Parents mungkin sering mendengar istilah stunting. Sebenarnya apa itu stunting?
Kondisi ini merujuk pada kekurangan gizi kronis selama periode paling awal pertumbuhan serta perkembangan anak.
Stunting punya banyak dampak buruk bagi anak.
Lantas, apa penyebab dari kondisi tersebut?
Pada tahun 2019, survei membuktikan bahwa ada 30% anak Indonesia mengalami stunting pada usia balita.
Ada banyak hal yang bisa menyebabkan stunting mulai dari pendidikan sampai dengan ekonomi.
Oleh karena itu, sangat penting untuk melakukan pencegahan sejak dini karena dampak stunting sangat sulit diperbaiki di masa depan dan bahkan bisa merugikan anak kelak.
Apa Itu Stunting?
Mengutip dari Hello Sehat, stunting adalah kondisi yang ditandai ketika tinggi badan anak kurang dari tinggi badan rata-rata anak seumurannya.
Stunting bisa diartikan sebagai kondisi di mana anak mengalami gangguan pertumbuhan sehingga tubuh anak menjadi lebih pendek dari yang lainnya.
Banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa anak yang tubuhnya pendek bisa menjadi tanda masalah gizi kronis pada pertumbuhan badan anak.
Apalagi kalau kondisi semacam ini dialami oleh anak yang usianya masih di bawah 2 tahun.
Orang tua harus segera menanganinya.
Saat tinggi/panjang tubuhnya berada dua angka di bawah standar deviasi, maka saat itulah anak disebut mengalami stunting.
Artikel terkait: Cegah Stunting pada Anak Sejak Ia dalam Kandungan, Ini yang Perlu Dilakukan!
Penyebab Stunting pada Anak
Stunting merupakan akibat dari berbagai faktor yang ada di masa lalu.
Faktor-faktor ini antara lain asupan gizi yang buruk, terserang penyakit infeksi beberapa kali, bayi lahir secara prematur dan berat badan lahir yang rendah (BBLR).
Kondisi anak yang kebutuhan gizinya tak tercukupi biasanya tidak hanya dialami setelah anak lahir.
Kekurangan asupan gizi ini bisa saja terjadi ketika anak masih berada dalam kandungan.
Berikut ini beberapa hal yang bisa menyebabkan stunting pada anak.
1. Kekurangan Asupan Gizi Ketika Ibu Sedang Hamil
WHO menyatakan bahwa 20% stunting terjadi ketika bayi masih ada dalam kandungan.
Hal ini bisa disebabkan asupan ibu hamil yang kurang memenuhi gizi, jadi kandungan gizi pada janin hanya sedikit.
Akibatnya, pertumbuhan janin yang ada dalam kandungan terhambat dan hal ini berlanjut setelah bayi lahir.
Oleh karena itu, ibu sebaiknya berusaha memenuhi nutrisi selama kehamilan.
Artikel terkait: Mengenal Stunting atau Kondisi Tubuh Anak Pendek, Apa Penyebabnya?
2. Kebutuhan Gizi Anak Tidak Tercukupi
Stunting juga dapat terjadi karena makanan balita tidak tercukupi saat masih berusia kurang dari 2 tahun.
Penyebabnya antara lain posisi pelekatan yang kurang tepat, tidak mendapatkan ASI eksklusif atau MPASI yang diberikan tidak mengandung gizi seperti zat besi, zinc, dan protein.
Proses tumbuh kembang anak akan melambat saat berusia 3 tahun.
Kemudian, grafik penilaian tinggi badan berdasarkan umur terus bergerak mengikuti kurva standar, namun dengan posisi yang berada di bawah.
Ada sedikit perbedaan kondisi stunting pada anak usia 2-3 tahun dengan anak yang usianya lebih dari 3 tahun.
Rendahnya pengukuran grafik tinggi badan menurut usia pada anak di bawah 2-3 tahun menunjukkan proses stunting sedang berlangsung.
Sedangkan pada anak yang usianya lebih dari 2-3 tahun, kondisi serupa menunjukkan bahwa pertumbuhan anak memang sudah gagal (stunted).
3. Akses Air Bersih dan Sanitasi yang Kurang
Air bersih dan sanitasi buruk bisa menyebabkan stunting pada anak.
Penggunaan air yang kurang bersih untuk masak atau minum serta kakus yang masih terbatas meningkatkan risiko terjadinya infeksi.
Kedua hal ini dapat meningkatkan risiko terjadinya diare dan cacingan.
Artikel terkait: Bunda wajib tahu! Stunting pada anak bisa terjadi sejak masa kehamilan
4. Akses Layanan Kesehatan Terbatas
Di beberapa daerah tertinggal di Indonesia, akses terhadap layanan kesehatan masih kurang.
Selain memberikan perawatan pada anak atau ibu hamil yang sakit, tenaga kesehatan dibutuhkan untuk memberikan pengetahuan tentang gizi untuk ibu hamil dan anak pada awal kehidupannya.
5. Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Selama Kehamilan dan Setelah Melahirkan
Bayi sudah membutuhkan banyak nutrisi untuk pertumbuhan dan perkembangannya, bahkan sejak dalam kandungan.
Sangat penting bagi seorang ibu berada dalam kondisi sehat dan mengonsumsi makanan bergizi.
Kalau pengetahuan ibu akan nutrisi masih kurang maka kondisi ini akan sulit terpenuhi.
Demikian juga ketika bayi lahir, bayi masih membutuhkan gizi berupa ASI eksklusif selama 6 bulan pertama, setelah itu makanan pendamping ASI (MPASI) yang berkualitas.
Ibu harus punya cukup pengetahuan mengenai gizi anak.
Cara Mengatasi Stunting
Salah satu penanganan pertama yang dapat dilakukan ketika tinggi badan anak berada di bawah normal yaitu dengan memberikan pola asuh yang tepat.
Inisiasi menyusu dini (IMD), memberikan ASI eksklusif sampai dengan 6 bulan, serta pemberian ASI bersama dengan MPASI sampai anak berusia 2 tahun.
WHO dan UNICEF menganjurkan supaya bayi yang berusia 6-23 bulan mendapatkan makanan pendamping ASI (MPASI) yang maksimal.
Pemberian makanan sebaiknya mengandung minimal 4 atau lebih dari 7 jenis makanan.
Jenis makanan meliputi umbi-umbian, kacang-kacangan, produk olahan susu, telur atau sumber protein lainnya dan sayur/buah kaya vitamin A.
Ketersediaan pangan pada setiap keluarga turut berperan mengatasi stunting dan tidak kalah penting juga untuk meningkatkan kualitas makanan harian anak.
***
Parents kini sudah tahu kan apa itu stunting dan penyebabnya?
Cukupi gizi si Kecil agar pertumbuhannya bisa maksimal.
Baca juga:
https://id.theasianparent.com/masalah-stunting
https://id.theasianparent.com/cara-mengatasi-stunting
https://id.theasianparent.com/pemeriksaan-ibu-hamil