Eklampsia adalah kondisi serius yang ditandai dengan kejang selama kehamilan atau setelah persalinan. Ini merupakan komplikasi berat dari preeklampsia, di mana terjadi tekanan darah tinggi dan kelebihan protein dalam urine selama kehamilan.
Kejang mendadak dapat terjadi sebelum, selama, hingga hingga 6 minggu pascapersalinan. Namun yang paling sering, eklampsia terjadi selama 48 jam pertama setelah melahirkan. Jika tidak segera diobati, eklampsia bisa berakibat fatal.
Preeklamsia dan eklampsia adalah kondisi yang dapat memengaruhi plasenta. Ketika tekanan darah tinggi mengurangi aliran darah melalui pembuluh, plasenta mungkin tidak dapat berfungsi dengan baik. Ini dapat menyebabkan bayi lahir dengan berat bayi lahir rendah (BBLR) atau masalah kesehatan lainnya. Dalam kasus yang jarang terjadi, kondisi ini menyebabkan lahir mati.
Tahukah Parents, eklampsia memengaruhi sekitar 1 dari 200 ibu hamil dengan riwayat preeklampsia atau 1 dari setiap 2.000-3.000 kehamilan setiap tahun. Bahkan, seseorang bisa mengembangkan eklampsia meski ia tidak memiliki riwayat kejang.
Artikel terkait: Alami Eklampsia Hingga Masuk ICU, Inilah Pengalamanku Melahirkan Bayi Kembar
Gejala Eklampsia
Tidak menutup kemungkinan ibu hamil akan mengalami gejala preeklampsia serta eklampsia bersamaan.
Lantaran preeklamsia dapat menyebabkan eklampsia, ibu hamil mungkin memiliki gejala dari kedua kondisi tersebut. Namun, beberapa gejala bisa jadi disebabkan oleh kondisi lain, seperti penyakit ginjal atau diabetes.
Itulah mengapa, penting untuk memberi tahu dokter tentang kondisi ibu hamil sehingga dapat dipastikan apakah gejala tersebut terkait dengan preeklampsia. Berikut ini adalah gejala umum preeklampsia:
- Tekanan darah tinggi
- Pembengkakan di wajah atau tangan
- Sakit kepala
- Kenaikan berat badan yang berlebihan
- Mual dan muntah
- Gangguan penglihatan, seperti penglihatan kabur
- Kesulitan buang air kecil
- Sakit perut, terutama di perut kanan atas (nyeri ulu hati)
Bumil dengan eklampsia dapat memiliki gejala yang sama seperti yang disebutkan di atas, atau bahkan mungkin tanpa gejala sebelum timbulnya eklampsia. Kondisi eklampsia sendiri dapat dikenali dari sejumlah tanda khusus. Apa saja?
1. Kejang

Kejang adalah tanda utama eklampsia. Selama 15 sampai 30 detik pertama kejang, seluruh tubuh menegang saat otot berkontraksi. Punggung dan leher melengkung, mungkin juga disertai tangisan saat pita suara berkontraksi, atau kulit membiru lantaran kesulitan bernapas.
2. Hilang Kesadaran

Seorang dengan eklampsia mengalami kejang yang disebut kejang tonik klonik atau kejang grand mal, yang dimulai dengan hilangnya kesadaran secara tiba-tiba. Kondisi ini disebabkan oleh aktivitas listrik abnormal di seluruh otak.
Selain hilang kesadaran, efeknya adalah terjadi kontraksi otot yang hebat. Sehingga, orang yang mengalami eklampsia mungkin menggigit lidahnya atau buang air kecil tidak terkontrol.
3. Agitasi: Perasaan Bingung, Marah, dan Kesal

