Disleksia pada Anak: Penyebab, Gejala, dan Cara Mengatasi

Jangan diabaikan, ciri-ciri disleksia bisa dilihat sejak anak usia dini.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Parents, pernah mengdengar apa itu disleksia? Disleksia atau dyslexia adalah salah satu jenis disabilitas yang bisa dialami si Kecil. Anak-anak dengan disleksia umumnya mengalami kesulitan saat mereka belajar membaca, menulis, atau mengeja kata-kata. Apa saja yang perlu Parents ketahui mengenai disleksia pada anak?

Meskipun anak-anak penderita disleksia memiliki tingkat intelegensi di atas rata-rata, mereka sulit memahami pelajaran yang disampaikan secara visual maupun melalui suara.

Otak anak yang mengidap kondisi ini tidak mampu menerjemahkan gambar atau suara yang dilihat oleh mata atau yang didengar oleh telinga. Mata penderita disfungsi otak ini bisa melihat kata-kata yang tertulis dalam buku, tetapi otak tidak mampu menerjemahkan apa yang mereka lihat.

Disleksia bukanlah bagian dari penyakit mental. Oleh karena itu, kepikunan, keterbelakangan mental, dan kerusakan otak tidak dapat digolongkan sebagai gejala kondisi ini, begitu pula dengan gangguan penglihatan dan pendengaran.

Apa Itu Disleksia?

Mengutip dari Mayo Clinic, disleksia adalah gangguan belajar yang melibatkan kesulitan membaca karena masalah dalam mengidentifikasi suara ucapan dan mempelajari bagaimana mereka berhubungan menjadi huruf dan kata (disebut juga proses decoding)

Disleksia terjadi sebagai akibat dari perbedaan individu di area otak yang memproses bahasa.

Ketika sedang belajar, individu dengan disleksia mungkin menerima informasi yang sama dengan rekan-rekan mereka, tetapi memproses bahasa tertulis secara berbeda.

Menurut penelitian, pada otak penderita disleksia ada lebih banyak aktivitas di lobus frontal dan lebih sedikit aktivitas di area parietal dan oksipital otak. Studi menunjukkan lobus parietal terlibat dalam analisis kata dan decoding, sedangkan lobus oksipital lebih terkait dengan kemampuan untuk secara otomatis mengakses seluruh kata dan membaca dengan terampil dan lancar.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Berkurangnya aktivitas di area penting otak ini menjadi alasan individu dengan disleksia harus bekerja dengan ekstra keras untuk dapat membaca.

Selain itu, para peneliti telah menemukan beberapa perbedaan struktural penting di otak disleksia. Otak terdiri dari materi 'putih' dan 'abu-abu' yang memiliki fungsi struktural yang berbeda.

Materi 'putih' terletak lebih dalam di otak dan diperlukan untuk komunikasi antar saraf di sekitar berbagai bagian otak. Sementara materi 'abu-abu' sebagian besar bertanggung jawab untuk memproses informasi dan sebagian besar terdiri dari sel-sel saraf yang terletak di bagian luar otak.

Para ilmuwan telah menemukan individu dengan disleksia cenderung memiliki lebih sedikit materi 'abu-abu' dan materi 'putih' di daerah parietal kiri dibandingkan dengan rekan-rekan seusia mereka yang tanpa disleksia. 

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Berkurangnya materi 'abu-abu' di area khusus ini dapat memengaruhi cara individu disleksia memproses suara bahasa yang berbeda, yang juga dikenal sebagai kesadaran fonemik. Sedangkan materi 'putih' yang berkurang dapat memengaruhi efisiensi pembacaan dan pemrosesan otak disleksia.

Artikel terkait: 8 Artis Penyandang Disleksia Buktikan Kesuksesannya di Dunia Hiburan

Penyebab dan Faktor Risiko Disleksia pada Anak

Bunda, penyebab pasti diskleksia belum diketahui. Namun, umumnya kondisi ini diduga berkaitan erat dengan kelainan genetik. 

Sementara itu, selain genetik, beberapa hal juga bisa menjadi faktor risiko penyebab disleksia pada anak, di antaranya adalah: 

  • Kelahiran prematur
  • Bayi lahir dengan berat badan rendah
  • Anak memiliki riwayat keluarga dengan kondisi gangguan belajar
  • Cedera otak saat bayi dilahirkan
  • Paparan obat-obatan terlarang, alkohol, atau rokok pada ibu saat mengandung
  • Riwayat penyakit lain seperti stroke

Jenis Disleksia

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Perlu diketahui juga, ada dua jenis disleksia, yaitu primer dan berkembang. Keduanya disebabkan oleh faktor yang berbeda.

