Mengingat bahwa ada banyak risiko yang bisa ditimbulkan ketika seorang ibu hamil mengalami preeklampsia, maka penting sekali untuk memahaminya serta upaya mencegah preeklampsia.
Dikatakan dr. Grace Valentine, Sp. OG, Dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan dari RS Pondok Indah, Puri Indah, sampai saat ini preeklampsia merupakan penyebab kematian ibu nomor dua terbesar di Indonesia.
Fakta yang cukup mengerikan, kan?
Namun dr.Grace mengatakan bahwa ada cara mencegah preeklampsia pada ibu hamil.
Artikel terkait: PEB Kehamilan, Kondisi Preeklamsia Berat yang Harus Diwaspadai Ibu Hamil
Definisi Preeklampsia
Menurut Dr. Grace, preeklampsia merupakan sebuah komplikasi pada kehamilan yang ditandai dengan tekanan darah tinggi (hipertensi) dan tanda-tanda kerusakan organ.
“Misalnya kerusakan ginjal yang ditunjukkan oleh tingginya kadar protein dalam urin (proteinuria). Preeklampsia ini juga dikenal dengan istilah keracunan dalam kehamilan atau toksemia gravidarum,” katanya.
Beliau menjelaskan bahwa biasanya kondisi ini terjadi setelah kehamilan di atas 20 minggu, atau di akhir trimester dua sampai trimester tiga kehamilan.
Di Indonesia sendiri, kondisi ini cukup sering terjadi.
“WHO memperkirakan kasus preeklampsia tujuh kali lipat lebih tinggi di negara berkembang daripada di negara maju. Prevalensi preeklampsia di negara maju adalah 1,3 -6 persen, sedangkan di negara berkembang adalah 1,8- 18 persen. Insiden preeklampsia di Indonesia sendiri adalah 128.273 kasus per tahun atau sekitar 5,3 persen. Kecenderungan yang ada dalam dua dekade terakhir ini tidak memperlihatkan adanya penurunan yang nyata terhadap insiden preeklampsia. Bahkan bisa dikatakan, eklampsia dan preeklampsia adalah penyebab kematian ibu nomor dua. Oleh karena itu, semua ibu hamil memang perlu waspada,” tekannya.
Artikel terkait: Menurut Penelitian, Ini Faktor Utama Penyebab Keguguran Berulang
Tanda dan Gejala Preeklampsia
“Preeklampsia sering berkembang tanpa gejala apa pun,” jelas dr. Grace.
Namun kondisi ini dapat dideteksi pada pemeriksaan antenatal yang rutin dengan pemeriksaan tekanan darah dan pemeriksaan protein dalam urin pada pemeriksaan laboratorium.
“Hal utama yang perlu diperhatikan adalah kenaikan tekanan darah sistole ≥140 mmHg dan diastole yang mencapai ≥90 mmHg. Bila ditemukan tekanan darah yang meningkat pada kehamilan, segera konsultasikan ke dokter spesialis kebidanan dan kandungan,” paparnya.
Artikel terkait: Preeklamsia Saat Hamil: Kenali Penyebab, Gejala, Komplikasi, hingga Cara Mencegahnya
Cara Mencegah Preeklampsia
“Hingga saat sebenarnya ini belum ada cara yang ampuh untuk mencegah preeklampsia. Sehingga kondisi ini dikenal sebagai gangguan yang tidak bisa dicegah. Namun kondisi ini tentu saja dapat dideteksi dini,” terangnya.
“Agar preeklampsia dapat dideteksi dini, ibu hamil wajib melakukan konsultasi antenatal (semasa kehamilan) secara teratur. Sementara, American College of Obstetric and Gynecology (ACOG) menyarankan pemberian aspirin dosis rendah pada wanita risiko tinggi preeklampsia, yang dimulai pada trimester satu hingga usia kehamilan 36 minggu,” tekannya.
dr. Grace menerangkan bahwa ada beberapa kelompok yang berisiko mengalami preeklampsia, di antaranya:
“Laju pertumbuhan janin yang melambat juga sebenarnya bisa menandakan ibu mengalami preeklampsia,” tambahnya.
***
Itulah informasi penjelasan tentang mencegah preeklampsia.
Untuk memastikan kehamilan sehat, jangan lupa untuk memeriksakan kandungan Anda secara teratur sesuai rekomendasi dokter.
Semoga bermanfaat.
Baca juga:
Mengenal Plasenta Akreta, Komplikasi Kehamilan yang Perlu Diwaspadai
Ketahui 12 Komplikasi Persalinan yang Mungkin Terjadi, Distosia Bahu hingga Bayi Sungsang
Akibat Preeklampsia, Ibu Lahirkan Salah Satu Bayi Terkecil Di Dunia
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.