Malam semakin larut, tibalah saatnya Parents menemani buah hati yang hendak tidur. Sembari menunggu si kecil benar-benar terlelap, Parents bisa membacakan dongeng sebelum tidur, salah satunya yang bernuansa islami.
Tak sekadar menyampaikan sebuah kisah, membacakan dongeng sebelum tidur islami yang syarat makna pun memberikan segudang manfaat bagi tumbuh kembang si kecil. Seperti, membantu mengembangkan keterampilan mendengarkan anak.
Selain itu, membacakan dongeng dalam suasana yang santai dan nyaman sebelum tidur akan menjadi pereda stres yang efektif bagi anak. Apalagi bila dalam kisah yang diceritakan terselip pesan-pesan bermakna yang dapat ia terapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Nah, Parents, berikut ini adalah dongeng sebelum tidur bernuansa islami tentang seorang pemalas dan Imam Abu Hanifah. Sebuah kisah penuh pelajaran hidup yang dapat Parents ceritakan kepada anak-anak sebagai penghantar tidur.
Dongeng Sebelum Tidur Islami: Kisah si Pemalas dan Abu Hanifah
Suatu hari ketika Imam Abu Hanifah sedang berjalan-jalan. Ia melalui sebuah rumah yang jendelanya terbuka. Tiba-tiba beliau mendengar suara orang yang sedang menangis tersedu-sedu dari dalam rumah itu.
Begini suara itu berkata, “Aduhai, alangkah malangnya nasibku, tiada seorang pun yang lebih malang daripada aku, sejak pagi belum ada makanan atau segelas air pun masuk ke kerongkonganku, seluruh badanku menjadi lemah, manakah hati yang berbelas kasih, sudilah memberiku air, walaupun setitik.”
Mendengar keluhan itu, Abu Hanifah merasa kasihan. Beliau pun balik ke rumahnya dan mengambil bungkusan yang hendak diberikan kepada orang tersebut.
Sesampainya di sana, melalui jendela yang terbuka ia lemparkan bungkusan berisi uang kepada orang yang malang itu. Tanpa berbasa basi, Imam Abu Hanifah lalu pergi begitu saja melanjutkan perjalanannya.
Sementara itu, si malang merasa terkejut setelah menerima sebuah bungkusan dilempar dari jendela, yang ia tidak tahu siapa pemberinya. Ia pun membuka bungkusan itu dengan tergesa-gesa. Di dalamnya, ia melihat sejumlah uang, dan secarik kertas yang berisi tulisan. Kira-kira begini isi tulisannya:
“Hai manusia, sungguh tidak wajar kamu mengeluh seperti itu, kamu tidak perlu mengeluh atas peruntungan nasib. Ingatlah pada kebaikan Allah subhanahu wa ta’ala. Memohon lah terus kepada Allah, sungguh-sungguhlah dalam berdoa, janganlah berputus asa, dan sungguh-sungguhlah berusaha.”
Keesokan harinya, Imam Abu Hanifah melewati rumah yang sama, dan suara keluhan kembali terdengar dari dalamnya. “Ya Allah Tuhan Yang Maha Pemurah, sudilah kiranya memberi bungkusan seperti kemarin, sekadar untuk menenangkan hidupku yang melarat ini,” katanya.
Ia berkata lagi, “Tuhan, jika tak engkau berikan, maka lebih sengsara hidupku.”
Mendengar keluhan itu, maka Abu Hanifah melemparkan lagi bungkusan berisi uang dan secarik kertas ke luar jendela itu. Lalu dia pun meneruskan perjalanannya.
Orang malang dalam rumah senang sekali mendapatkan bungkusan itu. Tidak lupa, dibacanya tulisan yang terdapat dalam bungkusan.
“Hai kawan, bukan begitu cara bermohon, bukan demikian cara berusaha. Perbuatan demikian ‘malas’ namanya. Engkau telah putus asa pada kekuasaan Allah, sesungguhnya Allah tidak suka melihat orang pemalas dan putus asa, yang enggan bekerja untuk keselamatan dirinya.”
Akhirnya, si pemalas merasa tersadar dan tertampar, bahwa kesenangan tidak akan datang sendiri tanpa dicari dan diusahakan. Dan dalam hidup ini, tentu harus terus bergerak dan berupaya.
Lagi pula, harus diingat bahwa Allah tidak akan mengabulkan permohonan orang yang malas bekerja. Allah tidak akan mengabulkan doa orang yang berputus asa. Oleh karena itu, carilah pekerjaan yang halal demi kecukupan dirimu.
Isi surat tersebut masih panjang, dan orang yang suka mengeluh itu tetap membacanya sampai selesai. Setiap kata-kata dari surat Imam abu Hanifah ia resapi dalam hati dan pikirannya.
Bahwa ia harus sedapat mungkin yakin akan pertolongan Allah subhanahu wa ta’ala. InsyaAllah, rezeki akan datang selama kamu berusaha dan tidak berputus asa. Pada penutup surat, Imam Abu Hanifah menyuruhnya mencari kerja.
Selesai membaca surat itu, dia termenung, merasa insaf dan sadar akan kemalasannya yang akut. Selama ini, ia sadar hanya mengeluh dan meratap tanpa berusaha berbuat.
Pada keesokan harinya, ia pun keluar dari rumahnya untuk mencari pekerjaan. Sejak saat itu, ia bertekad mengubah sikapnya agar mengikut peraturan-peraturan hidup dan perintah Allah. Serta, ia ingat selalu nasihat Abu Hanifah yang dahulu ia temukan dalam bungkusan.
***
Itulah dongeng sebelum tidur islami tentang si pemalas dan Abu Hanifah. Dari kisah ini, Parents bisa ajarkan kepada si kecil agar ia tidak mudah berputus asa, apalagi sampai menjadi orang yang pemalas.
Baca juga:
Dongeng Persahabatan Singa dan Tikus, Mengajarkan Anak Agar Tidak Sombong
7 Rekomendasi Podcast Dongeng yang Cocok Jadi Media Hiburan Anak
Ajarkan tentang kesabaran kepada anak dari kisah Nabi Ibrahim AS
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.