Pemenuhan zat besi untuk bayi merupakan salah satu hal penting yang tidak boleh diabaikan oleh Parents.
Sebab, dampak kekurangan zat besi sangat fatal, salah satunya akan mengganggu tumbuh kembang yang optimal.
Untuk bayi baru lahir, asupan zat besi mereka bisa didapatkan dari ASI.
Sementara, saat usia bayi sudah 6 bulan, kebutuhan zat besi untuk bayi bisa diperoleh dari MPASI yang difortifikasi zat besi.
Sayangnya, hingga saat ini masih banyak bayi yang mengalami kekurangan zat besi.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, 1 dari 3 balita Indonesia mengalami anemia yang disebabkan oleh kurangnya asupan nutrien zat besi.
Apabila buah hati Parents termasuk yang mengalami kekurangan zat besi, lantas cara apakah yang sebaiknya dilakukan?
Apakah si Kecil boleh diberikan suplemen zat besi?
Simak penjelasannya di bawah ini.
Kebutuhan Zat Besi untuk Bayi
Berikut kebutuhan zat besi menurut usia bayi dan anak:
- 0-6 bulan: 0,27 miligram zat besi per hari.
- 6-12 bulan: 11 mg per hari
- anak berusia 1- 3 tahun: 7 mg per hari
- 4–8 tahun: 10 miligram zat besi
Dan tahukan Parents bahwa ASI hanya memenuhi 0,3 mg zat besi per hari si Kecil?
Namun karena zat besi yang terkandung di dalam ASI mudah terserap oleh saluran cerna bayi dan bayi masih mendapatkan cadangan yang cukup dari transfer pada trimester terakhir kehamilan, maka kecukupan zat besi dapat terjamin sampai dengan mereka berusia 4-6 bulan.
Namun, setelah usia 6 bulan, bayi tumbuh begitu cepat sehingga berisiko kekurangan zat besi. Terutama jika mereka hanya mendapatkan ASI dan mendapatkan makanan mengandung sumber zat besi (seperti daging merah, hati ayam) atau MPASI fortifikasi kurang dari 2 kali per hari.
Cara Mencukupi Kebutuhan Zat Besi untuk Bayi
Untuk memastikan bayi setelah usia 6 bulan mendapatkan zat besi yang cukup untuk pertumbuhannya, berikan makanan tambahan berikut ya, Parents.
- Makanan yang tinggi zat besi minimal 2 kali per hari. Daging merah mengandung zat besi paling tinggi (23%), diikuti oleh sayur berwarna hijau gelap (3-8%).
- Makanan mengandung vitamin C. Ini untuk membantu penyerapan zat besi lebih optimal. Contohnya, jeruk, jeruk limau, stroberi, brokoli dan paprika.
- Hindari mengonsumsi susu atau teh pada saat makan utama. Pasalnya, bisa menghambat penyerapan zat besi secara maksimal. Berikan teh dan susu di luar jam makan bayi ya, Parents.
- Pilih MPASI yang sudah difortifikasi. MPASI fortifikasi yang telah diperkaya zat besi bisa menjadi alternatif sumber makanan yang mengandung tinggi zat besi.
Artikel terkait: 19 Makanan Kaya Zat Besi untuk Bayi Selain Daging, Parents Perlu Tahu!
Risiko Jika Anak Kekurangan Zat Besi
Kekurangan zat besi pada anak, atau biasa disebut Anemia Defisiensi Besi (ADB) pastinya akan memberikan dampak negatif untuk pertumbuhan si Kecil.
Pada lamai IDAI disebutkan beberapa hal yang bisa terjadi jika anak kekurangan zat besi, di antaranya.
- Menurunkan sistem kekebalan tubuh sehingga meningkatkan terjadinya infeksi pada anak.
- Menyebabkan gangguan pertumbuhan organ tubuh akibat oksigenasi ke jaringan berkurang.
- Jika berlangsung lama, ADB bisa menurunkan daya konsentrasi dan prestasi belajar anak.
- Dibawah usia 2 tahun menyebabkan anak lebih “lemot” dalam merespons, lebih iritabel dan sulit mengendalikan diri.
Artikel terkait: Ini 5 Bahaya Jika Anak Kurang Zat Besi
Bolehkah Bayi Diberikan Suplemen Zat Besi?
Menurut Prof. Dr. dr. Saptawati Bardosono, Msc., suplemen zat besi memang dapat diberikan pada bayi sejak usianya 3 bulan.
Namun, pemberian suplemen zat besi tidak boleh sembarangan, serta saat kondisi si Kecil benar-benar sudah mengalami anemia.
“Apabila anak mengalami kekurangan zat besi, cara pertama yang paling baik untuk mengatasinya yaitu dengan makanan, berikan makanan yang diperkaya dengan zat besi. Kalau itu sudah bisa diatasi, tidak perlu suplemen zat besi lagi,” ujarnya saat ditemui di acara peluncuran Nestle Cerelac Risenutri.
“Akan tetapi, kalau bayi sudah mengalami anemia, itu sudah harus diberi suplementasi. Biasanya pada saat bayi berusia 3 bulan, karena mereka belum mendapat MPASI. Kalau sudah 6 bulan, kita khawatir bayi kurang zat besi, pertama yang dipilih adalah makanan dari MPASI,” imbuh Saptawati.
Saptawati melanjutkan, jika pemberian suplemen zat besi hanya bisa dilakukan sesuai anjuran dokter.
Pasalnya, suplemen zat besi juga memiliki dosis, sehingga harus dokter yang memberikannya.
Selain itu, sebelumnya si Kecil juga harus melakukan pemeriksaan terlebih dahulu.
Tujuannya untuk mengetahui apakah ia benar-benar membutuhkan suplemen zat besi atau tidak.
“Jadi kita harus benar-benar tahu, diperiksa darahnya, apakah hemoglobinnya rendah, zat besinya rendah. Kemudian harus ke dokter untuk dilihat apakah cukup dengan makanan ataukah sudah harus dengan suplemen. Tapi, kalau sudah anemia, itu harus suplemen, ga bisa dengan makanan,” jelas Saptawati selaku Profesor Gizi Medik.
“Kalau masih defisiensi zat besi atau masih kekurangan zat besi, bisa dengan makanan untuk mencegah anemia. Tapi, kalau sudah anemia, terpaksa harus pakai suplemen,” lanjutnya menjelaskan.
Adakah Efek Samping Pemberian Suplemen Zat Besi untuk Bayi?
Belum ada penelitian terkait efek samping suplemen zat besi bagi bayi.
Namun, sama halnya dengan kekurangan zat besi, kondisi kelebihan zat besi juga dapat membahayakan bayi.
“Kalau kebanyakan zat besinya maka dikhawatirkan akan menganggu selaput lendir di usus. Akibatnya bisa erosi, sehingga akan menyebabkan bakteri-bakteri di usus itu berubah, anak mengalami dysbiosis yang membuat anak akan diare dan susah buang air besar,” kata Saptawati pada Kamis, 31 Oktober 2019.
***
Demikian informasi tentang pemberian suplemen zat besi untuk bayi yang patut Parents ketahui, terlebih saat si Kecil mengalami anemia.
Semoga informasinya bermanfaat.
Baca juga:
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.