Dyspraxia adalah penyakit yang menyebabkan gangguan motorik dan kemampuan kognitif. Mereka yang menderita penyakit ini biasanya bermasalah dengan gerakan, koordinasi, gangguan bicara, gangguan persepsi, hingga gangguan keseimbangan. Walau demikian, perlu diketahui bahwa penyakit ini tidak mengganggu tingkat intelegensi seorang anak.
Gejala Dyspraxia pada Anak dan Orang Dewasa

Dispraksia atau disebut juga Developmental Coordination Disorder (DCD) adalah gangguan neurologis yang menyebabkan seseorang mengalami gangguan motorik. Mengutip dari Medical News Today, sebanyak 10 persen anak di seluruh dunia menderita dispraksia ringan, sementara 2 persen sisanya mengalami dispraksia akut.
Mereka yang menderita penyakit ini memiliki gangguan dalam merencanakan dan melakukan suatu aktivitas. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan otak dalam memproses informasi karena saraf tidak menerima pesan secara utuh akibat adanya gangguan neurologis.
Itulah mengapa, orang yang menderita penyakit ini biasanya memiliki gangguan persepsi, gangguan bicara, koordinasi tubuh yang tidak teratur, dan gangguan motorik lainnya.
Pada balita, penyakit ini kerap ditandai dengan keterlambatan anak dalam belajar. Umumnya, anak-anak yang mengalami dispraksia akan terlambat dalam hal:
- Duduk
- Merangkak
- Berjalan
- Berbicara, termasuk lamban dalam menjawab pertanyaan, mengulangi perkataan, mengeja, mempersepsikan intonasi suara, dan keterbatasan kosa kata
- Berdiri
- Terlatih buang air besar dan buang air kecil di toilet
Ketika mereka beranjak dewasa, anak-anak yang mengalami dispraksia juga biasanya menunjukkan keterlambatan dalam hal berikut:
- Menali sepatu
- Mengancingkan baju dan merapikan ritsleting
- Menggunakan peralatan makan
- Kemampuan menulis tangan yang terhambat
- Kesulitan memakai baju
- Sulit konsentrasi
- Mudah terjatuh atau menjatuhkan benda
- Belajar hal baru
- Menulis atau menyalin tulisan dari papan tulis
Penyakit ini juga bisa diderita oleh orang dewasa yang mana juga ditandai dengan gangguan pada sejumlah aktivitas, seperti:
- Postur tubuh yang buruk dan mudah lelah
- Kesulitan dalam menyelesaikan pekerjaan rumah tangga
- Kesulitan mengoordinasikan kedua sisi tubuh
- Cara bicara yang tidak teratur
- Kesulitan dalam mengatur dan merencanakan tugas
- Gangguan pergerakan saat menari atau berolahraga
Artikel terkait: 6 Kelainan pada Pertumbuhan Tulang Anak, serta Pemakaian Gendongan yang Tepat
Penyebab Dyspraxia

Sampai saat ini, belum ada penelitian yang berhasil menjawab penyebab dari penyakit ini. Namun, para ahli meyakini bahwa sel saraf yang mengatur gerakan otot tidak berkembang dengan sempurna. Akibatnya, tubuh memerlukan waktu yang lebih lama untuk memproses sebuah gerakan.
Dari kesimpulan ini, para ahli kemudian mengelompokkan beberapa faktor yang meningkatkan risiko seseorang mengalami dispraksia, yaitu:
- Bayi lahir prematur
- Berat bayi lahir rendah
- Riwayat keluarga dengan dispraksia
- Konsumsi alkohol dan atau narkotika selama kehamilan
Artikel terkait: 8 Cara Meningkatkan Self Esteem untuk Anak yang Susah Fokus
Pengobatan untuk Penyakit Dyspraxia

Penyakit ini pada dasarnya tidak dapat disembuhkan. Namun, terdapat beberapa alternatif pengobatan untuk membantu meringankan gejalanya. Semakin dini penanganannya maka berdampak pada kualitas hidup seseorang.
Adapun pengobatan yang bisa dilakukan, yaitu:
1. Occupational Therapy
Dokter akan memantau perkembangan anak ketika di sekolah dan di rumah. Terapi diberikan ketika ada kesulitan yang dihadapi dalam aktivitas sehari-hari. Dokter akan memberikan perawatan dan pelatihan khusus yang akan membantu anak dalam mengatasi kesulitan tersebut.
2. Terapi Bicara
Terapi ini dilakukan oleh ahli patologi bahasa dan wicara yang akan membuat rencana perawatan untuk membantu anak agar dapat berkomunikasi dengan lebih efektif.
3. Latihan Persepsi Motorik
Anak akan dilatih untuk melakukan serangkaian tugas untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam berbahasa, memahami visual, gerakan, dan pendengaran. Namun, latihan dilakukan secara bertahap untuk menghindari anak menjadi stres dan tertekan.
Artikel terkait: Stimulasi Kemampuan Motorik Anak dengan 5 Aktivitas Sederhana, Bisa Coba di Rumah!
4. Terapi Berkuda
Olahraga berkuda ternyata mampu meningkatkan kemampuan motorik anak yang mengalami dispraksia. Hal ini telah diuji dalam penelitian dan diterbitkan dalam Journal of Alternative and Complementary Medicine.
Para peneliti yang berasal dari Irlandia, Inggris, dan Swedia melakukan observasi terhadap terapi berkuda yang diikuti 40 anak dengan dispraksia berusia 6-15 tahun.
Mereka berpartisipasi dalam 6 sesi berkuda, masing-masing 30 menit, serta 2 sesi pemutaran audiovisual selama 30 menit. Hasilnya, terapi berkuda terbukti mampu meningkatkan kemampuan kognitif, suasana hati, dan cara berjalan.
5. Active Play
Bermain secara aktif di luar maupun di dalam rumah yang melibatkan aktivitas fisik juga mampu meningkatkan kemampuan motorik anak. Bermain adalah salah satu aktivitas penting dalam tumbuh kembang anak yang membantu mengembangkan emosional dan kognitif, kemampuan berbahasa, perkembangan indra.
Anak-anak yang mengalami gangguan dyspraxia memang membutuhkan penanganan dan perhatian khusus. Untuk itu, pendampingan dari orang tua sangatlah penting untuk membantu perkembangan mereka.
Artikel telah ditinjau oleh:
dr. Gita Permatasari
Dokter Umum dan Konsultan Laktasi
Jika Parents ingin berdiskusi seputar pola asuh, keluarga, dan kesehatan serta mau mengikuti kelas parenting gratis tiap minggu bisa langsung bergabung di komunitas Telegram theAsianparent.
Baca juga:
Waspada bila anak terlambat jalan dan bicara, bisa jadi alami gangguan ini!
Hyp Dysplasia (Displasia Pinggul) pada Anak – Gejala Hingga Perawatannya
Hati-hati, Posisi Duduk "W" Bisa Mengganggu Perkembangan Anak!
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.