Segala sesuatu yang ada di dunia ini tentu memiliki makna dan tujuannya. Namun, orang-arang yang penganut nihilisme justru memahami sebaliknya. Mereka menganggap semua yang ada di dunia termasuk kehidupan tidak memiliki arti.
Pandangan ini terbilang ekstrem tetapi konsep ini memang ada dan diyakini oleh sejumlah orang. Bahkan, ini bisa menciptakan kedamaian bagi mereka.
Lantas, apa sih yang dimaksud dengan paham nihilisme? Bagaimana orang-orang yang meyakininya menjalani kehidupan? Berikut penjelasan nya!
Artikel terkait : Law of Attraction, Hukum Ketertarikan yang Memancing Kesuksesan dengan Pikiran Positif
Mengenal Konsep Nihilisme
Sumber : unsplash
Nihilisme” berasal dari bahasa Latin nihil, yang berarti tidak ada atau kosong dan isme yang berarti ‘kepercayaan’. Mengutip Internet Encyclopedia of Philosophy, nihilisme adalah
keyakinan bahwa semua nilai tidak berdasar dan tidak ada yang bisa diketahui atau dikomunikasikan.
Penganut paham ini tidak percaya terhadap apapun dan tidak memiliki tujuan lain, selain dorongan untuk meniadakan arti. Mereka menganggap tidak ada nilai, makna, dan keteraturan yang melekat pada kehidupan.
Dengan tegas, mereka menolak nilai dan makna yang ditempatkan masyarakat pada orang, benda, dan kehidupan. Itulah sebabnya paham ini sering dikaitkan dengan pesimisme ekstrem dan skeptisisme radikal yang menistakan keberadaan sesuatu.
Asal-usul dan Sejarahnya
Sumber : unsplash
Nihilisme diyakini telah ada sejak abad ke 18 karena menjadi topik populer di kalangan filosofis. Pada awal abad kesembilan belas, Friedrich Jacobi menggunakan istilah ini untuk mencirikan idealisme transendental secara negatif. Friedrich Nietzsche menggunakan istilah ini untuk menggambarkan disintegrasi moralitas tradisional dalam masyarakat Barat.
Namun, paham ini baru populer setelah kemunculannya dalam novel Fathers and Sons karya Ivan Turgenev (1862) di mana ia menggunakan “nihilisme” untuk menggambarkan saintisme kasar yang dianut oleh karakternya Bazarov yang mengkhotbahkan kredo negasi total.
Di Rusia antara abad 18 hingga 19, nihilisme dikaitkan dengan gerakan revolusioner yang terorganisir secara longgar yang menolak otoritas negara, gereja, dan keluarga.
Mikhael Bakunin (1814-1876) membuat sebuah gerakan yang menitikberatkan rasionalisme dan materialisme sebagai satu-satunya sumber pengetahuan dan kebebasan individu sebagai tujuan tertinggi. Gerakan ini menolak esensi spiritual manusia demi esensi materialistis semata, nihilis mencela Tuhan dan otoritas agama sebagai antitesis terhadap kebebasan.
Perwujudan paham ini semakin memburuk dan anarkis. Bahkan, pada akhir 1870-an, seorang nihilis atau siapa pun yang terkait justru menganjurkan terorisme dan pembunuhan.
Sementara itu, nihilisme yang berkembang pada abad 20 berbeda. Ini dikaitkan dengan keyakinan bahwa hidup tidak ada artinya. Semua yang ada dunia ini tanpa makna atau tujuan.
Artikel terkait : 5 Tips Beli Perlengkapan Olahraga, Sesuai Kebutuhan dan Budget yang tersedia
5 Jenis Paham Nihilisme yang Perlu Diketahui
Sumber : unsplash
Nihilisme merupakan sebuah pemikiran yang cukup kompleks. Istilah ini sering digunakan dalam berbagai konteks sehingga maknanya sering kabur dan ambigu.
Mengutip Verywell Mind, secara umum nihilisme dibagi menjadi lima, yakni sebagai berikut:
1. Nihilisme Eksistensial
Dalam pemikiran ini, tidak ada nilai atau makna intrinsik kehidupan. Manusia dan kehidupan di alam semesta diyakini tidak berarti dan tanpa tujuan. Setiap individu bebas menciptakan makna dalam hidup mereka sendiri.
