Parents, pernah mendengar tentang dyspraxia? Dyspraxia atau dispraksia adalah penyakit yang menyebabkan gangguan motorik dan kemampuan kognitif. Meski begitu, jangan khawatir, penyakit ini tidak mengganggu tingkat intelegensi anak.
Apa Itu Dyspraxia?
Diyspraxia dikenal juga sebagai gangguan koordinasi perkembangan atau developmental coordination disorder (CDC). Ini merupakan kondisi kronis yang gejalanya mulai terlihat saat anak usia dini, sementara lainnya mungkin baru terlihat ketika usia anak bertambah.
Dispraxia biasanya menyebabnya seseorang bermasalah dengan gerakan, koordinasi, gangguan bicara, gangguan persepsi, hingga gangguan keseimbangan. Misalnya, anak jadi sulit melakukan aktivitas seperti bersepeda atau olahraga yang memerlukan koordinasi tubuh. Serta, kondisi ini juga bisa memengaruhi motorik halus si Kecil, sehingga ia mungkin akan kesulitan menulis atau menggenggam sesuatu.
Mengutip Cleaveland Clinic, dispraksia sebelumnya terdaftar sebagai gangguan belajar. Namun, dalam edisi terbaru Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM-5) dari American Psychiatric Association, gangguan koordinasi perkembangan ini disubkategorikan sebagai gangguan motorik dalam kategori gangguan perkembangan saraf yang lebih luas.
Penyebab Dyspraxia
Sampai saat ini, belum ada penelitian yang berhasil menjawab penyebab dari penyakit ini. Namun, para ahli meyakini bahwa sel saraf yang mengatur gerakan otot tidak berkembang dengan sempurna. Akibatnya, tubuh memerlukan waktu yang lebih lama untuk memproses sebuah gerakan.
Dari kesimpulan ini, para ahli kemudian mengelompokkan beberapa faktor yang meningkatkan risiko seseorang mengalami dispraksia, yaitu:
- Bayi lahir prematur
- Berat bayi lahir rendah
- Riwayat keluarga dengan dispraksia
- Konsumsi alkohol dan atau narkotika selama kehamilan
Artikel terkait: 8 Cara Meningkatkan Self Esteem untuk Anak yang Susah Fokus
Gejala Dyspraxia pada Anak dan Orang Dewasa
Dispraksia termasuk gangguan neurologis yang menyebabkan seseorang mengalami gangguan motorik. Mengutip dari Medical News Today, sebanyak 10 persen anak di seluruh dunia menderita dispraksia ringan, sementara 2 persen sisanya mengalami dispraksia akut.
Mereka yang menderita penyakit ini memiliki gangguan dalam merencanakan dan melakukan suatu aktivitas. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan otak dalam memproses informasi karena saraf tidak menerima pesan secara utuh akibat adanya gangguan neurologis.
Itulah mengapa, orang yang menderita penyakit ini biasanya memiliki gangguan persepsi, gangguan bicara, koordinasi tubuh yang tidak teratur, dan gangguan motorik lainnya.
Pada balita, penyakit ini kerap ditandai dengan keterlambatan anak dalam belajar. Umumnya, anak-anak yang mengalami dispraksia akan terlambat dalam hal:
- Duduk
- Merangkak
- Berjalan
- Berbicara, termasuk lamban dalam menjawab pertanyaan, mengulangi perkataan, mengeja, mempersepsikan intonasi suara, dan keterbatasan kosa kata
- Berdiri
- Terlatih buang air besar dan buang air kecil di toilet
Ketika mereka beranjak dewasa, anak-anak yang mengalami dispraksia juga biasanya menunjukkan keterlambatan dalam hal berikut:
- Menali sepatu
- Mengancingkan baju dan merapikan ritsleting
- Menggunakan peralatan makan
- Kemampuan menulis tangan yang terhambat
- Kesulitan memakai baju
- Sulit konsentrasi
- Mudah terjatuh atau menjatuhkan benda
- Belajar hal baru
- Menulis atau menyalin tulisan dari papan tulis
Penyakit ini juga bisa diderita oleh orang dewasa yang mana juga ditandai dengan gangguan pada sejumlah aktivitas, seperti:
- Postur tubuh yang buruk dan mudah lelah
- Kesulitan dalam menyelesaikan pekerjaan rumah tangga
- Kesulitan mengoordinasikan kedua sisi tubuh
- Cara bicara yang tidak teratur
- Kesulitan dalam mengatur dan merencanakan tugas
- Gangguan pergerakan saat menari atau berolahraga
Artikel terkait: 6 Kelainan pada Pertumbuhan Tulang Anak, serta Pemakaian Gendongan yang Tepat
Diangnosa Dyspraxia
Tanda-tanda dyspraxia memang bisa muncul pada anak sejak dini, tetapi seringkali terlewat karena tingkat perkembangan anak pada dasarnya berbeda-beda. Maka itu, diagnosis dyspraxia biasanya tidak dilakukan sampai si kecil berusia 5 tahun atau lebih.
