Para peneliti telah mengonfirmasi keberadaan varian COVID-19 baru yang merupakan gabungan dari mutasi varian omicron dan delta untuk pertama kalinya. Para peneliti tersebut menyebut hibrida ini sebagai varian deltacron. Namun, perlu diingat bahwa istilah ini masih belum resmi.
Artikel terkait: Vaksinasi COVID-19 Tingkatkan Super Immunity Tubuh, Ini Penjelasannya
Kasus Varian Deltacron Ditemukan di Beberapa Negara
Dilansir dari Live Science, varian ini dikonfirmasi melalui pengurutan genom yang dilakukan oleh para ilmuwan di IHU Méditerranée Infection di Marseille, Prancis. Lebih lanjut, para peneliti pun mengatakan bahwa varian ini telah terdeteksi di beberapa wilayah Prancis.
Kemudian, menurut database internasional GISAID, kasus varian deltacron juga ditemukan di Denmark dan Belanda. Secara terpisah, dilansir dari Reuters, dua kasus telah diidentifikasi di AS oleh perusahaan riset genetika yang berbasis di California, Helix. Selain itu, sekitar 30 kasus juga telah diidentifikasi di Inggris.
Varian hibrida muncul melalui proses yang disebut rekombinasi, yakni proses ketika dua varian virus menginfeksi pasien secara bersamaan, bertukar materi genetik untuk menciptakan keturunan baru.
Artikel terkait: Mengenal Omicron BA.3, Subvarian Baru yang Ditemukan WHO
Varian Virus Beredar Sejak Januari
Namun, lebih lanjut, Swaminathan menegaskan bahwa perlu upaya untuk menunggu eksperimen demi menentukan sifat virus ini. Menurut GISAID, varian baru tersebut diyakini sudah beredar sejak Januari lalu.
Maria Von Kerkhove, pemimpin teknis COVID-19 untuk WHO, mengatakan dalam konferensi pers bahwa sejauh ini para ilmuwan belum melihat adanya perubahan dalam tingkat keparahan varian baru dibandingkan dengan varian sebelumnya, tetapi banyak penelitian ilmiah sedang berlangsung.
“Sayangnya, kami berharap melihat rekombinan karena inilah yang dilakukan virus. Mereka berubah seiring waktu,” jelas Von Kerkhove.
“Kami melihat tingkat sirkulasi yang sangat intens [SARS-Cov-2],” katanya.
“Kami melihat virus ini menginfeksi hewan dengan kemungkinan menginfeksi manusia lagi,” lanjutnya.
Artikel terkait: Arab Saudi Cabut Aturan Pembatasan COVID-19, Tak Perlu PCR dan Karantina Lagi
Seberapa Bahaya Varian Ini?
Dikutip dari New York Times, hadirnya varian baru tersebut tentu saja membuat publik panik. Etienne Simon-Loriere, ahli virus di Institut Pasteur di Paris menjelaskan bahwa genom varian rekombinan tersebut tidak akan menyebabkan fase baru pandemi.
Gen yang mengode protein permukaan virus — yang dikenal sebagai spike — hampir seluruhnya berasal dari Omicron. Sementara itu, genom lainnya berasal dari Delta. Protein lonjakan adalah bagian terpenting dari virus dalam hal menyerang sel.
Ini juga merupakan target utama antibodi yang dihasilkan melalui infeksi dan vaksin. Jadi pertahanan yang diperoleh orang terhadap Omicron — melalui infeksi, vaksin, atau keduanya — harus bekerja dengan baik terhadap rekombinan baru.
“Permukaan virus sangat mirip dengan Omicron, sehingga tubuh akan mengenalinya sebagai Omicron,” kata Dr. Simon-Loriere.
Para ilmuwan menduga bahwa lonjakan khas Omicron juga ikut bertanggung jawab atas kemungkinannya yang lebih rendah menyebabkan penyakit parah. Varian menggunakannya untuk berhasil menyerang sel-sel di hidung dan saluran napas bagian atas, tetapi tidak berhasil dengan baik di dalam paru-paru. Varian baru ini mungkin memiliki kecenderungan yang sama.
Sementara itu, dilansir dari The Guardian, Dr Jeffrey Barrett mantan pemimpin inisiatif genomik di Wellcome Trust Sanger Institute mengatakan bahwa varian rekombinan seperti ini merupakan kasus yang sering terjadi. Varian ini pun bukan merupakan yang varian rekombinan terakhir.
“Ini terjadi setiap kali kita berada dalam periode peralihan dari satu varian dominan ke varian lain, dan biasanya merupakan keingintahuan ilmiah tetapi tidak lebih dari itu,” jelas Jeffrey.
The UK Health Security Agency (UKHSA) juga menjelaskan bahwa varian tersebut tidak menunjukkan tingkat pertumbuhan yang mengkhawatirkan.
Demikian penjelasan mengenai varian deltacron yang akhir-akhir ini menjadi perbincangan banyak orang. Secara umum, varian ini memang masih perlu banyak diteliti, tetapi para peneliti menjelaskan bahwa publik tidak perlu khawatir dengan hadirnya varian ini. Meski begitu, tetap patuhi protokol kesehatan secara disiplin karena pandemi belum berakhir ya, Parents.
***
Baca juga:
Hong Kong Temukan Virus Corona dalam Daging Beku, Bisa Menular?
Kasus Menurun, Pemerintah Mulai Wacanakan Perubahan Status Pandemi Jadi Endemi
Resmi! Kemenkes Umumkan Sinopharm Jadi Vaksin Booster COVID-19
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.