Kanker payudara memang masih menjadi momok menakutkan. Tak jarang, stigma negatif disematkan pada mereka penyandang kanker. Namun, nyatanya tidak sedikit survivor kanker payudara justru mampu mematahkan stigma yang selama ini melekat.
Nah, salah satu sosok yang sangat inspiratif adalah perempuan cantik bernama Ajeng Stephanie. Saat melihat atau bertemu dengannya, mungkin Parents tak akan menyangka jika Ajeng adalah seorang survivor kanker payudara. Raut wajahnya segar, ceria, dan memancarkan aura positif.
Lantas, seperti apa perjalanan Ajeng Stephanie berjuang melawan kanker payudara? Apa pula yang bisa menguatkan dirinya melalui fase berat dalam kehidupan? Simak penuturannya berikut ini.
Artikel terkait: Menduga saluran ASI tersumbat, ternyata Busui ini alami kanker payudara stadium 4
Kisah Survivor Kanker Payudara
Awal Mula Terdiagnosis Kanker
Ajeng Stephanie menceritakan bahwa dirinya pertama kali terdiagnosis kanker tak lama setelah fase menyusui dan berencana akan menyapih anaknya.
“Awalnya itu, setelah 4 tahun menyusui dan sudah mau masuk masa-masa menyapih anak, aku menemukan ada benjolan di payudara. Aku pikir itu kelenjar ASI (yang membengkak), tapi, kok, satu minggu enggak ilang-ilang, gitu,” kisah Ajeng dalam sesi IG Live N’Pure bersama Komunitas Love Pink Indonesia.
Setelah itu, Ajeng mulai mencari tahu lebih jauh lewat internet soal benjolan yang ia miliki. Namun bukannya mendapat jawaban, ia malah dibuat bingung.
“Ini apaan, semakin cari tahu makin bingung. Yang satu bilang ini kelenjar ASI, yang satu bilang ini arah ke kanker, halah pusing!” ujarnya.
Atas saran dari sang suami, Ajeng kemudian memutuskan untuk langsung memeriksakan diri ke dokter.
“Akhirnya aku USG, di situ kelihatan banget bentuk benjolannya kayak awan,” bebernya lagi.
Dokter pun langsung mengarahkan Ajeng untuk melakukan biopsi payudara lantaran benjolan tersebut dicurigai mengarah ke keganasan atau kanker. Benar saja, hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa Ajeng positif kanker payudara.
Artikel terkait: 13 Hal Yang Bisa Menyebabkan Kanker Payudara
Sabar Menjalani Operasi Pengangkatan Payudara, Kemoterapi, hingga Radioterapi
Bagai disambar petir, Ajeng Stephanie jelas terkejut dengan diagnosis dokter. Apalagi menurutnya, selama ini ia tidak merasakan sakit sama sekali.
“Rasanya kayak mimpi. Aduh, dokter, aku harus ngapain? Bingung,” kata Ajeng mengenang reaksinya saat pertama kali terdiagnosis kanker payudara.
Dokter pun menyarankan tindakan pengangkatan jaringan payudara, yang dalam istilah medis dikenal dengan sebutan mastektomi. Kemudian dilanjutkan dengan 6 kali kemoterapi dan 16 kali radioterapi.
Setelah semua rangkaian pengobatan itu dilalui Ajeng, kondisi kesehatannya berangsur pulih dan terkontrol.
“2019 itu kanker aku masih terkontrol. Tapi Maret 2020, again, aku ngerasain ada benjolan lagi. Karena sudah enggak ada di kanan, sekarang pindah ke kiri. Oh my God!” serunya.
Lagi-lagi ia harus mengulangi rangkaian treatment yang sama, tetapi dengan durasi yang lebih panjang.
“Aku harus mengulang semua treatment itu. Tapi sekarang lebih panjang, 16 kali kemoterapi terus 30 kali radiasi. Jadi, aku total keseluruhan ada 22 kali kemo dan 46 kali radiasi,” terang Ajeng.
“Aduh, heboh. Makanya, aku bilang ini sebutannya beauty treatment atau perawatan kecantikan kita, jadi biar enggak menakutkan, gitu,” Ajeng tertawa.
Artikel terkait: 10 Makanan Ini Bantu Cegah Kanker Payudara, Terbukti Secara Ilmiah
Pentingnya Dukungan Keluarga dan Komunitas bagi Survivor Kanker Payudara
Setelah semua proses panjang yang harus ia lalui, beruntung Ajeng bisa merasa sehat kembali.
“Puji Tuhan, sampai sekarang masih remisi, ya, artinya kankernya masih terkontrol. Tinggal mengelola hidup baik saja,” kata Ajeng.
Lebih lanjut, ia menyebut bahwa kanker bukanlah akhir dari kehidupan.
“Saat kita berhasil melaluinya, kehidupan kita rasanya naik tingkat. Memang tantangan banget, ya, ngadepin cancer,” akunya.
Syukurnya lagi, selalu ada orang-orang terkasih yang memberikan support dan semangat saat Ajeng harus berjuang melawan penyakitnya.
“Anak-anak itu alasan utama (untuk sembuh), terus baru suami. Tentunya juga seluruh keluarga dan teman-teman yang memberi dukungan,” bebernya.
Selain itu, yang tak kalah penting menurut Ajeng adalah dukungan dari komunitas. Sebab melalui komunitas, ia bisa saling menguatkan dengan sesama survivor kanker payudara lainnya.
“Kebetulan aku tergabung di Love Pink Indonesia, jadi aku, tuh, merasa enggak sendiri. Rangkaian treatment seperti kemo yang berat banget itu jadi terasa lebih ringan,” pungkasnya.
Untuk Parents ketahui, Love Pink Indonesia adalah organisasi nirlaba yang berfokus pada kegiatan sosialisasi deteksi dini kanker payudara dengan cara SADARI (Periksa Payudara Sendiri), SADANIS (Periksa Payudara Secara Klinis), serta pendampingan bagi sesama perempuan survivor kanker payudara.
Baca juga:
Deteksi kanker payudara lewat mamografi, begini cara pemeriksaannya. Benarkah menyakitkan?
Kabar Gembira! Deteksi Dini Kanker Payudara dan Kanker Serviks Kini Ditanggung BPJS
Anak gadis Anda menstruasi dini? Waspada kanker payudara
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.