Down syndrome atau sindrom Down adalah penyakit genetik yang disebabkan sel berkembang abnormal sehingga menghasilkan salinan kromosom 21. Kondisi ini menyebabkan perubahan fisik dan mental sebagai ciri sindrom Down. Oleh karena itu, penting bagi Parents mengetahui seperti apa gejala penyakit Down syndrome.
Sebagai informasi, jenis sindrom ini berbeda pada setiap orang. Namun, penyakit Down syndrome bisa dapat menyebabkan gangguan intelektual dan perkembangan terhambat, terutama pada anak-anak.
Di beberapa kondisi, sindrom ini bahkan dapat mengakibatkan abnormalitas medis lain seperti gangguan jantung dan gastrointestinal.
Artikel Terkait: Hamil Di Atas 35 Tahun Tingkatkan Risiko Bayi Down Syndrome? Cek Faktanya di Sini!
Daftar isi
Definisi Down Syndrome
Down syndrome adalah kondisi di mana seseorang lahir dengan kromosom ekstra.
Kromosom adalah “paket” kecil gen dalam tubuh yang menentukan bagaimana bentuk dan fungsi tubuh bayi saat tumbuh selama kehamilan dan setelah lahir. Normalnya, manusia memiliki 23 pasang kromosom dalam tubuhnya. Setiap pasang kromosom berasal dari ayah dan ibu.
Akan tetapi, ketika sel membelah secara tidak normal dan menghasilkan kromosom tidak normal dapat menyebabkan sindrom Down.
Pembelahan sel tersebut menghasilkan kromosom 21 parsial, yang mana kromosom ini bertanggung jawab atas kelainan fisik dan mental yang terjadi. Terdapat tiga variasi kelainan genetik yang menyebabkan penyakit Down syndrome, antara lain:
- Trisomy 21. Jika manusia normal memiliki sepasang kromosom, berbeda dengan Trisomi 21 yang memiliki tiga salinan kromosom 21 di seluruh selnya.
- Mosaic Down Syndrome. Terdapat kondisi langka sindrom Down kala seseorang hanya memiliki beberapa sel dengan salinan ekstra kromosom 21, umumnya terjadi akibat sel abnormal setelah terjadi pembuahan.
- Sindrom Translokasi Down. Sindrom Down juga dapat terjadi ketika sebagian dari kromosom 21 melekat (ditranslokasi) ke kromosom lain, sebelum atau pada saat pembuahan. Anak-anak ini biasanya memiliki dua salinan kromosom 21, tetapi mereka juga memiliki materi genetik tambahan dari kromosom 21 yang melekat pada kromosom lain.
Salinan kromosom ekstra ini mengubah cara tubuh dan otak bayi berkembang, yang dapat menyebabkan kelainan mental dan fisik bagi bayi.
Sejarah Penemuan Down Syndrome
Mengutip dari News Medical Life Sciences, sindrom Down pertama kali ditemukan oleh seorang dokter Inggris bernama John Langdon Down pada tahun 1862 yang membantu membedakan kondisi tersebut dari cacat mental pada umumnya.
Pada awalnya, banyak individu yang menderita sindrom ini dibunuh, ditinggalkan, atau dikucilkan masyarakat. Mereka tidak menerima perawatan untuk komplikasi yang mereka derita misalnya gangguan jantung, penglihatan, dan pencernaan.
Oleh karena itu, banyak anak-anak dengan Down syndrome meninggal pada usia bayi atau dewasa awal.
Pada pertengahan abad kedua puluh ditemukan teknik kariotipe yang digunakan untuk mengidentifikasi bentuk dan jumlah kromosom. Kemudian para ahli pun akhirnya memahami trisomi 21 adalah penyebab dari sindrom ini.
Seberapa Sering Terjadi?
Mengutip dari situs resmi Persatuan Bangsa-Bangsa (United Nation), perkiraan kejadian Down syndrome adalah antara 1 dalam 1.000 hingga 1 dalam 1.100 kelahiran hidup di seluruh dunia.
Setiap tahun, sekitar 3.000 hingga 5.000 anak lahir dengan kelainan kromosom ini.
Usia ibu saat hamil juga dapat berpengaruh pada kemungkinan anak yang lahir menderita Down syndrome. Semakin tua umur ibu ketika hamil maka semakin tinggi pula kemungkinan janinnya mengidap kondisi tersebut.
Mengutip dari National Down Syndrome Society, berikut adalah tabel frekuensi kelahiran dengan Down syndrome sesuai umur ibu hamil.
