atau tics vokal. Nah, berikut beberapa pesohor yang juga mengalami sindrom tersebut.
1. Billie Eilish
Penyanyi cantik Billie Eilish secara terbuka bicara tentang tourette yang ia alami selama beberapa tahun terakhir. Pelantun lagu Bad Guy ini mengatakan bahwa tourette adalah sesuatu yang telah dijalaninya sepanjang hidup.
Billie mengatakan bahwa dirinya didiagnosis pada usia 11 tahun dan mengalami tics seperti mengklik rahangnya dan mengencangkan otot lengannya. Dia menggambarkan gejalanya sebagai sesuatu yang sangat melelahkan.
2. David Beckham
Pensiunan bintang sepak bola Inggris paling terkenal, David Beckham ternyata juga mengidap sindrom Tourette. Memang tidak banyak yang diketahui tentang sindrom yang dialaminya tersebut.
Namun, suami Victoria Beckham itu telah berbicara dalam sejumlah wawancara tentang Obsessive Compulsive Disorder (OCD) yang sering menyertai tourette.
3. Dan Aykroyd
Aktor dan komedian terkenal Kanada, Dan Aykroyd, didiagnosis mengidap sindrom tourette ringan dan aspergers di usia muda. Pada saat itu dia sering mendengar suara-suara dan menderita gangguan fisik seperti mendengus dan gugup.
Untungnya, gejala yang dialami Aykroyd mereda saat dia berusia 14 tahun. Hal ini berkat perawatan terapi yang dijalaninya.
4. Tim Howard
Bintang sepak bola Amerika Serikat, Tim Howard juga didiagnosis dengan sindrom tourette ketika dia baru berusia 9 tahun. Howard menderita tics dari kedutan wajah, berdehem, dan OCD.
Meskipun begitu, dia belajar bagaimana menekan kondisinya melalui kemauan keras. Howard pun membenamkan dirinya dalam sepak bola. Sindrom tersebut tidak mengentikan pemain sepak bola Amerika ini untuk memajukan kariernya bermain untuk North Jersey Imperials, MetroStars, Manchester United, Everton, dan Tim Nasional AS.
5. Tora Sudiro
Pada tahun 2017 silam, aktor sekaligus komedian asal Indonesia, Tora Sudiro sempat mengejutkan publik. Melalui kuasa hukumnya, Tora mengaku mengidap sindrom tourette.
Diketahui, dia ternyata mengalami kesulitan untuk mengontrol sindromnya tersebut.
Bahkan jika sudah cemas, anggota tubuh suami Mieke Amalia itu pun akan bergerak tiba-tiba.
Jika Anak Mengalami Sindrom Tourette, Lakukan Ini Bunda!
- Usahakan untuk selalu mendapatkan informasi yang akurat mengenai tourette, baik bagi penderita maupun keluarga.
- Puncaknya tics terjadi saat penderita mencapai usia remaja, tetapi kondisi tersebut akan membaik seiring bertambahnya usia.
- Dukung penderita tourette syndrom dengan mengedukasi orang lain di sekitar anak secara rutin.
- Anak dengan sindrom tourette dapat berkembang lebih baik dalam lingkungan belajar yang lebih kecil, misalnya home schooling atau belajar secara privat.
- Gabung dengan komunitas dukungan sesuai kebutuhan kondisi penderita tourette.
- Dukung anak agar percaya diri, misalnya mendukung hobi kreatif, olahraga, atau kegiatan lain yang ia sukai.
- Jaga hubungan baik dengan teman bermainnya.
- Pahami bahwa setiap anak berhak belajar, bermain, dan menjalani hari-hari yang bahagia sama seperti anak lainnya.
Itulah penjelasan terkait kondisi sindrom tourette. Semoga bermanfaat, ya, Parents.
Artikel diupdate oleh: Fadhilla Arifin
Baca juga:
Tahukah Mengapa Wajah Anak Down Syndrome Khas? Temukan Jawabannya di Sini!
Sindrom Floppy Baby pada Bayi Baru Lahir, Apa Saja Gejalanya?
Stimulasi Kemampuan Motorik Anak dengan 5 Aktivitas Sederhana, Bisa Coba di Rumah!
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.