Hati-hati saat memberikan komentar pada ibu yang baru saja melahirkan karena tanpa disadari bisa menjadi pemicu stres setelah melahirkan!
Mungkin, sampai saat ini kalimat atau pertanyaan seperti, “Kok melahirkan caesar, sih? Kenapa, takut sakit ya?” masih sering didengar. Atau mungkin komentar yang lebih pedas lagi layaknya, “Melahirkan dengan caesar itu rasanya ya, belum jadi ibu. Nggak bisa merasakan bagaimana nikmatnya melahirkan secara normal?”
Percaya atau tidak, komentar ini bisa nyatanya sangat memengaruhi kondisi mental ibu melahirkan. Bahkan berisiko membuat sang ibu mengalami baby blues atau postpartum depression (depresi pasca melahirkan)
Artikel terkait: Depresi pasca persalinan berbeda dengan baby blues, kenali perbedaannya di sini!
Komentar negatif bisa memicu stres setelah melahirkan
Masih tidak percaya jika komentar negatif bisa memicu stres setelah melahirkan?
Belum lama ini, seorang pengemudi taksi online baru saja menceritakan kisah haru sekaligus penuh inspirasi terkait dengan hal ini. Ia menceritakan bahwa dirinya memutuskan untuk berhenti kerja secara full time dan memilih menjadi pengemudi taksi online lantaran ingin menemani istrinya yang mengalami depresi.
Siapa sangka, kondisi sang istri ini dipicu lantaran dirinya mendapatkan cemoohan dari lingkungan terdekatnya karena melahirkan lewat operasi caesar. Lebih menyedihkan lagi, komentar negatif tersebut keluar dari bibir orangtua, mertua dan sanak family.
Padahal, bukankah keluarga terdekat seharusnya bisa menjadi support system yang bisa diandalkan oleh ibu yang baru saja melahirkan?
Lagipula, keputusan untuk melahirkan caesar pun dikarenakan alasan medis, untuk menyelamatkan ibu dan bayinya.
Artikel terkait: “Suami, jangan tinggalkan istri setelah bertengkar,” pesan seorang ibu yang depresi pasca melahirkan
Kisah yang ditulis oleh Nidta Jameelah dan diunggah di laman Facebook Komunitas Bisa Menulis ini pun akhirnya menjadi viral di sosial media.
Berikut kutipan lengkapnya :
“Kalau yang sakit badannya masih enak, Mas. Istri saya sakit pikirannya.” Pak Supir melanjutkan.
“Gara-gara lahiran secar itu, Mas. Sama ibu saya, mbak-mbak saya, tetangga, ipar-ipar itu nggak disupport malah dikomentari karena nggak bisa lahiran normal. Padahal istri saya sudah bukaan lengkap sehari semalam sudah sakit di rumah bidan. Tapi bayi nggak turun-turun, terus dirujuk ke Binasehat.
Kata Fahmi (dokter obgyn), air ketuban sudah keruh harus segera operasi. Namanya saya panik ya, Mas. Nggak tega juga lihat istri gulang guling kesakitan, saya langsung iya. Pake askes dari kantor.
Orangtua dan mertua saya kabari. Saya sholat isya itu sudah dinihari di mushola, setelah istri masuk ruang operasi. Pas saya selesai sholat, orangtua dan mertua saya sudah nunggu di depan ruang operasi, Mas. Pas sudah keluar anaknya, lega mas.
Alhamdulillah cowok. Besoknya istri baru bisa keluar dari ruang post operasi. Bukannya memberi support, tapi istri disambut dengan ‘kenapa kok secar? Nggak kuat ngeden? Jarang gerak? Kurang iman’ dan lain sebagainya, oleh Ibu saya bahkan oleh ibu mertua saya.
Dari situ istri saya hanya diam, saya pegang tangannya, menguatkan. Siangnya, ipar-ipar itu pada datang, Mas. Tambah lagi hujatannya.
Kali ini yang dihujat masalah ‘ngabisin uang’ karena secar biayanya mahal. Tapi nyawa istri lagi bertaruh, Mas. Masak sempat saya mikir uang. Setelah keluarga pulang, tinggal kami berdua di kamar perawatan, istri saya nangis senggugukan Mas.