Kondisi satu ini juga perlu didiagnosis oleh tim medis profesional ya, Parents. Rangkaian pemeriksaan mungkin perlu dilakukan oleh ahli seperti:
- Dokter anak
- Terapis okupasi atau fisik
- Psikolog anak
- Ahli saraf anak
Tidak ada tes medis khusus yang dapat mendiagnosis dyspraxia secara pasti. Sebaliknya, tim penyedia layanan kesehatan biasanya akan melakukan wawancara rinci seputar riwayat kesehatan si kecil, bagaimana perkembangannya, serta beberapa gejala dispraksia yang dialami.
Penyedia layanan kesehatan kemudian akan menilai keterampilan motorik kasar dan motorik halus anak, koordinasi atau keseimbangan, serta kemampuan mental si kecil.
Dalam proses ini, tim layanan kesehatan pun akan mengesampingkan penyebab lain dari kesulitan motorik anak seperti serebral palsi atau distrofi otot.
Sementara itu, anak yang pasti didiagnosis dyspraxia biasanya memenuhi kriteria sebagai berikut:
- Keterampilan motorik jauh di bawah tingkat rata-rata atau yang diharapkan
- Kurangnya keterampilan motorik dan koordinasi memengaruhi aktivitas dan prestasinya di sekolah maupun sehari-hari
- Gejala dyspraxia pertama kali berkembang pada tahap awal perkembangan anak
- Kesulitan si Kecil dalam hal keterampilan motorik tidak dapat dijelaskan dengan baik oleh kondisi medis lainnya.
Kapan Perlu ke Dokter?
Apabila anak didiagnosis dyspraxia, maka ia mungkin memerlukan dukungan untuk mempelajari cara mengatasi kesulitan terkait keterampilan motorik dan koordinasi sepanjang hidupnya. Jika anak mengalami kesulitan dengan gerakan seperti menulis atau sulit melakukan aktivitas sehari-hari, maka Parents bisa segera berkonsultasi ke dokter untuk membicarakan jenis terapi yang perlu dilakukan.
Pengobatan untuk Penyakit Dyspraxia
Penyakit ini pada dasarnya tidak dapat disembuhkan. Namun, terdapat beberapa alternatif pengobatan untuk membantu meringankan gejalanya. Semakin dini penanganannya, maka berdampak pada kualitas hidup seseorang.
Adapun pengobatan dyspraxia yang bisa dilakukan yaitu:
1. Occupational Therapy
Dokter akan memantau perkembangan anak ketika di sekolah dan di rumah. Terapi diberikan ketika ada kesulitan yang dihadapi dalam aktivitas sehari-hari. Dokter akan memberikan perawatan dan pelatihan khusus yang akan membantu anak dalam mengatasi kesulitan tersebut.
2. Terapi Bicara
Terapi ini dilakukan oleh ahli patologi bahasa dan wicara yang akan membuat rencana perawatan untuk membantu anak agar dapat berkomunikasi dengan lebih efektif.
3. Latihan Persepsi Motorik
Anak akan dilatih untuk melakukan serangkaian tugas untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam berbahasa, memahami visual, gerakan, dan pendengaran. Namun, latihan dilakukan secara bertahap untuk menghindari anak menjadi stres dan tertekan.
