ADHD pada Anak: Penyebab, Ciri, Perawatan, dan Pengobatan
Agar tidak salah melabeli anak, ada beberapa ciri anak ADHD yang perlu orangtua ketahui.
Semakin bertambahnya usia, anak semakin sulit fokus dan berkonsentrasi. Ia bahkan cenderung banyak melakukan gerakan yang sulit dikendalikan dan beberapa kali berlaku kasar pada orang di sekitarnya. Mungkinkah anak memiliki masalah pada perkembangannya sarafnya, seperti ADHD misalnya? Berikut pengertian, ciri-ciri dan cara mengetahui ADHD pada anak.
Daftar isi
Apa Itu ADHD pada Anak?
“Anak saya, Resha (7 tahun) sering kali tidak fokus, gampang sekali lupa. Bahkan kondisi ini juga dikeluhkan oleh gurunya di sekolah. Resha tak bisa diam, maunya lari ke sana ke mari, bahkan kalau diajak bicara sering melengos, enggak mau dengar. Apakah ini semua ciri anak ADHD?”
Pertanyaan ini diajukan Suri (36 tahun), ibu dari Resha kepada psikolog. Suri merasa ada sesuatu yang tidak normal pada anak semata wayangnya. Untuk memastikannya, Suri pun segera memutuskan untuk mendatangi klinik tumbuh kembang.
“Supaya anak saya mendapatkan penanganan yang tepat. Jangan sampai kondisi ini menghambat masa depannya kelak,” tutur Suri.
Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menjelaskan attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD) sebagai salah satu gangguan perkembangan saraf kompleks yang paling umum terjadi dan didiagnosis pertama kali pada masa kanak-kanak.
Kondisi ini biasanya sering berlangsung hingga dewasa. Anak-anak dengan ADHD umumnya mengalami kesulitan memperhatikan, sulit fokus atau berkonsentrasi, dan sulit mengendalikan perilaku impulsif (mungkin bertindak tanpa memikirkan apa akibatnya), atau terlalu aktif.
Semua kombinasi masalah di atas kemudian memengaruhi rasa percaya diri dan harga diri anak. Pun memengaruhi hubungan dengan orang-orang di sekitar, khususnya teman seusianya, serta kinerja yang buruk di sekolah.
Mengutip laman Kids Health, ADHD lebih sering terjadi pada pria daripada perempuan, perilakunya juga dapat berbeda pada anak laki-laki dan perempuan. Misalnya, anak laki-laki mungkin lebih hiperaktif dan anak perempuan cenderung diam-diam tidak memperhatikan.
Artikel terkait: Pengasuhan dan Penanganan Anak dengan ADHD, Ini Saran Psikolog
Subtipe ADHD
1. Inattentive
Sebagian besar gejalanya adalah kesulitan memfokuskan perhatiannya, serta sulit berkonsentrasi dan konsisten menyelesaikan tugasnya. Mereka juga tidak mendengarkan arahan dengan baik, melewatkan detail penting, dan tidak menyelesaikan apa yang mereka mulai. Itu mungkin karena mereka kerap melamun, suka linglung atau pelupa, dan kehilangan jejak barang-barang mereka.
2. Hyperactive
Subtipe ADHD pada anak yang hiperaktif adalah menunjukkan gejala gelisah, mudah bosan, kesulitan duduk diam, terlihat seperti selalu terburu-buru,dan ceroboh. Mereka tanpa sadar mungkin saja memanjat, melompat, atau bermain kasar atau bertindak dengan cara yang mengganggu orang lain.
3. Impulsive
Ada juga subtipe ADHD impulsif, di mana anak bertindak terlalu cepat sebelum berpikir. Mereka sering menyela, suka mendorong atau meraih, merasa sulit untuk menunggu, mungkin melakukan sesuatu tanpa meminta izin, mengambil barang yang bukan miliknya, atau bertindak dengan cara yang berisiko. Mereka mungkin memiliki reaksi emosional yang tampaknya terlalu kuat untuk situasi tersebut.
4. Kombinasi
Campuran dari semua subtipe di atas.
Penyebab dan Faktor Risiko ADHD pada Anak
Ada beberapa faktor yang dapat membuat anak lebih berisiko mengalami kondisi ini, antara lain:
Faktor Genetik
Tidak jelas apa yang menyebabkan ADHD pada anak. Namun, dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa genetika memainkan peran penting. Banyak anak yang memiliki ADHD memiliki orang tua atau kerabat dengan diagnosis ADHD.
