Parents, kasus kepala bayi tertinggal di rahim ibu asal Bangkalan tengah ramai dibicarakan akhir-akhir ini.
Perempuan berinisial M berusia 25 tahun asal Bangkalan, Jawa Timur, melaporkan kasus dugaan malpraktik saat melahirkan di Puskesmas, yang mengakibatkan kepala bayi tertinggal di dalam kandungan.
Namun, pihak Puskesmas mengklaim bahwa pihaknya sudah melalukan tindakan medis yang sesuai prosedur sehingga ini bukanlah malpraktik.
Kasus ini pun lantas menuai polemik di kalangan netizen. Banyak juga yang jadi bertanya-tanya, bagaimana kronologi sebenarnya?
Melansir berbagai sumber, berikut kami rangkum fakta dan kronologi lengkapnya, Parents.
Artikel Terkait: 5 Fakta Bayi Meninggal di Gresik, Diduga Kaget Dengar Petasan Tetangga
Kronologi Kasus Kepala Bayi Tertinggal di Rahim Ibu Asal Bangkalan
1. Kronologi yang Diungkap M
Kejadian ini bermula ketika M disarankan untuk melakukan perawatan di rumah sakit karena kandungannya dinilai lemah oleh Bidan Desa di kampungnya.
Tidak hanya itu, kondisi janin M juga sungsang sehingga melahirkan di rumah sakit sangat disarankan.
Maka, M pun langsung mendatangi Puskesmas Kedundung, Bangkalan, untuk meminta surat rujukan.
Namun, M menyebut bahwa pihak Puskesmas justru menyuruhnya menuju ruang persalinan dan diminta menunggu kedatangan bidan.
Melahirkan di Puskesmas
Ternyata, M disarankan langsung melahirkan di Puskesmas karena dia sudah mengalami bukaan 4.
“Saya mau minta rujukan, tapi diarahkan ke ruang bersalin. Pas saya disuruh ngeden, belum dikasih apa-apa, terus disuruh ngeden lagi. Saya enggak kuat, akhirnya patah badan bayinya. Kepalanya tertinggal di dalam rahim saya,” ungkap M seperti dikutip dari laman Detik News.
Karena kondisi darurat tersebut, M pun minta untuk dipindahkan ke rumah sakit. Pihak Puskesmas lantas membawa M ke Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Glamor Husada, Bangkalan, Jawa Timur.
Saat itu, kondisi bayi M sudah tidak bisa diselamatkan karena kepalanya terputus dari badan. Di rumah sakit Glamor Husada, M menjalani operasi pengeluaran kepala bayi dari rahimnya.
2. Kronologi dari Pihak Puskesmas dan Dinas Kesehatan
Konferensi Pers Dinkes Bengkalan | Sumber foto: Situs Pemerintah Kabupaten Bengkalan
Pihak Puskesmas Kedundung membantah adanya malpraktik yang menimpa M.
Kronologi kasus kepala bayi tertinggal di rahim ibu ini kemudian disampaikan oleh Kepala Dinkes Kabupaten Bangkalan Nur Chotibah dan Kepala Dinas Kominfo Bangkalan Agus Sugianto Zain, dalam sebuah konferensi pers pada Selasa (12/3).
Dalam konferensi, tiga dokter spesialis juga dihadirkan sebagai saksi. Ketiganya adalah: dokter spesialis kebidanan dan kandungan Surya aksara, Sp.OG, dokter spesialis anak Moh Shofi, SpA, dan spesialis forensik, Edy Suharta, Sp.F.
Mengutip laman resmi Pemerintah Kabupaten Bengkalan, Berikut ini kronologi berdasarkan timeline pemeriksaan M yang disampaikan oleh Agus Sugianto:
M periksa ke posyandu Dusun Bealang. Hasil pemeriksaannya, kandungan M lemah dan janinnya mengalami kelainan pertumbuhan. M juga didiagnosis darah tinggi sehingga disarankan periksa ke Puskesmas Kedundung.
M didiagnosis oligohidramnion (air ketuban sedikit), letak janin sungsang, dan hipertensi oleh dokter IUGR (Intrauterin growth restriction).
Dokter IUGR Puskesmas pun merujuk M agar memeriksa kandungan ke dokter spesialis. Namun, M tidak melakukannya.
Sejak itu, M juga tidak melakukan pemeriksaan kehamilan lagi ke Puskesmas.
M hadir di kelas ibu hamil di Balai Desa Pangpajung. Di sana, dia melakukan serangkaian pemeriksaan. Hasilnya, M mengalami darah tinggi, tensinya 150/100 mmHg.
Kemudian, bidan menyarankan M diperiksa ke klinik, tapi M tidak melakukannya.
M lalu periksa ke Bidan Desa di Serambi Barat. Saat itu, bidan menyatakan detak jantung janin M sudah tak terdengar lagi. Namun, M menyatakan bayinya masih bergerak.
M datang lagi ke Bidan Desa karena merasa perutnya mulas seperti mau melahirkan. Maka, Bidan Desa merujuknya ke Puskesmas Kedundung.
Dalam surat rujukan dari Bidan Desa, tertulis bahwa M didiagnosis intrauterine fetal death (IUFD). Atas rujukan itu, pihak Puskesmas lantas melakukan pemeriksaan pada M.
