Anak-anak kecil sering kali belum dapat mengontrol emosi, baik di rumah maupun dalam kondisi di ruang publik. Namun tahukah, emosi tersebut terkadang dapat berubah menjadi perilaku menyimpang pada anak usia dini. Jika hal tersebut terjadi hingga mereka tumbuh dewasa, kondisi ini akan berubah menjadi tindakan kriminal.
Perilaku menyimpang biasanya dimulai sebelum anak berusia 8 tahun, tetapi tidak lebih dari sekitar usia 12 tahun. Anak-anak dengan perilaku menyimpang lebih cenderung bertindak menentang orang-orang yang mereka kenal baik, seperti anggota keluarga, pengasuh, atau guru.
Berdasarkan Buku Panduan Anak dengan Perilaku Sosial Menyimpang dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), penyebab penyimpangan atau kejahatan pada anak dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut:
- Faktor Subyektif adalah faktor yang berasal dari seseorang itu sendiri (sifat pembawaan yang dibawa sejak lahir).
- Faktor Obyektif adalah faktor yang berasal dari luar (lingkungan). Misalnya keadaan rumah tangga, seperti hubungan antara orang tua dan anak yang tidak serasi.
Sekolah, pergaulan, dan media massa juga merupakan faktor penyebab terjadinya perilaku menyimpang pada anak usia dini.
Artikel Terkait: 4 Jenis penyimpangan seksual menurut RUU Ketahanan Keluarga, apa saja?
Klik image di bawah ini untuk baca lebih lanjut
Apa Itu Perilaku Menyimpang?
Perilaku menyimpang yang juga biasa dikenal dengan nama penyimpangan sosial adalah perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan atau kepatutan, baik dalam sudut pandang kemanusiaan (agama) secara individu maupun pembenarannya sebagai bagian dari pada makhluk sosia. Perilaku sosial menyimpang merupakan istilah untuk menggambarkan terjadinya pelanggaran terhadap nilai-nilai dan norma-norma masyarakat. Terdapat dua istilah khusus untuk hal itu, yaitu deviasi dan delinkuen yang keduanya menggambarkan terjadinya pelanggaran-pelanggaran tersebut.
Deviasi
Deviasi merupakan sebuah bentuk kata benda yang berarti penyimpangan dari peraturan yang ditetapkan atau standar yang diterima. Deviasi berkaitan dengan sebuah penyimpangan yang menggambarkan tindakan atau perilaku yang melanggar norma sosial, termasuk aturan yang diberlakukan secara formal atau diatur dalam perundang-undangan atau nilai atau norma sosial yang berlaku di masyarakat.
Delinkuen
Perilaku anak yang ditandai dengan kecenderungan untuk melakukan kejahatan, khususnya kejahatan kecil seperti lalai, ceroboh, tidak bertanggung jawab, lemah, kendur, hingga berperilaku tanpa memerhatikan norma hukum atau melanggar hukum pidana.
Jenis-Jenis atau Kategori Perilaku Menyimpang
Perilaku menyimpang umumnya dibedakan menjadi beberapa kategori, yaitu:
Penyimpangan Gaya Hidup
Perilaku ini dianggap aneh namun tergolong sebagai bentuk penyimpangan yang ringan. Pada anak-anak, contohnya adalah sering berpakaian lain dari anak-anak seumurannya, memiliki gaya bahasa yang dibuat-buat, dan lainnya.
Penyimpangan Pemakaian Barang-Barang Konsumsi
Perilaku menyimpang ini sering dialami para remaja awal. Biasanya, mereka yang mulai mencari jati diri berusaha untuk cenderung mencoba hal-hal baru. Bahkan, tak sedikit dari mereka yang akhirnya mengalami kesalahan dalam bergaul atau memilih teman. Hal tersebut dikarenakan perkembangan emosi yang belum stabil.
Penyimpangan Seksual
Siapa sangka, perilaku seksual menyimpang juga dapat dialami anak usia dini. Perilaku seksual pada anak-anak dan remaja dapat berupa kontak fisik yang diprakarsai oleh individu di bawah usia 18 tahun yang melibatkan bagian tubuh seksual atau perilaku non-fisik yang berdampak pada orang lain, seperti voyeurisme, berbagi pornografi, dan/atau eksibisionisme. Dalam kedua jenis perilaku tersebut, kriteria utamanya adalah bahwa mereka menyimpang dari perilaku seksual normatif dan secara perkembangan tidak sesuai dan/atau berpotensi membahayakan.
Masalah ini menarik perhatian publik dan klinis lebih karena meningkatnya laporan anak-anak muda (usia 10 atau lebih muda) memulai perilaku seksual, banyak dari mereka tidak akan dilayani dengan tepat jika sistem peradilan melabeli mereka sebagai pelanggar seks anak.
