Pasti Parents pernah mendengar istilah Gastro Esophageal Reflux Disease (GERD)? Ya, ini terjadi ketika asam lambung mengalir kembali ke tabung yang menghubungkan mulut dan perut (kerongkongan) dan dapat mengiritasi kerongkongan.
GERD kerap disalahartikan sebagai maag, padahal keduanya memiliki gejala dan perawatan yang berbeda. Tak jarang, banyak orang menyepelekan bahkan tidak menyadari bahwa dirinya terserang kondisi ini.
Meskipun sering dianggap tak berbahaya, tetapi apakah benar GERD tidak mengancam jiwa? Yuk, simak penjelasannya berikut ini.
Apakah GERD Mengancam Jiwa?
Dalam virtual media briefing yang diselenggarakan oleh Wellesta CPI, Dokter Spesialis Gastroenterologi, Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB, FINASIM, menjelaskan meski kondisi ini tidak mengancam jiwa secara langsung, tetapi penyakit ini dapat menyebabkan sejumlah komplikasi serius yang patut diwaspadai. Beberapa di antaranya ialah komplikasi peradangan pada saluran kerongkongan atau esofagus serta kanker esofagus.
Lebih lanjut, apabila tidak segera diatasi dan ditangani dengan tepat, maka GERD akan sering kambuh dan komplikasi yang serius tersebut dapat menurunkan kualitas hidup. Namun, apakah kondisi ini dapat mengancam jiwa?
“GERD merupakan penyakit yang tidak mengancam jiwa, namun apabila terjadi terus menerus, diabaikan, dan tidak diobati dengan benar dapat menyebabkan iritasi dan peradangan pada dinding dalam kerongkongan (esofagus), lama kelaman akan menyebabkan luka kronis, penyempitan pada kerongkongan bawah, sampai terjadi kanker esofagus,” ungkap dr. Ari Fahrial Syam pada Kamis (10/02/2022).
Artikel Terkait: 11 Makanan untuk Pasien GERD yang Sehat Dikonsumsi, Catat Parents!
Faktor Risiko dan Penyebab GERD
Ada banyak faktor yang menyebabkan seseorang menderita penyakit ini, seperti melemahnya katup atau sfingter pada esofagus bagian bawah, sehingga tidak mampu menutup dengan baik. Selain itu, kondisi ini juga ditandai dengan sensasi nyeri dan juga rasa terbakar (heartburn) pada dada dan mulut terasa pahit.
dr. Ari Fahrial Syam pun juga menjelaskan bahwa obesitas, hernia hiatal, kehamilan, pengosongan lambung yang terlambat serta skleroderma bisa jadi penyebab GERD.
“Beberapa faktor risiko yang memang dapat meningkatkan risiko terjadinya GERD adalah obesitas, hernia hiatal, kehamilan, pengosongan lambung yang terlambat dan skleroderma.
Selain itu, kekambuhan dari GERD juga dapat dipicu oleh beberapa aktivitas seperti merokok, mengonsumsi makanan dalam porsi besar sekaligus, makan di waktu yang terlalu larut, mengonsumsi makanan yang berlemak atau digoreng, mengonsumsi minuman atau makanan berkafein, serta mengonsumsi obat tertentu seperti aspirin,” lanjutnya.
Lalu, dr. Ari Fahrial Syam juga menjelaskan bahwa Helicobacter pylori (H. pylori) adalah penyebab utama tukak atau luka di lambung. Bakteri tersebut terletak di mukosa lambung dan banyak ditemukan pada permukaan epitel, tepatnya di antrum lambung.
“H. pylori dapat bertahan dalam suasana asam di lambung, kemudian terjadi penetrasi terhadap mukosa lambung, dan pada akhirnya H. pylori berkolonisasi di lambung. Banyak perhatian terfokus pada kemungkinan hubungan antara infeksi H.pylori dan GERD, dalam beberapa manifestasinya (Esofagitis dan Barret’s esophagus).
Selain itu, H.pylori juga sering menyebabkan gastritis atau radang lambung. Jadi, harus diwaspadai untuk penderita gastritis kronis atau yang sudah lama, apakah ada infeksi H.pylori dan sebaiknya melakukan pemeriksaan. H. pylori juga sudah diketahui dapat menyebabkan kanker lambung,” lanjutnya.
Artikel Terkait: Hati-hati! Serangan jantung dan GERD memiliki gejala yang sama, cek bedanya
Seberapa Banyak Masyarakat Indonesia Terkena Penyakit Ini?
Secara global, ada sekitar 8-33% masyarakat di semua jenis kelamin dan usia mengidap GERD. Meski begitu, jumlah keseluruhan kasus dalam satu waktu di berbagai negara berbeda-beda.
Contohnya, 25% masyarakat negara di Asia Selatan dan Eropa Selatan mengidap GERD, 27% di Amerika Utara, dan <10% di Asia Timur, Asia Tenggara, Kanada, dan Prancis.
Sementara itu, sebuah penelitian di Indonesia menunjukkan prevalensi GERD pada penduduk perkotaan adalah 9,35%5. Namun, sebuah survei online dengan 2.045 responden, menunjukkan bahwa 57,6% dari mereka menderita GERD yang diketahui dengan mengisi GERD Quesionnaire (GERD-Q).