Artikel terkait: Stimulasi Kemampuan Motorik Anak dengan 5 Aktivitas Sederhana, Bisa Coba di Rumah!
4. Terapi Berkuda
Olahraga berkuda ternyata mampu meningkatkan kemampuan motorik anak yang mengalami dispraksia. Hal ini telah diuji dalam penelitian dan diterbitkan dalam Journal of Alternative and Complementary Medicine.
Para peneliti yang berasal dari Irlandia, Inggris, dan Swedia melakukan observasi terhadap terapi berkuda yang diikuti 40 anak dengan dispraksia berusia 6-15 tahun.
Mereka berpartisipasi dalam 6 sesi berkuda, masing-masing 30 menit, serta 2 sesi pemutaran audiovisual selama 30 menit. Hasilnya, terapi berkuda terbukti mampu meningkatkan kemampuan kognitif, suasana hati, dan cara berjalan.
5. Active Play
Bermain secara aktif di luar maupun di dalam rumah yang melibatkan aktivitas fisik juga mampu meningkatkan kemampuan motorik anak. Bermain adalah salah satu aktivitas penting dalam tumbuh kembang anak yang membantu mengembangkan emosional dan kognitif, kemampuan berbahasa, perkembangan indra.
Komplikasi Dyspraxia
Parents, kondisi dispraksia yang tidak ditangani dengan baik bisa menimbulkan beberapa komplikasi sebagai berikut:
- Anak menjadi tidak percaya diri
- Anak jadi sulit bersosialisasi hingga kemungkinan dikucilkan dan dirundung
- Mengalami gangguan perilaku
- Kondisi lain seperti ADHD, disleksia, apraxia, dan autisme juga kerap muncul bersamaan dengan dispraksia.
Sementara pada orang dewasa, kondisi dyspraxia yang tidak ditangani dengan baik bisa membuat penderitanya punya emosi yang cenderung tidak stabil, serta timbulnya perilaku obsesif kompulsif.
Bagaimana Mencegah Dyspraxia?
Sebenarnya, kondisi ini tidak dapat dicegah mengingat penyebabnya belum diketahui secara pasti. Namun, Anda masih bisa mengurangi faktor risikonya dengan beberapa pencegahan sebagai berikut:
- Saat hamil, Bunda dianjurkan mengonsumsi makanan bernutrisi dan bergizi seimbang serta menerapkan pola hidup sehat
- Hindari mengonsumsi minumam beralkohol dan obat-obatan terlarang
- Bunda dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan kehamilan secara rutin agar kondisi kesehatan janin terpantau dengan baik
- Hindari anak dari paparan asap rokok, terutama ketika ia masih bayi.
Apa Perbedaan Antara Dyspraxia dan Apraxia?
Parents mungkin bingung, mengingat kondisi ini mirip dengan apraxia atau apraksia. Namun, apraxia ini biasanya lebih parah dari dyspraxia.
Apraksia atau gangguan bicara adalah kondisi ketika anak mengalami kesulitan membuat gerakan mulut yang akurat ketika hendak bicara. Sementara itu, dispraksia adalah ketidakmampuan anak untuk melakukan gerakan atau sesuatu dengan akurat yang berhubungan dengan koordinasi.
***
Itulah penjelasan seputar dyspraxia atau dispraksia pada anak yang perlu diketahui. Anak-anak yang mengalami gangguan dyspraxia memang membutuhkan penanganan dan perhatian khusus. Untuk itu, pendampingan dari orang tua sangatlah penting untuk membantu perkembangan mereka.
Semoga bermanfaat, Parents!
Artikel telah diperbarui oleh: Ruhaeni Intan
Jika Parents ingin berdiskusi seputar pola asuh, keluarga, dan kesehatan serta mau mengikuti kelas parenting gratis tiap minggu bisa langsung bergabung di komunitas Telegram theAsianparent.
Baca juga:
Perkembangan Motorik Terganggu, Bisa Jadi Tanda Anak Terkena Dispraksia
Hip Dysplasia: Penyebab, Gejala, Faktor Risiko, Perawatan
Hati-hati, Posisi Duduk "W" Bisa Mengganggu Perkembangan Anak!
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.