American Association of Pediatrics (AAP) mencantumkan jenis perilaku ini sebagai normatif untuk anak di bawah 5 tahun, yaitu:
- Memperlihatkan alat kelaminnya kepada orang lain
- Berdiri terlalu dekat
- Mencoba melihat orang telanjang
- Masturbasi
Selain itu, perilaku berikut dianggap sangat tidak normal (yaitu, kurang dari 1,5 persen menunjukkan perilaku seksual berikut) pada usia 6 tahun atau lebih:
- Menempatkan mulut pada alat kelamin
- Meminta diri sendiri atau orang lain untuk melakukan tindakan seks tertentu
- Meniru hubungan intim
- Memasukkan benda ke dalam vagina atau anus
- Menyentuh alat kelamin hewan.
Perilaku-perilaku tersebut dinilai menyimpang karena bertentangan dengan norma-norma sosial dan agama.
Kriminalitas
Kondisi perilaku menyimpang pada anak usia dini yang disepelekan akan berujung pada kriminalitas. Di mana segala perbuatan yang melanggar hukum yang berlaku di masyarakat akan dikenai pidana, misalnya, memerkosa, merampok, bahkan membunuh.
Terlepas dari itu, beberapa jenis perilaku menyimpang ini umumnya disebabkan oleh faktor risiko keluarga. National Center on the Sexual Behavior of Youth mencatat bahwa depresi orang tua, penyalahgunaan zat, kekerasan dalam rumah tangga, dan praktik pengasuhan yang keras memberikan dampak terhadap perilaku yang dilakukan sang anak. Faktor lainnya, adalah:
- Kekerasan dalam rumah (pelecehan dalam rumah tangga)
- Pelecehan fisik atau seksual
- Masalah perilaku (Impulsivitas, ADD, Oppositional Defiant Disorder)
- Ganggungan perkembangan
- Paparan berlebihan terhadap aktivitas seksual orang dewasa atau pornografi (rumah, media, internet)
- Depresi orang tua, penyalahgunaan zat, atau sering absen karena pekerjaan.
Artikel Terkait: 5 Ragam Kenakalan Remaja yang Wajib Parents Waspadai dan Tips Mengatasinya
Sedini Apa Perilaku Menyimpang pada Anak Usia Dini Bisa Dideteksi?
Dosen sekaligus dokter spesialis kesehatan jiwa Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (UNUSA), dr. Hafid Algristian, SpKJ mengungkapkan bahwa perilaku menyimpang seksual, seperti orientasi seksual anak juga dapat disadari sejak usia 10 tahun atau lebih muda.
“Ketika seseorang berperilaku berbeda dengan identitas gendernya, maka harus dipastikan terlebih dahulu bagaimana orientasi seksualnya. Karena orientasi seksual ini sulit diketahui kecuali dari pengakuan jujur dari yang bersangkutan. Jika memang memiliki orientasi seksual sesama jenis atau Same-Sex Attraction (SSA) yang tidak seharusnya, maka perlu dikembangkan lebih lanjut apakah telah sampai pada perilaku seksual menyimpang atau tidak,” ujar Hafid, dikutip dari laman Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Timur.
“Karena tomboy saja misalnya, belum tentu dia memiliki SSA kepada sesama jenis. Hampir semua SSA atau homoseksual sudah menyadari sejak masa umur 10 tahun hingga remaja. Bahkan, pada beberapa kasus, anak telah menyadari penyimpangannya saat di bawah usia 10 tahun. Jika sudah dalam taraf berlebihan, karena individu sudah SMA, maka remaja tersebut dapat diajak diskusi. Remaja harus ditanya kenapa ia bergaya atau melakukan pilihan perilaku demikian,” tambahnya.
Cara Deteksi Dini Perilaku Menyimpang pada Anak
Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mencatat ada beberapa cara mendeteksi perilaku menyimpang pada anak. Berikut caranya:
- Sering marah atau kehilangan kesabaran
- Sering berdebat dengan orang dewasa atau menolak untuk mematuhi aturan atau permintaan orang dewasa
- Sering kesal atau dengki
- Sengaja mengganggu orang lain atau menjadi kesal dengan orang lain
- Sering menyalahkan orang lain atas kesalahan atau perilaku buruknya sendiri
- Melanggar aturan serius, seperti melarikan diri, keluar malam saat tidak disuruh, atau bolos sekolah
- Menjadi agresif dengan cara yang membahayakan, seperti menindas, berkelahi, atau bersikap kejam terhadap hewan.
- Berbohong, mencuri, atau merusak properti orang lain dengan sengaja.
Sementara, metode untuk mendiagnosis anak dengan perilaku menyimpang mungkin termasuk:
- Diagnosis oleh layanan spesialis, yang mungkin termasuk dokter anak, psikolog atau psikiater anak.