Selain genetika, para ilmuwan sedang mempelajari kemungkinan penyebab dan faktor risiko lainnya termasuk:
- Kerusakan otak
- Paparan risiko lingkungan (misalnya, timbal, paparan zat beracun, polusi) selama kehamilan atau pada usia muda
- Penggunaan alkohol dan tembakau selama kehamilan
- Kelahiran prematur
- Berat badan lahir rendah
- Gangguan neurologis
- Kekurangan gizi tertentu pada anak
Mitos yang mengatakan ADHD disebabkan oleh terlalu banyak makan gula, terlalu banyak menonton televisi, pola pengasuhan anak yang salah, atau faktor sosial dan lingkungan seperti kemiskinan atau kekacauan keluarga, itu SALAH! Mungkin hal-hal tadi memang dapat memperburuk gejala, tetapi itu bukanlah penyebab utama ADHD.
Ciri ADHD pada Anak
Sebenarnya, adalah normal bagi anak-anak untuk mengalami kesulitan fokus atau menyelesaikan satu hal dalam satu waktu. Namun pada anak-anak dengan ADHD, mereka memang benar-benar tumbuh dengan perilaku ini.
Gejalanya terus berlanjut hingga mereka dewasa, bahkan bisa semakin parah, dan dapat menyebabkan mereka kesulitan di sekolah, di rumah, atau bersosialisasi dengan temannya.
Ciri khas dari anak dengan ADHD menurut psikolog anak Vera Itabiliana Hadiwidjojo, S.Psi, Psikolog, saat di temui theAsianparent, di antaranya:
1. Tidak Bisa Diam
Vera menegaskan bahwa salah satu ciri anak ADHD yang bisa dilihat orang tua adalah kondisi anak yang tidak bisa diam. Anak akan bergerak terus. “Jadi, diamnya itu ketika saat anak tidur saja,” ujarnya.
2. Aktivitas Tak Bertujuan
“Misalnya, saat ia main, mainan tersebut mudah sekali ditinggal meskipun belum selesai dimainkan. Jadi, biasanya, kan, kalau anak itu akan memilih mainan lain setelah dia bosan atau sudah selesai dengan mainan, nah anak ADHD tidak,” tukas Vera.
3. Sering Lupa
Ciri anak ADHD lainnya yang mudah dikenali adalah ketika anak sering lupa. Baik lupa membawa barang ataupun lupa dalam mengingat sesuatu.
4. Tak Berhenti Bicara
Ciri anak ADHD lainnya yang bisa diperhatikan dan mudah dilihat adalah ketika anak tersebut susah berhenti bicara. “Anak sangat cerewet, ngomong terus-menerus, dan saat diajak bicara cenderung tidak mendengarkan.”
Sementara ciri lainnya yang dirangkum dari beberapa sumber adalah:
- Banyak melamun
- Membuat kesalahan yang ceroboh atau mengambil risiko yang tidak perlu
- Sulit menahan godaan
- Tidak bisa menunggu atau bergiliran/antre
- Mengalami kesulitan bergaul dengan orang lain
- Kesulitan fokus pada aktivitas dan menjadi mudah terganggu
- Rentang perhatian yang rendah saat bermain atau mengerjakan tugas sekolah
- Terus-menerus bergerak atau berlarian
- Berperilaku mengganggu
Menurut Vera Itabiliana Hadiwidjojo, sejumlah ciri anak ADHD di atas bisa muncul di mana saja, baik di lingkungan sekolah atau rumah. “Jadi check list ini juga harus diberikan pada gurunya agar bisa ikut memantau anak ketika di sekolah.”
“Kami, psikolog anak punya kriteria untuk menentukan. Misalnya ada 12 kriteria, ini kita harus menunjukan 6 ciri. Orang tua juga biasanya akan diminta untuk mengamati anak dalam jangka waktu beberapa bulan ke depan, setidaknya 6 bulan terus diamati. Biasanya, saya akan memberikan list yang untuk di check list para orang tua.”
Oleh karena itu, Vera menyarankan jika orang tua sudah melihat beberapa ciri anak ADHD, segera konsultasikan dengan psikolog atau datang ke klinik tumbuh kembang. Dengan begitu, penanganan yang bisa diberikan dengan tepat.