Hasilnya, detak jantung bayi sudah tidak ada dan tekanan darah M sangat tinggi. Puskesmas lantas melakukan prosedur untuk menstabilkan tensi agar M bisa melakukan operasi caesar.
“Tapi saat proses pemeriksaan, si ibu sudah mengejan. Setelah diperiksa, sudah terjadi pembukaan lengkap. Bokong bayi kelihatan dan bayi sungsang, tapi tidak ada darah dan air ketuban,” ungkap Agus.
4. Janin Sudah Meninggal 7-8 Hari Sebelum Dilahirkan
Dokter spesialis kebidanan dan kandungan Surya Haksara, Sp.OG pun menjelaskan bahwa kondisi janin memang sudah maserasi atau mengalami pembusukan.
“Dari kepala bayi, saya lihat memang sudah maserasi atau kondisi pembusukan. Tandanya, bayi sudah meninggal dalam kandungan minimal lebih dari 2×24 jam. Jadi, badannya rapuh sekali. Kita pegang sedikit, kalau sudah rapuh, ya lepas,” ungkap Surya.
Hasil autopsi juga menunjukkan, bayi sudah alami maserasi tingkat III. Artinya, bayi diduga sudah meninggal sekitar 7-8 hari di dalam kandungan, dengan kulit leher bagian belakang terkelupas.
“Kondisi maserasi inilah yang menjadi penyebab tertinggalnya kepala bayi dalam rahim ibu,” lanjutnya.
5. Pihak Keluarga Salah Paham
Lebih lanjut, Agus pun menjelaskan bahwa terjadi kesalahpahaman antara pihak Puskesmas dan keluarga M.
Pihak Puskesmas menyampaikan bahwa detak jantung bayi dalam kandungan M sudah tidak ada alias meninggal. Namun, keluarga tidak paham dan mengira bahwa bayi masih hidup.
“Jadi, pihak Puskesmas menyampaikan pesan ke pihak keluarga dengan bahasa ‘detak jantung sudah tidak ada’, bukan dengan istilah ‘meninggal’. Jadi, keluarga salah paham dan menyangka kalau bayi masih hidup,” pungkasnya.
Artikel Terkait: Ibu Lahirkan Bayi Meninggal di Usia Kandungan 8 Bulan, Bagaimana Kisahnya?
Tanggapan Dokter Soal Kasus Kepala Bayi Tertinggal di Rahim Ibu di Bangkalan
Kasus ini menjadi banyak perhatian berbagai pihak, termasuk di kalangan dokter dan tenaga medis. Salah satunya adalah dokter spesialis Kebidanan dan Kandungan Konsultan Fetomaternal, dr. Purnawan Senoaji, Sp.OG-KFM.
“Pada kejadian ini, nampak adanya keterbatasan pengetahuan pasien dan keluarga tentang apa yang terjadi dengan kehamilannya, atau bisa juga informasi tidak sepenuhnya diterima dengan baik oleh mereka,” tulisnya lewat unggahan di akun Instagram pribadinya.
Dokter Purnawan juga menduga bahwa pihak keluarga salah paham dengan apa yang disampaikan Puskesmas sehingga mereka merasa bayi yang meninggal tersebut disebabkan karena malpraktik.
“Sehingga mungkin, pas kejadian persalinan, yang mereka pikirkan bayinya masih hidup, dan meninggal karena kepalanya putus. Sehingga mereka merasa ini akibat tindakan si penolong (tenaga medis),” tulisnya lagi.
View this post on Instagram
Lebih lanjut, Purnawan juga berpesan, diharapkan agar para ibu hamil untuk melakukan kontrol rutin agar kasus seperti yang dialami M tidak terjadi.
Berikut ini beberapa pesan penting yang disampaikan Purnawan lewat unggahannya:
- Kontrol teratur, dengarkan informasi dari nakesnya
- Ikuti saran dari nakesnya, kalau kurang sreg, maka bisa cari second opinion dengan kontrol ke Puskesmas lain
- Selalu mengerti risiko persalinan, ya. Kalau tidak bisa melahirkan normal, maka harus caesar. Itu demi keselamatan ibu dan janin. Jangan sampai ‘pokoknya harus normal apa pun yang terjadi!’
“Banyak baca dan banyak tanya juga. Sudah banyak sumber informasi kesehatan kehamilan yang terpercaya di mana-mana. Jangan asal dengar kata tetangga, teman, atau siapa pun,” pungkasnya.
Artikel Terkait: Kisah Bayi Meninggal Saat Disusui Ibunya, Penyebabnya Tak Terduga!
Parents, itulah fakta dan kronologi kasus kepala bayi tertinggal di rahim ibu asal Bengkalan. Jangan takut untuk selalu kontrol kehamilan secara rutin agar kasus serupa tidak terjadi ya, Parents.
***
Baca Juga:
Viral Ibu Hamil 8 Bulan Ngidam Jalan-jalan Naik Motor Polisi, "Sampai Tidak Bisa Tidur"
BKKBN: 57 Persen Ibu Indonesia Alami Baby Blues, Tertinggi di Asia!
Pemerkosa Anaknya Dihukum Ringan, Ayah Rela Berjalan Kaki 800 km untuk Temui Presiden
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.