- Wawancara mendalam dengan orang tua, anak dan guru
- Daftar periksa perilaku atau kuesioner standar.
Penanganan Perilaku Menyimpang pada Anak
Kementerian PPPA menuturkan ada 2 langkah penanganan anak dengan perilaku sosial, yaitu:
- Penanganan yang dilakukan tanpa jalur formal/hukum yang bertujuan untuk membantu perubahan perilaku anak dengan lebih cepat tanpa upaya pencabutan kebebasan, melainkan dengan melakukan pendampingan di Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS) atau keluarga pengganti atau lembaga pengasuhan.
- Penanganan melalui hukum atau perundang-undangan nasional yang berlaku. Langkah pendekatan dengan penanganan melalui hukum dilakukan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum yang diduga telah melakukan tindak kriminal, di antaranya: perampokan dengan kekerasan, membunuh, prostitusi, pemerkosaan, penjualan manusia, penculikan atau trafiking untuk tujuan segala bentuk eksploitasi dan lain-lain.
Artikel Terkait: Kata Psikolog: 5 Cara Mendisplinkan Anak yang Salah dan Sering Disesali Orangtua
Sementara, berdasarkan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 ada beberapa langkah membimbing anak dengan perilaku sosial menyimpang, seperti:
1. Bimbingan Nilai Agama dan Nilai Sosial
Anak diajak untuk memahami (tanpa paksaan atau bentuk kekerasan lainnya) tentang pentingnya ajaran agama dengan memerhatikan akhlak, akidah dan ibadah sesuai dengan keyakinan dan agama masing-masing. Agama yang diajarkan dengan penuh kasih sayang dan lemah lembut akan menumbuhkan kecerdasan spiritual dan sekaligus menjadi benteng bagi anak untuk tidak berperilaku sosial menyimpang. Sebaliknya, ajaran agama yang diajarkan dengan kekerasan atau paksaan akan berpengaruh buruk pada perkembangan mental anak.
Bimbingan nilai agama dan nilai sosial dilakukan dengan cara anak diajak dan didorong, agar memiliki motivasi untuk melakukan perubahan perilaku melalui penyesuaian diri dengan nilai-nilai sosial.
2. Konseling
Konseling adalah proses interaksi antara konselor dengan konseli yang bertujuan untuk mengatasi masalah yang dihadapi konseli (klien). Dalam konseling menekankan pada konselor membantu konseli dalam mencari alternatif pemecahan masalah. Konseling terhadap anak dengan perilaku sosial menyimpang.
3. Rehabilitasi Sosial Bagi Anak dengan Perilaku Sosial
Menurut Undang-undang No 11 tahun 2009 rehabilitasi sosial dimaksudkan untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar. Rehabilitasi sosial dapat dilaksanakan secara persuasif, motivatif, koersif, baik dalam keluarga, masyarakat maupun panti sosial.
Bentuk rehabilitasi sosial yaitu:
- motivasi dan diagnosis psikososial;
- perawatan dan pengasuhan;
- pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan;
- bimbingan mental spiritual;
- bimbingan fisik;
- bimbingan sosial dan konseling psikososial;
- pelayanan aksesibilitas;
- bantuan dan asistensi sosial;
- bimbingan resosialisasi;
- bimbingan lanjut; dan/atau
- rujukan.
4. Pendampingan Sosial
Pendampingan sosial bagi anak dengan perilaku sosial (ADPS) menyimpang ditujukan pada bantuan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi seperti: emosi, sosial, etika, moral dan kesehatan, sehingga terhindar dari konflik dengan hukum.
Pendampingan sosial juga dimaksudkan sebagai bimbingan pribadi dan sosial dalam membantu ADPS menyimpang untuk memahami bagaimana berperilaku dengan menghormati orang lain, memahami dirinya sendiri, paham bagaimana bergaul dengan orang lain, memahami nilai-nilai dan norma sosial, belajar sopan santun dan etiket, memanfaatkan waktu luang dengan kegiatan-kegiatan positif, melatih keterampilan sosial, mengembangkan hubungan keluarga, dan memahami peran dan tanggung jawab sosial.
Pencegahan Perilaku Menyimpang
Melihat dampak jangka panjang dari perilaku menyimpang pada anak usia dini, orang tua diharapkan dapat melakukan pencegahan sedini mungkin. Berikut beberapa cara pencegahannya.
1. Kembangkan Hubungan yang Sehat
Berikan banyak perhatian positif. Berikan perhatian penuh kepada anak setidaknya selama beberapa menit setiap hari. Mainkan game, bersenang-senang, dan ciptakan kenangan. Semakin kuat hubungan Parents, semakin termotivasi anak untuk mendengarkan aturan orang tua.