Jenis disleksia primer terjadi disebabkan akibat tidak berfungsinya cerebrum (bagian otak yang mengatur aktivitas berpikir dan bergerak) yang terjadi akibat faktor genetik dan keturunan.

Sedangkan jenis berkembang dialami ketika anak masih berada dalam kandungan. Pengidap disleksia berkembang dapat membaca, tetapi tidak lancar dan mengalami kesulitan dalam mengeja kata-kata.

Kabar baiknya, kemampuan membaca mereka akan membaik ketika tumbuh dewasa. Pengidap disleksia berkembang mungkin tidak akan pernah menjadi seorang pembaca atau pengeja yang baik, tetapi otak mereka dapat melakukannya meski tidak lancar.

Baik pengidap disleksia primer maupun pengidap disleksia berkembang dapat menangkap gambar maupun suara. Namun, dengan kecepatan merespons yang lebih lambat daripada anak normal.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Gejala dan Ciri-ciri Disleksia pada Anak

Seorang anak yang kemungkinan mengidap disfungsi otak ini akan berulang kali terbalik menuliskan angka atau huruf. Lantaran anak normal pun biasa melakukan kesalahan semacam ini, maka gejala ini mungkin akan dianggap sepele.

Akhirnya, orang tua baru merasa khawatir ketika anak tetap melakukan kesalahan yang sama pada saat usianya telah lebih dari 8 tahun.

Gejala atau ciri-ciri disleksia pada anak lainnya adalah:

  • Anak kesulitan belajar membaca meski tingkat kecerdasannya normal. Si Kecil cenderung lamban dalam membaca dan mempelajari huruf
  • Tidak mampu mengikuti urutan atau pola
  • Tak mampu mengingat apa yang pernah didengar dan dilihat - termasuk hal-hal yang disukainya, seperti film atau cerita
  • Mengerjakan PR dengan tidak rapi
  • Enggan mengerjakan tugas sekolah
  • Mengalami kesulitan saat menyalin dari buku atau papan tulis
  • Sulit mengkoordinasikan gerakan tubuh seperti antara mata dan tangan
  • Anak cenderung susah berkosentrasi
  • Anak mudah sakit dan terserang alergi

Artikel terkait: Pemikirannya "Out of The Box"! Ini 7 Fakta Disleksia yang Jarang Orang Tahu

Kapan Harus Berkonsultasi ke Dokter?

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Tanda-tanda awal disleksia muncul sekitar usia 1 sampai 2 tahun, ketika anak-anak pertama kali belajar bicara. Anak-anak yang tidak mengucapkan kata pertama mereka sampai usia 15 bulan atau frasa pertama mereka sampai usia 2 tahun memiliki risiko lebih tinggi terkena disleksia.

Akan tetapi, tidak semua orang dengan keterlambatan bicara mengalami disleksia dan tidak semua orang dengan disleksia mengalami keterlambatan bicara saat masih anak-anak.

Sekitar usia 5 atau 6 tahun, ketika anak mulai belajar membaca, gejala kondisi menjadi lebih jelas. Anak-anak yang berisiko mengalami gangguan membaca dapat diidentifikasi di taman kanak-kanak saat mereka belajar.

Ini merupakan saat yang tepat untuk melakukan deteksi dan intervensi sebelum beban belajar mereka menjadi lebih berat memasuki usia sekolah dasar.

Pertama, berkonsultasilah dengan guru dan cari tahu seperti apa kemampuan membaca anak. Jika tingkat membaca anak ternyata di bawah apa yang diharapkan guru untuk usia mereka, maka Parents sebaiknya segera berkonsultasi dengan dokter spesialis anak.

Untuk anak-anak dengan masalah kesulitan membaca dan belajar ini semakin dini Parents melakukan intervensi, maka semakin baik hasilnya. 

Jika kondisinya tidak terdiagnosis, anak-anak harus berjuang dengan ekstra keras untuk dapat berhasil di sekolah. Mengidentifikasi disleksia pada usia dini memberi anak lebih banyak waktu untuk menemukan cara atau teknik yang berbeda untuk belajar dan membaca dengan lebih mudah.