Setelah kejang yang berlangsung 1-2 menit atau lebih, orang yang mengalami eklampsia awalnya tidak responsif. Ia secara bertahap akan sadar dalam waktu 10 hingga 15 menit.
Kondisi sadar tersebut bisa diikuti perasaan kantuk, bingung, atau linglung. Mungkin juga disertai rasa lelah, lemah, atau kesal sertai sakit kepala dan nyeri otot selama 24 jam ke depan.
Diagnosis Eklampsia
Ada beberapa tes yang bisa dilakukan untuk mendiagnosis eklampsia pada ibu hamil, terlebih jika bumil sudah lebih dulu mengalami preeklampsia.
Jika seseorang sudah memiliki riwayat diagnosis preeklamsia, dokter biasanya akan melakukan tes untuk menentukan apakah preeklamsia terjadi lagi atau bahkan memburuk. Jika tidak ada riwayat preeklamsia, dokter akan melakukan tes untuk preeklamsia serta pemeriksaan lain untuk menentukan mengapa seseorang mengalami kejang.
Adapun tes tersebut mencakup:
- Pemeriksaan darah, untuk mengukur berapa banyak sel darah merah dan jumlah trombosit untuk melihat seberapa baik proses pembekuan darah. Tes darah juga akan membantu memeriksa fungsi ginjal dan hati.
- Tes kreatinin, jika terdapat banyak kreatinin dalam darah maka ini dapat mengindikasikan preeklamsia, meskipun tidak selalu.
- Lalu, tes urine, pemeriksaan ini bertujuan untuk memeriksa keberadaan protein dalam urine dan tingkat ekskresinya.
Artikel terkait: Bisakah preeklampsia pada kehamilan dicegah? Ini penjelasan dokter kandungan
Penyebab Eklampsia
Hingga saat ini belum ada penyebab pasti eklampsia. Namun, beberapa faktor risiko bisa menyebabkan ibu hamil mengalami eklampsia.
Eklampsia sering kali menyertai preeklampsia. Tekanan darah tinggi pada bumil dengan preeklampsia bisa menyebabkan kerusakan atau pembengkakan pembuluh darah di otak. Akibatnya, fungsi otak pun terganggu sehingga bisa menyebabkan kejang.
Akan tetapi, hingga saat ini para peneliti belum menemukan penyebab pasti dari preeklampsia maupun eklampsia. Namun demikian, beberapa kondisi diduga menjadi faktor risikonya. Berikut uraiannya:
- Riwayat kehamilan, sebagian besar kasus preeklamsia terjadi pada kehamilan pertama. Riwayat kehamilan sebelumnya seperti bayi BBLR, prematur, atau kematian bayi juga dapat meningkatkan risiko terjadinya kondisi ini.
- Usia saat hamil, kehamilan remaja dan kehamilan pada wanita di atas 35 tahun meningkatkan risiko terjadinya kondisi ini.
- Riwayat keluarga, kasus preeklamsia atau eklampsia pada anggota keluarga dapat menandakan kecenderungan genetik terhadap kondisi tersebut.
- Obesitas, bumil yang mengalami obesitas memiliki risiko lebih tinggi mengalami kondisi ini daripada yang lain.
- Tekanan darah tinggi, bumil dengan tekanan darah tinggi jangka panjang berada pada risiko lebih tinggi mengalami eklampsia.
- Kondisi medis lainnya, termasuk lupus, diabetes gestasional, dan penyakit ginjal juga meningkatkan kemungkinan terjadinya kondisi ini.
Artikel terkait: Bisa membuat bayi lahir prematur, waspadai 8 penyebab hipertensi saat hamil!
Cara Mengobatinya
Dokter akan menilai pengobatan apa yang paling tepat dengan melihat usia kandungan serta tingkat keparahan kondisi bumil.
1. Melahirkan Lebih Cepat

Jika bumil mengalami preeklamsia berat atau eklampsia, dokter mungkin akan merekomendasikan persalinan lebih awal. Rencana perawatan nantinya tergantung pada usia kehamilan dan tingkat keparahan penyakit. Bumil perlu dirawat di rumah sakit untuk pemantauan sampai ia melahirkan bayi.
2. Obat Antikonvulsan

Dokter mungkin akan meresepkan obat-obatan untuk mencegah kejang, yang disebut obat antikonvulsan. Magnesium sulfat adalah obat antikonvulsan yang biasanya diresepkan untuk mencegah dan mengendalikan kejang berat. Obat ini dinilai lebih efektif daripada fenitoin dan diazepam pada eklampsia.
3. Obat Penurun Tekanan Darah

Bumil juga mungkin memerlukan obat untuk menurunkan tekanan darah jika ia memiliki tekanan darah tinggi. Obat-obatan dan pemantauan akan membantu menjaga tekanan darah dalam kisaran yang lebih aman sampai bayi cukup dewasa untuk dilahirkan. Bumil mungkin juga diberi steroid untuk membantu paru-paru bayi matang.
Parents, eklampsia adalah kondisi serius yang bisa mengancam keselamatan ibu dan bayi. Oleh karena itu, melakukan pemeriksaan rutin sangat penting demi menghindari berbagai risiko kehamilan.
Artikel telah ditinjau oleh:
dr. Gita Permatasari
Dokter Umum dan Konsultan Laktasi
Jika Parents ingin berdiskusi seputar pola asuh, keluarga, dan kesehatan serta mau mengikuti kelas parenting gratis tiap minggu bisa langsung bergabung di komunitas Telegram theAsianparent.
Baca juga:
Waspadai Preeklampsia Pada Kehamilan
7 Hal yang Harus Diwaspadai saat Hamil 7 Bulan
7 Tanda Bahaya Kehamilan yang Perlu Bumil Waspadai, Jangan Keliru!
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.