Bisa menimpa siapa saja, risiko kelahiran prematur mengintai ibu hamil yang terinfeksi COVID-19. Hal ini diungkap dalam penelitian oleh pakar beberapa waktu lalu. Penting bagi ibu hamil untuk senantiasa menjaga kesehatan selama kehamilan.
Risiko Kelahiran Prematur Meningkat Akibat COVID-19
Hubungan antara COVID-19 dan kelahiran prematur dibuktikan oleh penelitian belum lama ini. Adalah Deborah Karasek, seorang ahli epidemiologi dan asisten profesor ilmu kebidanan, ginekologi dan reproduksi di University of California, San Francisco memaparkan hasil penelitiannya.
Dalam penelitian yang dipublikasikan pada 30 Juli di Lancet Regional Health Journal, para peneliti mengadakan pemeriksaan pada ibu melahirkan di California sepanjang Juli 2020 hingga Januari 2021.
Para peneliti membagi waktu kelahiran berdasarkan usia kehamilan tertentu yaitu:
- kelahiran sangat prematur, yang terjadi sebelum usia 32 minggu;
- kelahiran prematur, yaitu antara 32 dan 37 minggu;
- kelahiran cukup bulan, yaitu antara 37 dan 38 minggu;
- Aterm, yaitu antara 39 dan 44 minggu.
Hasilnya, ibu yang didiagnosis COVID-19 selama hamil memiliki risiko peningkatan mengalami kelahiran prematur mencapai 60% dan peningkatan 40% untuk kelahiran prematur. Risiko bertambah jadi 160 persen ketika ibu hamil yang terinfeksi memiliki hipertensi, diabetes atau obesitas.
Artikel terkait: Katanya Pamali, Inilah Mitos Setelah Melahirkan yang Kualami
“Kelahiran prematur sangat menantang bagi ibu hamil dan bayi, juga membawa risiko tertinggi komplikasi bayi,” lanjut Deborah.
Studi ini melibatkan beberapa ras, etnik, dan status asuransi. Mereka menemukan bahwa orang-orang Latin, Indian Amerika/Alaska, penduduk asli Hawaii/Kepulauan Pasifik, serta orang-orang dengan asuransi publik memiliki tingkat COVID-19 yang lebih tinggi selama kehamilan.
“Dengan lonjakan infeksi dan peningkatan varian Delta, kita harus memikirkan ibu hamil, terutama populasi hitam dan cokelat, sebagai kelompok yang perlu diprioritaskan dengan kebijakan yang mendukung untuk mengurangi paparan dan stres, dan meningkatkan akses ke perawatan kesehatan,” imbuh Deborah.
Lebih lanjut, Deborah juga memaparkan bahwa infeksi yang mengenai ibu hamil tidak semuanya bergejala parah. Risiko kelahiran prematur juga sangat mungkin terjadi pada ibu hamil dengan infeksi ringan atau bahkan orang tanpa gejala.
Dengan risiko sedemikian besar, Deborah menyebutkan bahwa ibu hamil sebaiknya tidak ragu untuk segera divaksinasi, Vaksinasi berguna untuk mengurangi risiko COVID-19 lebih parah, juga mengurangi risiko bayi lahir prematur.
Artikel terkait: 9 Cara Mempercepat Pembukaan saat Melahirkan Tanpa Induksi Medis
Vaksinasi Ibu Hamil
Di Indonesia sendiri, vaksinasi untuk ibu hamil sudah tersedia sejak Agustus 2021. Dalam Surat Edaran HK.02.01/I/2007/2021 tentang Vaksinasi COVID-19 Bagi Ibu Hamil dan Penyesuaian Skrining Dalam Pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 yang ditandatangani oleh Plt Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Maxi Rein Rondonuwu pada tanggal 2 Agustus 2021, vaksinasi bagi ibu hamil dinyatakan masuk dalam kriteria khusus.
Seperti yang sudah diperingatkan oleh Ketua Umum Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) Januarto sebelumnya, COVID-19 dapat meningkatkan risiko kejadian persalinan prematur dan komplikasi kehamilan lainnya.
Maka, POGI meminta pemerintah mensosialisasikan pedoman penanganan ibu hamil dan ibu bersalin yang terinfeksi COVID-19 pada seluruh tenaga kesehatan dan fasyankes yang melakukan pemeriksaan kehamilan.
Perlu diketahui bahwa, varian baru yang masuk ke Indonesia terutama varian delta mengakibatkan ibu hamil menjadi lebih rentan dan lebih cepat mengalami keparahan gejala, bahkan berujung kematian.
Masih menurut Surat Edaran Pemerintah, berikut syarat ibu hamil yang dianjurkan dan boleh melakukan vaksinasi:
- Suhu tubuh di bawah 37,5 derajat Celsius
- Tekanan darah di bawah 140/90 mmHg. Apabila hasilnya di atas 140/90 mmHg, pengukuran diulang lagi 5-10 menit kemudian, Apabila masih di atas ambang batas tersebut, vaksinasi akan ditunda
- Usia kehamilan trimester kedua, atau di atas 13 minggu
- Tidak ada tanda-tanda preeklamsia seperti kaki bengkak, sakit kepala, nyeri ulu hati, pandangan kabur, dan tekanan darah di atas 140/90 mmHg.
- Tidak memiliki riwayat alergi berat seperti sesak napas, bengkak, atau bidur di seluruh tubuh.
- Bagi ibu hamil dengan penyakit penyerta atau komorbid seperti jantung, diabetes, asma, penyakit paru, HIV, hipertiroid/hipotiroid, penyakit ginjal kronik, atau penyakit liver; penyakit penyerta dalam kondisi terkontrol dan tidak ada komplikasi akut.
- Bagi ibu hamil dengan penyakit autoimun atau menjalani pengobatan autoimun seperti lupus, penyakit dalam kondisi terkontrol dan tidak ada komplikasi akut.
- Tidak sedang menjalani pengobatan untuk gangguan pembekuan darah, kelainan darah, defisiensi imun, dan penerima produk atau transfusi darah.
- Tidak sedang menerima pengobatan imunosupresan seperti kortikosteroid dan kemoterapi
- Tidak terkonfirmasi positif COVID-19 dalam kurun waktu tiga bulan terakhir.
Parents, semoga informasi ini membantu!
Artikel telah ditinjau oleh:
dr. Gita Permatasari
Dokter Umum dan Konsultan Laktasi
Jika Parents ingin berdiskusi seputar pola asuh, keluarga, dan kesehatan serta mau mengikuti kelas parenting gratis tiap minggu bisa langsung bergabung di komunitas Telegram theAsianparent.
Baca juga:
Jangan Panik! Ini 5 Persiapan Melahirkan bagi Ibu Positif COVID-19
Terpapar COVID-19 Saat Hamil, Seorang Ibu Meninggal Dunia Usai Melahirkan
Simak! 11 Tanda Melahirkan Sudah Dekat yang Bakal Dialami Ibu Hamil
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.