Umur Ibu Hamil |
Frekuensi Kelahiran Down Syndrome |
20 |
1 dari 2,000 |
21 |
1 dari 1,700 |
22 |
1 dari 1,500 |
23 |
1 dari 1,400 |
24 |
1 dari 1,300 |
25 |
1 dari 1,200 |
26 |
1 dari 1,100 |
27 |
1 dari 1,050 |
28 |
1 dari 1,000 |
29 |
1 dari 950 |
30 |
1 dari 900 |
31 |
1 dari 800 |
32 |
1 dari 720 |
33 |
1 dari 600 |
34 |
1 dari 450 |
35 |
1 dari 350 |
36 |
1 dari 300 |
37 |
1 dari 250 |
38 |
1 dari 200 |
39 |
1 dari 150 |
40 |
1 dari 100 |
41 |
1 dari 80 |
42 |
1 dari 70 |
43 |
1 dari 50 |
44 |
1 dari 40 |
45 |
1 dari 30 |
46 |
1 dari 25 |
47 |
1 dari 20 |
48 |
1 dari 15 |
49 |
1 dari 10 |
Jika seorang ibu sebelumnya sudah pernah melahirkan bayi dengan trisomi 21 (nondisjungsi) atau translokasi, diperkirakan peluangnya untuk memiliki bayi lain dengan kondisi yang sama adalah 1 dalam 1000 hingga usia 40 tahun.
Risiko translokasi gen berulang ini adalah sekitar 3% jika ayah adalah pembawa (carrier) dan 10-15% jika ibu adalah pembawa. Untuk menentukan darimana asal translokasi ini, apakah dari pihak ibu atau ayah, diperlukan konseling genetik.
Gejala Penyakit Down Syndrome
Setiap orang dengan sindrom Down dalam dirinya memiliki tingkatan berbeda, mulai dari ringan hingga parah. Beberapa orang dengan sindrom ini terlihat sehat, tetapi orang lain yang memiliki penyakit ini bisa saja mengalami kecacatan jantung serius.
Anak-anak dan dewasa biasanya juga memiliki perubahan pada wajahnya dan sederet tanda berikut ini:
- Wajah cenderung rata
- Kepala berukuran kecil dan leher pendek
- Lidah menonjol
- Kelopak mata miring ke atas
- Ukuran telinga tidak biasa
- Ukuran otot tidak normal
- Tangan lebar dan pendek dengan satu lipatan di telapak tangan
- Jari tangan dan jari kaki lebih pendek dan kecil
- Aktif yang berlebihan
- Terdapat bercak putih berwarna di area mata
- Tubuh cenderung kurang tinggi, saat sudah dewasa nanti pertumbuhannya cenderung lebih lambat dibandingkan orang lain seusianya
Penyebab Down Syndrome
Sindrom Down terjadi jika ada sesuatu yang tidak beres saat janin terbentuk dan ia mendapatkan salinan tambahan dari kromosom 21. Hingga kini, dokter dan para ahli masih belum mengetahui apa penyebab terjadinya salinan tambahan kromosom ini.
Artikel terkait: Tahukah Mengapa Wajah Anak Down Syndrome Khas? Temukan Jawabannya di Sini!
Faktor Risiko
Meski belum diketahui persis apa penyebabnya, ada beberapa faktor yang bisa berperan dalam meningkatkan risiko seorang ibu hamil mengandung anak dengan Down syndrome.
Hamil di Usia yang Lebih Tua
Melansir laman Medical News Today, prevalensi janin mengidap Down syndrom lebih tinggi pada orang hamil yang lebih tua. Kemungkinan lebih tinggi tersebut terjadi jika orang hamil berusia di atas 35 tahun.
Seseorang yang hamil pada usia 25 tahun memiliki kemungkinan 1 banding 1.250 untuk hamil anak dengan sindrom Down. Pada usia 40, kemungkinannya menjadi sekitar 1 dari 100.
Hal ini disebabkan sel telur yang sudah terlalu tua memungkinkan membelah secara tidak normal. Selain itu, anak dengan Down syndrome juga bisa saja lahir dari perempuan yang terlalu muda namun sudah memiliki terlalu banyak bayi
Abnormalitas pada Sperma atau Telur
Meskipun sindrom Down berasal dari gen itu sendiri, hal ini umumnya disebabkan oleh kesalahan antara sperma dan sel telur, ketika informasi genetik yang membentuk anak pertama kali digabungkan dan disalin.
Genetika
Dalam kebanyakan kasus, sindrom Down tidak diwariskan dan tidak diturunkan dalam keluarga. Namun, Down syndrome dapat memiliki hubungan dengan genetika.
Menurut data dari Pusat Informasi Penyakit Genetik dan Langka (The Genetic and Rare Diseases Information Center) tercatat bahwa pada orang tua dari anak dengan sindrom Down karena translokasi, ada peningkatan kemungkinan sindrom Down pada kehamilan berikutnya.
Pasangan suami istri dapat meneruskan translokasi Down syndrome kepada anak-anak mereka atau dalam kata lain menjadi carrier (pembawa).
