Berbicara tentang tarian tradisional Indonesia, semuanya mengandung sejarah dan nilai luhur. Salah satu tarian tradisional yang kita miliki adalah tari tradisional dari Bali yaitu tari Kecak. Tarian ini memiliki sejarah, cerita, bahkan filosofi tarian tersendiri.
Bagi Parents yang pernah datang ke pulau dewata ini, tentu rasanya kurang lengkap jika tidak melihat pertunjukan tari tradisional ini. Tari Kecak sering juga disebut tari Cak atau tari api. Terdengar suara sekelompok laki-laki yang melakukan tarian kecak.
Artikel terkait: Sejarah dan Filosofi Tari Tradisional Bali, Yuk Kenalkan pada Anak
Apa itu Tari Kecak?
Kecak adalah tarian drama artistik yang berasal dari Bali, yang menceritakan kisah Ramayana atau Mahabharata. Dikutip dari Tokopedia.com, tari Kecak juga terkenal dengan irama “cak” dari sekelompok penari yang diucapkan secara harmonis.
Pertunjukan tari ini melibatkan puluhan atau lebih penari, yang membentuk postur duduk melingkar sambil mengangkat tangan dan menyanyikan lagu “cak” secara harmonis. Selain itu, ada penari yang berperan sebagai Rama, Shinta, Rahwana, Hanoman serta Sugriwa yang berada di tengah formasi lingkaran.
Asal Usul Tari Kecak
Foto: JDLines.com
Dilansir dari Tapak.id, Wayan Limbak adalah tokoh yang menciptakan tarian Kecak. Limbak mempromosikan tarian ini ke luar negeri dan dibantu Walter Spieth, pelukis dari Jerman pada tahun 1930. Penari kecak akan meneriakkan kata “cak cak cak”. Dari sinilah asal mula nama Kecak tercipta. Selain jeritan para penarinya, musik tarian ini juga berasal dari denting yang diikatkan pada kaki para penari yang memerankan tokoh Ramayana.
Kecak tidak diiringi alat musik atau lantunan gamelan seperti tarian tradisional pada umumnya. Namun, jenis tarian ini dapat memberikan pertunjukan hiburan yang sangat menyenangkan, yang mengandung nilai seni. Tari Kecak biasanya dibawakan oleh 70 orang laki-laki secara melingkar dengan mengenakan kain kotak-kotak.
Artikel terkait: 5 Fakta Menarik dan Sejarah Topeng Bali, Bukan Sekadar Hiburan
Tarian ini juga sering dikenal dengan tarian Sanghyang yang dibawakan dalam upacara keagamaan. Para penari akan kerasukan sehingga dapat berinteraksi dengan para dewa dan leluhur mereka. Para penari ini akan digunakan sebagai perantara untuk menyampaikan informasi atau pesan kepada leluhur. Saat sedang kesurupan roh, mereka akan menunjukkan berbagai gerakan yang sangat tidak terduga. Tubuh mereka akan dikenai api tetapi mereka akan tetap kebal dan tidak akan merasakan sakit sedikit pun.
Tari Kecak biasanya menceritakan tentang peristiwa dalam epos “Ramayana” atau “Mahabharata”. Tarian akan dimulai ketika para pemeran Rama dan Sinta bertemu di Hutan Dandaka, di mana Rahwana nantinya akan menculik Sinta. Tarian ini diakhiri dengan pertempuran antara Rama dengan Rahwana.
Filosofi Tari Kecak
Foto: Selasar.com
Tarian ini adalah salah satu daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke Bali di samping sebagai warisan budaya juga. Hampir setiap daerah memiliki tari Kecak sendiri di Bali. Dalam perkembangannya, Tari tradisional ini juga mengalami perkembangan dari segi akting, jumlah penari, cerita, dan drama. Inilah hasil dari jerih payah para seniman sehingga pertunjukan tari kecak semakin populer dan dikenal masyarakat luas. Tari asal Bali ini juga memiliki nilai filosofis dan makna tersendiri sebagai karya seni.
Artikel terkait: Tari Pendet: Sejarah, Makna, dan Perkembangannya
1. Percaya pada Kuasa Tuhan
Foto: Bali Tribune
Dalam tarian ini, ada momen dimana Rama meminta pertolongan kepada Tuhan. Ini membuktikan bahwa Rama percaya pada kekuatan Tuhan untuk membantunya. Tari kecak juga dianggap sebagai ritual untuk memanggil dewi, dimana dia bisa melawan penyakit dan melindungi warga dan kekuatan jahat. Dewi yang biasa dipanggil dalam upacara tersebut adalah Dewi Suprabha atau Tilotama.
2. Banyak Mengandung Pesan Moral
Foto: Antara News
Tari Kecak memiliki cerita yang dalam dan menyampaikan pesan moral kepada penontonnya. Misalnya, kesetiaan Sinta kepada suaminya Rama. Ada juga burung Garuda yang rela mengorbankan sayapnya untuk menyelamatkan Shinta dari cengkeraman Rahwana. Dari cerita itu, kita juga belajar agar tidak memiliki sifat buruk, serakah dan suka merebut secara paksa milik orang lain seperti yang dilakukan oleh Rahwana.
3. Bernilai Seni yang Tinggi
Foto: Riverspace.org
Tari Kecak tetap terlihat indah dan kompak sekalipun tidak ada musik atau gamelan yang mengiringinya. Gerakan penari bisa sangat konsisten sehingga tarian ini memiliki nilai seni yang tinggi dan sangat dicintai oleh wisatawan. Meskipun para wisatawan yang menontonnya bukan pemeluk agama hindu, namun mereka tetap suka menonton tarian ini. Jika Parents tidak ke Bali untuk menonton tari Kecak, maka sepertinya ada sesuatu yang dirasa kurang.
Itulah asal usul dari Tari Kecak dan nilai filosofi yang terkandung di dalamnya. Tidak ada salahnya mengajarkan ini pada anak agar mereka memiliki wawasan terhadap budaya nusantara.
Baca juga:
https://id.theasianparent.com/tari-lenggang-nyai
https://id.theasianparent.com/tari-gandrung-banyuwangi
https://id.theasianparent.com/tari-mandau
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.