Terkait hal itu, menurut dr. Ari Fahrial Syam, hal utama dalam menurunkan angka penderita GERD di Indonesia ialah dengan mengedukasi masyarakat agar memahami faktor risiko pemicu terjadinya kondisi ini sehingga dapat segera dihindari.
Cara Mengobati GERD
dr. Ari Fahrial Syam menuturkan bahwa perbaikan gaya hidup yang lebih sehat diperlukan agar mencegah GERD kambuh. Seperti memiliki berat badan ideal, berhenti merokok, tidak berbaring segera setelah makan, makan dengan perlahan. Serta tidak menggunakan pakaian yang terlalu ketat pada area pinggang.
Selain itu, diperlukan pemeriksaan lebih lanjut bagi pasien penderita GERD.
“Diagnosis GERD dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis terkait gejala yang dialami serta riwayat penyakit dari pasien. Selanjutnya, dokter akan melakukan pemeriksaan lain seperti endoskopi.
Endoskopi saluran cerna untuk mendeteksi adanya perlukaan pada dinding dalam esofagus bagian bawah, adanya penyempitan, lesi pra kanker atau kanker, dan adanya hiatal hernia. Pemeriksaan lanjutan jika dibutuhkan berupa pemeriksaan pH metri impedans dan manometri. Atau pemeriksaan radiologi sesuai indikasi,” lanjutnya.
Nantinya, dari pemeriksaan tersebut, dokter akan menarik kesimpulan apakah telah terjadi iritasi dan peradangan pada esophagus yang merupakan penanda utama dari GERD? Lebih lanjut, dr. Ari juga menyebut bahwa kondisi ini dapat disembuhkan. Asalkan penderitanya mau meubah gaya hidup, menghindari faktor pemicu dan kekambuhannya.
Artikel Terkait: Penyakit Asam Lambung atau GERD, Kenali Gejala dan Cara Mencegahnya
Apa Obatnya?
dr. Ari Fahrial Syam juga memaparkan bahwa dokter akan meresepkan beberapa pilihan obat seperti antasida. Obat ini berfungsi sebagai penetral asam lambung, dan produksi asam lambung dapat ditekan dengan pemberian obat golongan antogonis H2 reseptor atau penghambat pompa proton (PPI).
Meski begitu, dr. Ari Fahrial Syam menuturkan bahwa obat-obatan PPI yang saat ini masih digunakan oleh banyak orang dan dijual di apotek umum belum memenuhi kebutuhan untuk menyembuhkan GERD.
“Contohnya dengan obat PPI, masih dijumpai pasien dengan kekambuhan yang tidak mempan dengan PPI, asam lambung yang naik pada malam hari, esofagitis yang advanced, dan lain-lain. Sedangkan untuk H.Pylori, tingkat eradikasi dengan PPI dan antibiotik tidak mencapai hasil yang diharapkan yaitu paling tidak 90%,” tambahnya.
Obat Khusus
Kini, dunia medis telah berinovasi membuat obat khusus GERD yang ampuh yaitu Vonoprazan. Ini adalah obat penekan asam lambung pertama di Indonesia.
Vonoprazan dapat meningkatkan Ph lambung secara tepat, meredakan ulu hati dengan cepat, dan menyembuhkan esofagitis erosif yang parah lebih cepat dibandingkan obat PPI. Serta mampu mengontrol dengan baik sekresi asam pada malam hari.
“Obat ini sudah digunakan sebagai first line terapi dalam eradikasi infeksi H. pylori di Jepang, dan dipercaya dapat menggantikan peran Proton Pump Inhibitor (PPl) dengan tingkat eradikasi yang lebih baik.
Vonoprazan memiliki tingkat eradikasi lebih tinggi, durasi aksi yang lebih lama, lebih stabil dan tingkat keberhasilan lebih tinggi dibandingkan dengan PPI. Vonoprazan dapat diindikasikan bagi penderita tukak lambung, refluks esophagitis, untuk pemberantasan H.pylori dan pencegahan tukak lambung berulang pada penggunaan aspirin dosis rendah dan penggunaan NSAID,” tambahnya.
Yohannes Sinaga, Country Head PT. Wellesta CPI mengatakan, “Wellesta berkomitmen mendukung dalam meningkatkan pengetahuan, kesadaran, kualitas hidup pasien terkait penyakit GERD dan penyakit terkait asam lambung lainnya di Indonesia,” ungkapnya.
“Kami berkomitmen untuk menyediakan obat-obatan terkait penyakit gastro intestinal yang inovatif kepada semua masyarakat di Indonesia. Salah satunya dengan menghadirkan Vonoprazan sebagai solusi dari kebutuhan pasien Acid Related Disease yang belum dapat dipenuhi oleh PPI.
Kami percaya dengan mekanisme kerja dan fitur yang dimiliki oleh Vonoprazan dapat menjadi harapan baru dan menjadi terapi lini pertama bagi pasien GERD dan eradikasi H. pylori dengan biaya terapi yang terjangkau,” tutupnya.
Akan tetapi, apabila GERD sudah tidak bisa dikendalikan dan tidak dapat diobati oleh obat-obatan medis, maka dokter akan melakukan pembedahan.
Baca Juga:
Cara Berhubungan Seks untuk Penderita GERD, Sudah Coba?
Benarkah GERD Komorbid Covid-19? Ini Penjelasan dr Tirta
6 Perbedaan mual tanda kehamilan dan GERD, jangan sampai terkecoh!
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.