Baru-baru ini ditemukan bahwa orang yang terinfeksi COVID-19 akan merasakan keluhan sakit kepala layaknya migrain. Lantas, seperti apa fakta pusing jadi gejala COVID-19 ini?
Fakta Pusing Jadi Gejala COVID-19
Mengutip Times of India, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan otoritas kesehatan lainnya tidak mengaitkan pusing sebagai salah satu gejala COVID-19 yang khas.
Umumnya, gejala yang akan dirasakan pasien antara lain demam, kelelahan, dan batuk kering — serta beberapa pasien mungkin mengalami sakit dan nyeri, hidung tersumbat serta berair, sakit tenggorokan, atau diare.
Namun, seiring virus ini terus berkembang dan memperlihatkan tanda terdapat bukti yang menunjukkan bahwa pusing dan vertigo bisa disebabkan oleh virus. Dari laman resmi Heath, sekitar 14% orang yang terinfeksi Corona mengalami sakit kepala demikian menurut Laporan Misi Gabungan WHO-China untuk Penyakit Coronavirus 2019 (COVID-19).
Hal tersebut diperkuat oleh kian banyaknya orang yang membagikan pengalamannya terjangkit COVID-19 di media sosial, terlihat bahwa beberapa dari mereka mengalami sakit kepala yang cukup intens.
Lebih lanjut sebuah studi yang dipublikasi dalam Ear, Nose, and Throat Journal mengumpulkan data yang menunjukkan hal yang sama. Mereka mengamati dan mempelajari 141 studi kasus.
Hasilnya, dari 141 pasien yang mengalami pusing selama infeksi mereka, setidaknya 3 diantaranya merasakan pusing sebagai gejala awal COVID-19. Setelahnya, baru kemudian pasien mengalami gejala berkaitan dengan pernapasan.
“Banyak virus yang menyebabkan flu biasa hingga COVID-19, membuat tubuh merespons dengan cara yang mencoba menghancurkan infeksi.
Salah satu tanggapannya adalah sel kekebalan akan melepaskan protein yang disebut sitokin yang menyebabkan peradangan, demam, dan kelelahan. Bersamaan dengan reaksi inilah sakit kepala lalu timbul”, tutur William W. Li, MD, penulis Eat to Beat Disease.
Berbeda dengan sakit kepala biasa, pusing pada pasien Corona digambarkan memiliki sensasi kepala sangat berat dan terasa seperti diremas kuat. Biasanya, sakit kepala ini terasa kian buruk jika berikutnya disertai demam dan batuk.
Sakit kepala terasa dalam periode lebih pendek, sementara sakit kepala yang disertai anosmia (kehilangan indra penciuman) tetap bertahan, bahkan setelah gejala COVID-19 telah diatasi.
Sebagai “gejala non-spesifik” dari infeksi dan kondisi kesehatan lainnya, penelitian lebih lanjut diperlukan mengapa beberapa orang dengan COVID-19 mengalami sakit kepala, sementara yang lain tidak.
Beragam faktor dapat disebabkan perihal orang yang terinfeksi dan mengalami pusing, seperti ketidaknyamanan fisik karena batuk terus-menerus dan sinus yang tersumbat. Kecemasan, kurang tidur, tidak makan dengan benar, dan tubuh yang kurang terhidrasi juga bisa menyebabkan sakit kepala.
Lantas, apa bedanya dengan sakit kepala karena migrain biasa?
Para peneliti juga mencatat bahwa memahami patofisiologi sakit kepala pada COVID-19 dapat meningkatkan pemahaman tentang migrain dan gangguan sakit kepala lainnya. Berbeda dengan sakit kepala yang dialami karena COVID-19, gejala migrain biasa memiliki empat fase tahapan.
Setiap orang dapat mengalami fase yang berbeda dan tidak semua fase ini dialami kala setiap orang mengalami seluruhnya. Empat fase gejalanya yaitu sebagai berikut:
- Fase Prodromal. Fase ini terjadi pada satu atau dua hari sebelum migrain terjadi. Pada fase ini, seseorang akan mengalami suasana hati yang berubah, memiliki keinginan untuk mengonsumsi suatu makanan, merasa kaku pada leher, sering menguap, konstipasi, sering merasa haus beriringan dengan intensitas sering untuk buang air kecil.
- Fase Aura. Fase yang terjadi sebelum atau selama migrain berlangsung. Gejala yang dirasakan seperti gangguan penglihatan, seperti melihat kilatan cahaya, dan pandangan menjadi kabur. Selain itu pengidap juga dapat mengalami gangguan verbal sensorik dan motorik. Gejala biasanya terjadi secara perlahan, kemudian berkembang dan bertahan selama 20-60 menit.
- Fase Sakit Kepala. Inilah fase saat migrain yang sesungguhnya terjadi, biasanya berlangsung selama 4-72 jam. Gejala yang muncul biasanya sakit kepala pada satu sisi (bisa di sisi kanan, kiri, depan, belakang, atau area pelipis). Rasanya seperti berdenyut atau kesemutan, pandangan menjadi kabur, pusing, mual dan muntah, sensitif terhadap cahaya, suara, penciuman, dan sentuhan.
- Fase Resolusi. Ini adalah fase terakhir dari migrain, terjadi setelah sakit kepala migrain menyerang. Fase ini terjadi sekitar 24 jam setelah serangan migrain. Gejalanya meliputi perubahan suasana hati, sakit kepala ringan, kelelahan, dan sensitif pada cahaya dan suara.
Baca juga:
15 Gejala COVID-19 yang Sudah Ditemukan, Jangan Anggap Remeh!
7 Golongan Orang yang Tidak Boleh Divaksin COVID-19, Siapa Saja?
Mutasi Virus Corona Rentan Menular pada Anak, Ini Fakta Lain VUI-202012/01
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.