Meski sudah pernah terkena COVID-19 sebelumnya dan berhasil sembuh, bukan berarti kita menjadi kebal dari virus tersebut. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa adanya risiko gejala long Covid, yaitu gejala yang masih tetap dirasakan meskipun infeksi Virus Corona sudah sembuh.
Gejala berkepanjangan ini bisa menyerang siapa saja, tidak hanya mereka yang sudah lanjut usia maupun penderita komorbid. Para ahli meyakini bahwa 1 per 5 orang menderita gejala long Covid setelah sembuh dari infeksinya.
Penelitian: Perempuan Lebih Rentan Terkena Risiko Gejala Long Covid
Penelitian tentang Virus Corona sejauh ini menemukan bahwa seseorang bisa saja mengalami gejala berat, gejala ringan, atau tidak ada gejala sama sekali ketika terinfeksi SARS-CoV-2.
Selain gejala yang dirasa pada jangka pendek, COVID-19 diyakini dapat menimbulkan efek jangka panjang pada organ tubuh seseorang, atau dikenal dengan istilah long Covid.
Studi yang dilakukan dengan mengamati sampel 200 pasien yang sudah sembuh dari COVID-19 menemukan bahwa kerusakan organ ringan terjadi pada jantung (32%), paru-paru (33%), dan ginjal (12%).
Sebuah penelitian yang dilakukan di King’s College London menunjukkan bahwa gejala long Covid cenderung lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki.
Hal ini diduga kuat berhubungan dengan perubahan hormon yang kerap dialami oleh perempuan. Menurut penelitian, reseptor ACE2 yang digunakan oleh SARS-CoV-2 untuk menginfeksi tubuh juga ditemukan di organ-organ tubuh yang menghasilkan hormon, contohnya tiroid, kelenjar adrenal, dan juga ovarium.
Di Indonesia sendiri berdasarkan riset yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Rumah Sakit Persahabatan, sebanyak 63,5 persen dari 463 responden ternyata memiliki gejala long Covid.
Apa Itu Long Covid dan Apa Saja Gejalanya?
Juru bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito menjelaskan bahwa long Covid adalah gejala berkepanjangan yang dialami penyintas Covid setelah hasil tes sebelumnya sudah negatif.
“Secara umum penderita COVID-19 akan sembuh dalam waktu 2 sampai dengan 6 minggu, Akan tetapi, untuk beberapa orang, beberapa gejala akan dirasakan setelah beberapa minggu dinyatakan pulih. Inilah yang disebut dengan long Covid,” jelas Wiku dalam konferensi pers, Selasa (9/3).
Menurut dr. Agus Dwi Susanto, SpP, dokter spesialis paru dan Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, infeksi pada penyintas COVID-19 mungkin memang sudah sembuh, tetapi secara fungsional, kapabilitasnya mereka belum sembuh.
Penyebab dari gejala yang berkepanjangan ini masih belum diketahui secara pasti. Dugaan sementara, COVID-19 menimbulkan efek tertentu pada jaringan atau organ dalam tubuh, sehingga butuh waktu untuk pulih meskipun infeksi virusnya sudah tidak ada.
Berikut adalah beberapa kondisi yang dapat meningkatkan risiko gejala long Covid pada penyintas:
- Memiliki gejala COVID-19 yang berat
- Usia yang sudah tidak muda
- Indeks massa tubuh yang besar atau obesitas
- Memerlukan bantuan oksigen untuk bernapas
- Memiliki lebih dari lima gejala COVID-19 dalam minggu pertama terinfeksi
Berdasarkan informasi dari CDC atau Centers for Disease Control and Prevention, beberapa pasien dapat mengalami gejala yang berlangsung selama berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan setelah sembuh dari COVID-19. Gejala jangka panjang yang paling sering dilaporkan meliputi sebagai berikut:
- Sakit kepala
- Lelah
- Sesak napas
- Jantung berdebar
- Nyeri dada
- Batuk
- Nyeri sendi
- Demam intermiten
- Nyeri otot
- Sulit berpikir atau berkonsentrasi
- Depresi
Ada pula beberapa komplikasi jangka panjang lebih serius yang dilaporkan, tetapi kasusnya cukup jarang. Contohnya adalah radang otot jantung, kelainan fungsi paru-paru, dan cedera ginjal akut.
Long Covid juga bisa timbul pada sistem neurologis manusia, misalnya masalah penciuman dan rasa, gangguan tidur, serta masalah memori. Depresi, kecemasan yang berlebihan, serta perubahan mood yang tiba-tiba juga sering terjadi.
Fenomena dan risiko long Covid ini mengingatkan kita untuk tetap waspada meski sudah pernah terkena COVID-19 sebelumnya dan menunjukkan hasil tes yang negatif. Tetap patuhi protokol kesehatan seperti menggunakan masker, menjaga jarak dengan orang lain, serta rutin mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir untuk melindungi keluarga kita tercinta.
Artikel telah ditinjau oleh:
dr. Gita Permatasari, MD
Dokter Umum dan Konsultan Laktasi
Baca Juga:
Ditemukan Lagi Varian Baru Covid-19, Ini Gejala yang Harus Diwaspadai
Penelitian covid-19 terbaru: Coronavirus juga menyerang sistem saraf otak
id.theasianparent.com/fakta-pusing-jadi-gejala-covid-19
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.