2. Cosmic Nihilism (Pesimisme Kosmis)
Merupkan cabang pemikiran yang lebih hiper-rasional, yang menyatakan bahwa tidak ada makna kebenaran yang ditemukan di alam semesta. Semua makna yang diciptakan manuais seperti cinta, keluarga, kebebasan, dan kegembiraan adalah fiksi sementara manusia menunggu mati.
3. Moral Nihilism
Dalam pemahaman inj tidak ada yang namanya benar atau salah objektif. Tidak ada dasar yang kuat untuk moralitas atau etos apa pun. Moral Nihilism ini berkaitan dengan tiga pandangan utama, yakni:
- Amoralisme: Penolakan total terhadap semua prinsip moral dan tekad untuk menjalani hidup tanpa moralitas.
- Subjektivisme moral: Posisi bahwa semua penilaian moral adalah murni individu, sewenang-wenang, dan subjektif. Moralitas ditentukan oleh orangnya dan pendapat individu. Akibatnya, tidak ada “benar” atau “salah” yang mutlak, dan penilaian moral tidak memerlukan pembenaran atau kritik yang rasional.
- Egoisme: Pandangan bahwa satu-satunya kewajiban yang dimiliki seseorang adalah untuk dirinya sendiri. Jadi, seorang individu tidak boleh mengalami kekhawatiran moral tentang perilaku apa pun yang tidak menodai kepentingan pribadi mereka.
4. Epistemological Nihilism
Sumber : unsplash
Cabang ini didefinisikan sebagai suatu bentuk filsafat menyatakan bahwa, pertama, pengetahuan itu tidak ada. Kedua, jika itu terjadi, itu tidak dapat diperoleh oleh manusia, sehingga keberadaannya menjadi mubazir. Oleh karena itu, ini terkait dengan skeptisisme ekstrem.
5. Nihilisme politik
Paham ini berpendapat bahwa untuk perbaikan di masa depan, semua institusi sosial, politik, dan agama yang ada saat ini perlu dihancurkan. Mereka percaya bahwa sistem ini sangat korup sehingga tidak ada harapan untuk reformasi.
Artikel terkait : Mengenal Apa Itu Self Abandonment Beserta Tanda dan Cara Mengatasinya
Nihilisme dan Ketakutan Eksistensial
Sumber : unsplash
Setiap orang tentu mencari makna dan arti kehidupannya. Bukan hanya pada nihilis, seorang mungkin mengalami kecemasan tentang makna kehidupannya.
Pandangan hidup yang menganggap segala sesuatu tidak berarti seringkali dikaitkan dengan ketakutan eksistensial, yakni perasaan negatif yang dialami individu ketika mereka mulai mempertanyakan tujuan mereka di dunia, makna hidup, dan apa yang terjadi setelah kematian.
Hal ini sebagai konsekuensi dari keterlibatan terhadap pertanyaan seputar makna hidup. Namun, seseorang tidak harus menjadi nihilis untuk mengalaminya. Jika ketakutan tersebut meningkat dapat menyebabkan sesuatu yang disebut krisis eksistensial atau kecemasan eksistensial
Bagi penganut eksistensial, ketakutan tersebut dianggap wajar tetapi bagi nihilis hal ini bisa menjadi fase yang mengejutkan. Tahap ini bisa semakin buruk dan menimbulkan masalah mental, seperti kecemasan, depresi, dan ide bunuh diri.
Tentu saja hal ini bisa diatasi dengan pengobatan (khususnya antidepresan), terapi perilaku kognitif (CBT), aktivitas perawatan dengan ahlinya.
***
Baca juga :
Mengenal Perilaku Savior Complex, Kebiasaan Menolong yang Berlebihan
4 Cara Mengatasi Insecure, Tumbuhkan Harga Diri dengan Cinta
Mengenal Post Infidelity Stress Disorder (PISD), Luka Psikis Akibat Perselingkuhan
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.