Ingat perkataan ibu saya, katanya. Ibu saya memang bilang, belum jadi ibu kalau belum ngerasakan ngeden. Padahal istri saya itu udah mau pingsan, Mas karena ngeden ga bisa-bisa. Saya cuma bisa nyabarain dan ngadem-ngademi.”
Stres setelah melahirkan bisa membuat ibu menyakiti diri sendiri dan bayinya
Penting untuk diingat bahwa kondisi baby blues biasanya terjadi selama kurun waktu 7-14 hari setelah melahirkan, sementara PPD akan berlangsung lebih lama. Oleh karena itu kondisi ini perlu penanganan yang lebih serius karena bisa berdampak signifikan pada sang ibu, bayi, serta keluarga.
Hal ini pun diakui oleh sang pengemudi taksi online. Semula, ia tidak memahami kondisi istrinya mengapa bisa tega dengan anaknya sendiri. Alih-alih membantu sang istri, ia pun mengaku naik pitam.
“Puncaknya waktu si kecil umur 1 bulan setengah, si kecil nangis tengah malam, minta nenen. Istri saya ngamuk kaya orang kesetanan, lalu anak saya dibanting di kasur matras di bawah yang saya pakai tidur. Saya ngamuk, kok bisa kaya gitu sama anaknya.”
Istri saya makin ngamuk, mulai malam itu dia resmi nggak mau nenenin si kecil. Saya ngambek. Nggak saya sapa itu berhari-hari. Sampe pas minggu subuh-subuh saya habis sholat, istri saya ‘njegur’ di bak mandi dengan kran dihidupkan. Kebetulan bak mandi saya itu tinggi, Mas. Kalau orang duduk, dan baknya penuh, itu sampe di atas kepala airnya.
Saya ngamuk sejadi-jadinya. Saya katain istri saya stress, edan, gila dan sebagainya. Saya tetap merasa benar. Sampai lama-lama istri saya jadi tambah parah level stressnya. Saya googling, tanya sana sini, kok, katanya suruh bawa ke poli jiwa di Jember Klinik.
Senin, anak saya titipkan ke ibu saya karena mertua saya sudah sepuh dan rumahnya agak jauh, Mas. Saya bawa ke poli jiwa sesuai arahan teman-teman. Ternyata kata dokternya istri saya kena baby blues.
Kaget saya. Saya nggak paham sama kaya gituan. Tapi dokternya kooperatif, semuanya dijelaskan dengan rinci. Istri saya dijadualkan konsultasi beberapa kali. Saya lakoni. Kata dokternya, istri saya sering diberi komentar sama Ibu saya dengan kata-kata yang menyakitkan, cenderung menyalahkan, menghujat. Dan istri saya kebawa perasaan, dan akhirnya sampai seperti ini. Kata dokter, istri saya butuh pendampingan oleh orang-orang yang mensupport dia.”
Demi memberikan dukungan pada sang istri, pengemudi taksi online yang tidak diketahui siapa namanya tersebut akhirnya memutuskan untuk resign. Tak hanya itu, demi kesehatan mental sang istri, sementara waktu ia bahkan melarang orangtua dan mertua untuk bertemu istrinya.
Beruntung, selelah menjalani proses terapi selama 8 bulan, sang istri pun lambat laun mengalami kemajuan karena sudah tidak pernah berusaha menyakiti diri sendiri dan anaknya.
Belajar dari kisah pengemudi taksi online ini, tentu semakin menegaskan bahwa komentar negatif yang dilontarkan bisa memicu stres setelah melahirkan. Ibu yang baru saja melahirkan sebenarnya hanya memerlukan dukungan dari lingkungan terdekatnya. Bukan hinaan, cacian, atau tuduhan yang justru hanya bisa memicu lahirnya postpartum depression.
Toh, pada dasarnya melahirkan secara nomal ataupun caesar, seorang ibu tetaplah menjadi seorang ibu. Biar bagaimana pun melahirkan normal ataupun caesar tentu saja akan menyisakan kisah dan perjuangannya sendiri.
Benar bukan?
Baca juga:
Tangani sebelum terlambat, kenali gejala depresi ibu hamil berikut ini
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.