“Mulai dari terapi, mencari tahu juga bagaimana penanganan di sekolah untuk mengetahui apakah memang anak tersebut perlu penanganan diberikan program khusus, atau bahkan memang memerlukan pendampingan khusus di sekolah.”
Diagnosis ADHD pada Anak
Gejala ADHD pada anak, melansir Mayo Clinic, umumnya dimulai sebelum usia anak 12 tahun, dan pada beberapa anak, gejalanya terlihat sejak anak berusia 3 tahun. Gejalanya bisa ringan, sedang atau berat, dan bisa berlanjut hingga dewasa.
Jika Parents mengira si kecil menderita ADHD, periksakanlah dengan dokter anak. Lalu, untuk memutuskan anak memiliki ADHD, ada beberapa langkah yang harus dilakukan dokter.
Di dalamnya tidak ada tes tunggal, karena beberapa gejalanya –seperti kecemasan, depresi, masalah tidur, dan beberapa jenis ketidakmampuan belajar– serupa dengan masalah gangguan mental yang lain.
Pertama, dokter akan menanyakan riwayat kesehatan, perilaku, dan aktivitas anak pada orang tua, guru dan si anak sendiri. Kedua, melakukan pemeriksaan medis, termasuk pemeriksaan penglihatan dan pendengaran.
Dokter akan memberikan diagnosis ADHD jika ia dengan jelas melihat ini pada buah hati Anda:
- Masalah anak dalam hal memperhatikan sesuatu, tindakan hiperaktif atau impulsifnya apakah sudah sesuai dengan perkembangan usia anak.
- Sejak kapan perilaku tersebut sudah berlangsung, baru saja atau sejak anak masih sangat kecil.
- Apakah perilaku tersebut memengaruhi anak di sekolah dan di rumah.
- Hasil pemeriksaan kesehatan menunjukkan bahwa masalah kesehatan atau pembelajaran lain tidak menyebabkan masalah.
Dokter akan memberikan rujukan agar anak dipertemukan dengan psikolog atau psikiater guna membantu mengatasi masalahnya.
Artikel terkait: Perbedaan Autisme dan ADHD pada Anak, Jangan Keliru!
Cara Merawat dan Mengobati Anak dengan ADHD
Meski pengobatan tidak akan menyembuhkan ADHD, ini dapat membantu banyak gejala. Perawatan biasanya melibatkan obat-obatan dan intervensi perilaku. Diagnosis dan pengobatan dini dapat membuat perbedaan besar dalam hasil.
Terapi
Terapi perilaku adalah salah satu jenis terapi yang paling bermanfaat untuk ADHD, terutama untuk anak-anak dan remaja. Sebab, hal ini dapat membantu mengidentifikasi pikiran, perasaan, dan perilaku yang paling berdampak (seperti mengembangkan keterampilan sosial, emosional).
- Pada anak-anak yang lebih muda dengan ADHD (prasekolah usia 4-5 tahun), terapi perilaku yang berfokus pada pelatihan orang tua, manajemen kelas, dan intervensi teman sebaya adalah pengobatan efektif di lini pertama sebelum pengobatan dicoba.
- Pada remaja dan orang dewasa, jenis terapi perilaku yang disebut cognitive behavioral therapy (CBT) juga dapat membantu.
Pengobatan
Obat-obatan dapat digunakan sendiri atau bersama dengan terapi perilaku untuk mengurangi gejala ADHD pada anak dan orang dewasa. Obat juga membantu mengaktifkan kemampuan otak untuk memperhatikan, memperlambat, dan menggunakan lebih banyak kontrol diri.
Dalam kebanyakan kasus, ADHD paling baik diobati dengan kombinasi terapi perilaku dan pengobatan.
- Menurut penelitian, psikostimulan –obat yang meningkatkan aktivitas sistem saraf pusat– merupakan obat lini pertama untuk ADHD.
- Obat nonstimulan lainnya untuk ADHD dapat mencakup obat tekanan darah tinggi tertentu, antidepresan, antipsikotik, dan penstabil suasana hati.
Perubahan Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup untuk ADHD melibatkan strategi yang dapat membantu anak mengatasi kurangnya perhatian, hiperaktif, dan impulsif yang disebabkan oleh kondisi tersebut.