2. Buat Aturan yang Jelas
Anak-anak tidak dapat mengikuti aturan jika mereka tidak yakin dengan apa yang Parents harapkan. Buat daftar tertulis tentang peraturan rumah tangga dan tampilkan dengan jelas di rumah. Jelaskan aturan ketika Parents memasuki situasi baru. Misalnya, katakan, “Kamu perlu berbisik di perpustakaan agar tidak mengganggu ketenangan orang lain” atau “Kita tidak perlu mengunjungi nenek di rumah sakit, biarkan beliau mendapat perawatan intensif dari dokter secara maksimal”.
3. Jelaskan Konsekuensinya
Setelah Parents menjelaskan aturannya, beri tahu anak apa yang akan terjadi jika dia melanggar aturan. Anak akan cenderung tidak menentang aturan atau batas ujian jika dia tahu bagaimana Parents akan merespons.
Katakan, “Jika kamu berteriak atau berlarian di toko, kamu harus kembali ke mobil,” atau “Jika kamu tidak bisa duduk di kursi saat di restoran, kita akan pulang lebih awal”.
4. Buat Jadwal
Buat jadwal untuk anak yang menjelaskan kapan ia harus mengerjakan pekerjaan rumahnya, kapan ia harus menyelesaikan tugasnya, dan kapan ia dapat memiliki waktu luang. Ketika anak-anak terbiasa dengan strukturnya, mereka cenderung merespons secara positif.
5. Pujilah Perilaku Baik
Tawarkan pujian dengan bebas. Puji upaya anak dan berikan pujian setiap kali Parents melihat perilaku yang ingin dilihat berulang. Saat anak bermain dengan tenang, tunjukkan. Atau ketika dia meletakkan piringnya di wastafel, jelaskan bahwa Anda menghargainya.
6. Bekerja sebagai Tim
Meskipun aturannya tidak harus sama persis di semua tempat, ada baiknya jika Parents konsisten. Bunda bisa bekerja sama dengan pasangan, pengasuh anak, atau guru untuk mendiskusikan strategi dan perilaku disiplin yang perlu ditangani.
7. Bicara Tentang Perasaan
Ketika anak-anak memiliki pemahaman tentang perasaan, mereka lebih mungkin untuk mengendalikan perilaku mereka. Ajari anak keterampilan manajemen kemarahan dan keterampilan khusus untuk menghadapi emosi yang tidak nyaman seperti ketakutan, kesedihan, frustrasi, dan kekecewaan.
8. Ajarkan Kontrol Impuls
Ketika anak-anak dapat mengendalikan kontrol diri, mereka cenderung tidak bereaksi secara agresif atau menantang. Ajari anak keterampilan mengontrol impuls dengan berbagai permainan dan strategi disiplin.
Ketika anak-anak mengembangkan kontrol diri, kehidupan sosial mereka meningkat dan mereka cenderung tampil lebih baik secara akademis. Jadi, mulailah melatih kepuasan yang tertunda dan berikan anak keterampilan yang dia butuhkan untuk mengelola impuls verbal dan fisiknya dengan lebih baik.
9. Buat Sistem Hadiah
Identifikasi perilaku yang ingin dilihat lebih sering, seperti “mengerjakan tugas”, atau “menyimpan tugas untuk diri sendiri”. Kemudian, buat sistem penghargaan yang akan memotivasi anak untuk tetap pada jalurnya.
Anak-anak kecil merespons dengan baik saat diberi stiker dan anak-anak yang lebih besar merespons dengan baik saat diberi uang atau pulsa elektrik. Anak akan menjadi lebih termotivasi untuk mengikuti aturan dan dia akan mendapatkan keterampilan baru.
10. Rencana ke Depan
Bersikap proaktif dalam mencegah masalah perilaku dengan merencanakan ke depan. Identifikasi masalah potensial sebelum mereka mulai. Misalnya, jika Anda tahu anak kemungkinan besar akan bertengkar dengan saudaranya tentang siapa yang pertama kali menggunakan video game, buatlah sistem yang jelas. Beri tahu mereka bahwa mereka dapat bergiliran dan siapa pun yang berdebat atau berkelahi kehilangan gilirannya.
Ketika Parents tetap selangkah lebih maju, Anda dapat mencegah banyak masalah perilaku.
Itulah beberapa cara mencegah terjadinya perilaku menyimpang pada anak usia dini. Semoga informasi di atas dapat bermanfaat bagi Parents!
***
Baca Juga:
Berikan anak hadiah tanpa memanjakan dan tetap mendisiplinkan, ini caranya
Wajib tahu! Ini pentingnya peran ayah dalam membentuk karakter anak
6 Gaya Mendidik Anak Australia, Diajari Disiplin Sejak Bayi
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.