Diagnosis

Meskipun kondisi ini disebabkan oleh masalah di otak, tidak ada tes darah atau pemeriksaan laboratorium yang dapat mendeteksinya. Sebaliknya, evaluasi yang cermat dari tanda-tanda umum dapat mengidentifikasi seseorang dengan disleksia.

Penilaian untuk disleksia sendiri mungkin melibatkan mengamati anak di lingkungan belajar mereka, berbicara dengan orang dewasa yang terlibat dengan pembelajaran anak misalnya guru, dan meminta anak untuk mengambil bagian dalam serangkaian tes.

Tes-tes yang mungkin akan diujikan antara lain adalah:

  • Kemampuan membaca dan menulis
  • Perkembangan bahasa dan kosakata
  • Penalaran logis
  • Memori atau ingatan
  • Kecepatan memproses informasi visual dan pendengaran (suara)
  • Kemampuan berorganisasi
  • Pendekatan untuk belajar

Artikel terkait: Anakku Spesial, Anakku Disleksia dan Aku Bangga Memilikinya

Cara Mengatasi Disleksia

Parents, disleksia pada dasarnya tidak bisa disembuhkan Namun, terapi bisa dilakukan untuk melatih si Kecil yang memiliki kondisi disleksia.

Berikut ini cara mengatasi atau penanganan disleksia pada anak yang bisa Parents lakukan, di antaranya adalah:

1. Biasakan Anak Membaca sejak Dini

Bila Anda sudah melihat gejala kondisi ini pada anak sejak usianya dini, bantulah ia dengan membacakan buku sejak usianya 6 bulan. Ketika ia mulai besar, bacalah buku bersama anak. 

2. Berkonsultasi dengan Ahlinya

Jangan panik ketika Anda mendapati gejala di atas pada anak Anda. Lakukan konsultasi dengan dokter atau para profesional di bidang medis karena mereka lebih tahu bagaimana penanganan yang semestinya.

Beberapa tes mungkin akan dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kesulitan yang dialami anak ketika mereka membaca dan memproses suatu informasi.

Sama seperti sindrom autisme, disleksia tidak bisa disembuhkan. Namun, ada beberapa metode yang dapat diterapkan agar  pengidapnya dapat menjalani kehidupan dengan normal.

3. Bekerja Sama dengan Pihak Sekolah

Pihak sekolah juga dapat dilibatkan untuk menangani anak penderita kelainan kerja otak agar mereka tetap dapat memperoleh pengetahuan, meski memiliki keterbatasan.

Diskusikan dengan mereka cara yang paling tepat agar anak bisa terbantu saat mengikuti proses belajar mengajar di sekolah. 

Bantu anak untuk mengulang pelajaran sepulang dari sekolah. Mengulang bacaan atau pelajaran sekolah di rumah bisa meningkatkan kemampuan anak untuk memahami apa yang sebelumnya tak ia mengerti. Ia juga takkan lagi merasa asing dengan tulisan dan ejaan. 

4. Memberi Dukungan pada Anak

Berikan semangat pada anak. Mengetahui bahwa dirinya berbeda dengan temen-teman lain bisa jadi membuat sang anak terpuruk, berikan dorongan semangat agar dia terus berusaha memahami isi bacaan dan mendiskusikannya bersama Anda. 

Jangan pernah mencela. Saat anak berbuat kesalahan dalam membaca, jangan patahkan semangatnya dengan kata-kata yang buruk, terus pupuk kepercayaan dirinya dengan mendorong agar ia terus bisa membaca dengan baik.

Anak pengidap disleksia biasanya akan merasa tertekan dan kesepian karena merasa minder dengan ketidakmampuannya dalam hal membaca. Jadilah motivator setianya agar ia mendapatkan kembali rasa bangga terhadap dirinya sendiri dan tak menyerah dengan keterbatasan yang dialaminya.

***

Parents, itulah penjelasan mengenai apa itu disleksia pada anak yang mencangkup penyebab, gejala, dan cara mengatasinya. Semoga informasi seputar disleksia pada anak di atas bermanfaat!

Artikel diupdate oleh: Annisa Pertiwi

Baca juga:

id.theasianparent.com/cara-menangani-anak-sulit-membaca-dan-menulis

id.theasianparent.com/kapankah-anak-siap-belajar-membaca

id.theasianparent.com/ibu-yang-tak-mengajari-anak-membaca