Berikut adalah beberapa cara bermanfaat untuk membuat struktur untuk diri sendiri jika si kecil menderita ADHD:
- Sempurnakan keterampilan belajar anak
- Buat teknik organisasi
- Menerapkan strategi manajemen waktu
Pembinaan Orang Tua dan Guru
Melalui pembinaan, orang tua mempelajari cara terbaik untuk menanggapi masalah perilaku yang merupakan bagian dari ADHD pada anak. Dukungan sekolah dan guru juga diperlukan agar dapat membantu anak-anak dengan ADHD menjalankan proses belajar-mengajar dengan baik dan lebih menikmati sekolah.
Artikel terkait: 6 Permainan yang dianjurkan untuk anak ADHD, Parents harus tahu!
Stop Labeli “Anak Nakal” pada Anak ADHD
Membesarkan anak berkebutuhan khusus memang bukanlah perkara mudah. Tak terkecuali membesarkan anak dengan kondisi ADHD.
Untuk mengetahui seorang anak mengalami gangguan ADHD atau tidak, diperlukan kejelian dari orang tua pada awalnya. Dengan begitu, anak bisa mendapatkan kesempatan untuk dipertemukan dengan dokter sehingga dokter bisa segera melakukan pemeriksaan lebih lanjut dan memberikan diagnosisnya. Penanganannya juga bisa lebih tepat.
Sayangnya, sering kali orang tua lebih dulu membuat diagnosis sepihak dan langsung memberikan label anak sebagai ‘anak badung’ atau ‘anak nakal’.
“Biasanya kalau tidak didiagnosis, anak-anak ADHD ini sering mendapat label anak badung atau nakal. Padahal, anak ADHD ini umumnya anak pintar. Kecerdasannya di atas rata-rata.
Hanya saja karena memang sulit untuk fokus atau konsentrasi, makanya akan memengaruhi dengan penilaian guru di sekolah. Artinya, anak ADHD sebenarnya punya potensi yang besar,” kata Vera saat ditemui theAsianparent.
“Sayangnya lagi, jika tidak ditangani dengan baik, maka kondisinya jadi tidak terarah. Banyak sekali yang salah label, atau malah banyak juga orang tua yang justru denial. Anak ADHD dianggap sebagai sesuatu yang memalukan. Padahal tidak,” imbuh Vera menjelaskan.
Psikolog jebolan Universitas Indonesia ini kemudian menambahkan, “Kalau di psikologi, seorang anak baru bisa didiagnosis ADHD, ketika ia sudah berusia di atas 3 tahun. Hal ini dikarenakan saat anak masih di bawah 2 tahun, mereka memang cenderung tidak bisa diam.”
Pencegahan ADHD
Sayangnya, tidak ada metode pencegahan yang spesifik terhadap kondisi ini. Namun, ibu hamil dapat mengurangi risiko terjadinya ADHD pada anak dengan menjauhi paparan rokok, minuman beralkohol, dan NAPZA, terutama pada masa kehamilan. Ibu hamil juga tetap perlu mengelola stres selama kehamilan.
Kapan Harus ke Dokter?
Segera periksakan anak Anda ke dokter apabila Parents melihat anak menunjukkan tanda dan gejala ADHD. Parents mungkin akan mengalami kesulitan untuk membedakan gejala ADHD dengan tingkah laku normal pada anak. Karena itu, penting untuk diskusi dengan dokter tentang hal ini.
***
Perawatan yang tepat serta bimbingan dari orang tua dan guru dapat membantu mengurangi gejala ADHD pada anak. Jadi, jangan terlalu khawatir dengan masalah ADHD pada anak Anda, Bunda.
Artikel diupdate oleh: Ester Sondang
What is ADHD?
www.cdc.gov/ncbddd/adhd/facts.html#:~:text=ADHaD is one of the,)%2C or be overly active
Attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD) in children
www.mayoclinic.org/diseases-conditions/adhd/symptoms-causes/syc-20350889
ADHD
kidshealth.org/en/parents/adhd.html
Common Signs of Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)
www.healthline.com/health/adhd/signs
Baca juga:
Penelitian: Diet Mediterania Mengurangi Risiko dan Gejala Anak ADHD
Jangan Dipandang Sebelah Mata, Ini 6 Kelebihan Anak Hiperaktif atau ADHD