Artikel terkait: Mengapa Tes Laboratorium Penting bagi Bumil? Ini Alasannya!
Diagnosis
Sebelum Bayi Lahir
Diagnosis Down syndrome bisa dilakukan baik sebelum bayi lahir maupun setelah bayi lahir.
Orang dengan peluang lebih tinggi dan faktor risiko untuk memiliki anak dengan sindrom Down mungkin akan disarankan untuk melakukan tes. Ada dua kategori tes untuk sindrom Down yang dapat dilakukan sebelum bayi lahir yaitu tes skrining dan tes diagnostik.
Tes skrining prenatal dapat memperkirakan kemungkinan (probabilitas) janin mengalami sindrom Down.
Tes-tes ini tidak memberi tahu orangtua secara pasti apakah janin menderita Down syndrome dan hanya memberikan gambaran kemungkinan. Di sisi lain, tes diagnostik dapat memberikan diagnosis definitif dengan akurasi hampir 100%.
Kebanyakan tes skrining melibatkan dua tahap yaitu tes darah dan USG. Tes darah (atau tes skrining serum) mengukur jumlah berbagai zat yang ada di dalam darah ibu.
Dewasa ini skrining prenatal juga dapat mendeteksi materi kromosom dari janin yang beredar dalam darah ibu.
Perkiraan peluang memiliki anak dengan sindrom Down akan diukur dari jumlah zat-zat tersebut bersamaan dengan usia ibu ketika hamil.
Kemudian, USG secara terperinci dilakukan untuk memeriksa apakah apa ada tanda atau karakteristik fisik janin yang menurut beberapa ahli mungkin memiliki hubungan yang signifikan dengan Down syndrome.
Sedangkan utnuk diagnosis prenatal sindrom Down adalah tes chorionic villus sampling (CVS) dan amniosentesis. Prosedur-prosedur ini memiliki risiko 1% penghentian spontan kehamilan atau keguguran, tetapi hampir 100% akurat dalam mendiagnosis sindrom Down.
CVS umumnya dilakukan pada trimester pertama antara 11 dan 14 minggu, sementara Amniosentensis biasanya dilakukan pada trimester kedua antara 15 dan 20 minggu kehamilan.
Setelah Bayi Lahir
Sindrom Down juga dapat diidentifikasi saat bayi baru lahir dengan memeriksanya adanya ciri-ciri fisik tertentu yaitu:
- Tonus otot yang rendah
- Satu lipatan dalam di telapak tangan
- Profil wajah yang sedikit rata
- Mata yang miring ke atas
Ciri-ciri ini mungkin saja ada pada bayi tanpa sindrom Down, oleh karena itu untuk mendiagnosis Down syndrome biasanya dilakukan analisis kromosom yang disebut kariotipe.
Prosedur ini dilakukan dengan mengambil sampel darah untuk memeriksa sel-sel bayi. Di laboratorium, kromosom akan dipotret dan dikelompokkan berdasarkan ukuran, jumlah, dan bentuk. Dengan memeriksa kariotipenya maka dokter dapat menegakkan diagnosis Down syndrome.
Tes genetik lain yang dapat dilakukan adalah hibridisasi fluoresensi in situ (FISH), yaitu prosedur yang dapat mengkonfirmasi diagnosis dalam waktu yang lebih singkat dengan memvisualisasikan dan memetakan materi genetik dalam sel individu.
Kemungkinan Komplikasi
Orang dengan sindrom Down dapat memiliki berbagai komplikasi kesehatan, beberapa di antaranya akan lebih parah seiring bertambahnya usia seperti:
- Cacat jantung
- Abnormalitas gastrointestinal (GI)/kelainan pencernaan
- Gangguan kekebalan tubuh
- Sleep apnea atau gangguan tidur
- Obesitas
- Masalah tulang belakang
- Leukemia
- Dementia
- Masalah gigi
- Kejang
- Infeksi telinga
- Masalah pendengaran dan penglihatan
Cara Merawat
Tidak ada pengobatan khusus untuk Down syndrome. Orang yang memiliki kondisi tersebut akan hidup dengan Down syndrome selamanya.
Akan tetapi, jika anak yang mengidap Down syndrome mengalami gangguan tertentu, seperti sulit bicara atau berkomunikasi.
Biasanya dokter akan menyarankan untuk melakukan program terapi khusus untuk membantunya memaksimalkan potensi mereka dan mempersiapkan diri untuk mengambil peran aktif dalam masyarakat saat ia besar nanti. Ini lebih baik dilakukan sedini mungkin untuk hasil yang lebih baik.
Anak-anak dengan sindrom Down berhak atas lingkungan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan mereka, sering kali dengan dukungan tambahan untuk membantu mereka berintegrasi dan membuat kemajuan.
Anak-anak dengan kesulitan belajar dan perkembangan tertentu mungkin memenuhi syarat untuk mendapatkan dukungan pendidikan di sekolah khusus atau SLB (sekolah luar biasa).
Selain itu, dokter juga mungkin akan merekomendasikan pemeriksaan kesehatan tambahan untuk masalah yang umum terjadi pada orang dengan kondisi tersebut.
Penyebutan Down Syndrome di Masyarakat
Di masyarakat sendiri ada cukup banyak penyebutan untuk kondisi Down syndrome, sebut saja keterbelakangan mental, cacat mental, atau retardasi mental, mental defektif, defisiensi mental, dan lain sebagainya.
Anak dengan Down syndrome juga termasuk dalam golongan anak berkebutuhan khusus yaitu tuna grahita.
Bisakah Penyakit Down Syndrome Dicegah?
Jawabannya adalah BISA, yaitu dengan pemeriksaan rutin kehamilan pada setiap trimester kehamilan.
Pemeriksaan ini akan menentukan kemungkinan janin dalam kandungan mengarah Down syndrome. Jika hasilnya positif atau calon ibu berisiko tinggi, dokter akan menganjurkan untuk melakukan tes lanjutan.
Pada trimester awal, dokter akan menganjurkan tes darah dan USG kehamilan. Tujuannya, dokter akan mengecek level protein PAPP-A dan hormon hCG dalam darah untuk menelisik adakah masalah dengan bayi.
Biasanya ibu yang berisiko memiliki Down syndrome, dokter akan memeriksa lanjut adakah DNA dalam darah bayi yang menunjukkan kromosom abnormal. Selain itu, USG juga akan dilakukan untuk melihat foto bayi secara menyeluruh.
Dalam fase ini, dokter akan fokus pada lipatan leher belakang janin. Biasanya, janin dengan Down syndrome memiliki ekstra cairan di area tersebut.
Selanjutnya, pada trimester kedua dokter kembali melakukan tes darah. Kali ini, dokter akan mengukur kandungan lain dalam darah termasuk protein AFP dan hormon estriol.
Nantinya, hasil ini akan dikombinasikan dengan hasil tes darah trimester awal kehamilan agar dokter melihat kemungkinan yang terjadi.
Artikel terkait: Punya Adik Down Syndrome, Hubungan Dua Saudara Ini Amat Menyentuh
Di samping itu, USG turut dilakukan untuk melihat adanya kelainan. Beberapa tes lain yang dapat dilakukan untuk menelaah adanya risiko Down syndrome, antara lain:
- Pengambilan sampel Chorionic villus (CVS). Langkah ini biasanya dilakukan selama trimester awal dengan menggunakan sel yang diambil dari plasenta
- Amniocentesis. Pada tes ini, dokter akan mengambil sampel cairan dari kantong ketuban selama trimester kedua
- Pengambilan sampel darah pusar perkutan (PUBS). Hal ini juga dilakukan pada trimester kedua kehamilan, darah akan diambil dari tali pusat bayi
Sayangnya, memang tidak ada penanganan spesifik untuk menyembuhkan penyakit Down syndrome sepenuhnya. Namun, bukan berarti tidak ada terapi yang dapat dilakukan untuk anak-anak ini mencapai potensinya hingga dewasa.
Hal yang bisa dilakukan yaitu bekerja sama dengan dokter anak terpercaya untuk mengamati adakah masalah kesehatan berkaitan dengan kondisi tersebut.
Selain itu, dukungan penuh dari keluarga serta rutin menjalani terapi bisa dilakukan agar penderita Down syndrome dapat hidup mandiri dan terhindar dari komplikasi medis di masa mendatang.
***
Penyakit Down syndrome adalah kondisi kelainan kromosom yang dapat menyebabkan kelainan fisik dan juga mental pada bayi.
Meskipun begitu, pengidap Down syndrome dapat hidup normal layaknya orang lain jika mendapatkan dukungan dari lingkungannya.
Facts about Down Syndrome
https://www.cdc.gov/ncbddd/birthdefects/downsyndrome.html
Down Syndrome – Symptoms and causes
https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/down-syndrome/symptoms-causes/syc-20355977
Down Syndrome Day
https://www.un.org/en/observances/down-syndrome-day
What to know about Down syndrome
https://www.medicalnewstoday.com/articles/145554
About Down Syndrome
https://ndss.org/about#p_52
Down Syndrome History
https://www.news-medical.net/health/Down-Syndrome-History.aspx
Baca juga:
5 Kelainan kromosom pada bayi yang harus diwaspadai ibu hamil, ini cara deteksinya
Cegah hamil anak down syndrome, kenali penyebab dan cara mendiagnosisnya
Ibu ini tahu bayinya Down Syndrome saat melahirkan secara water birth