Jepang punya Menteri Kesepian. Kok, bisa?
Hal ini mungkin terkesan tak biasa bagi Parents, tetapi Jepang memang telah membuat kabinet baru untuk menangani masalah kesehatan mental yang ada di sana.
Lalu, apa itu Menteri Kesepian Jepang dan bagaimana saja tugasnya? Melansir berbagai sumber, simak penjelasan selengkapnya sebagai berikut!
Kasus Depresi Meningkat Sejak Pandemi, Kini Jepang Punya Menteri Kesepian
Sumber foto: NHK
Diberi nama Kementrian Kesepian, pemerintah Jepang berharap agar angka depresi dan kasus bunuh diri bisa berkurang dengan adanya kabinet ini. Tak hanya itu, pembentukan kabinet baru juga didasari oleh isu kesehatan mental di Negeri Sakura yang cenderung meningkat di tahun 2020, lebih tepatnya saat pandemi terjadi.
Adapun Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga, menunjuk Tetsushi Sakamoto sebagai Menteri Kesepian dan Isolasi. Ia memimpin kabinet dan bertanggung jawab dalam menangani program khusus pemerintah untuk menangani isu kesehatan mental, terutama masalah kesepian kronis yang dialami masyarakat sana sejak masa di rumah saja.
Mengutip laman Mashable, adanya COVID-19 membuat masyarakat Jepang, khususnya perempuan, merasa terisolasi. Banyak yang mengalami kesepian kronis hingga kondisi tersebut berkembang menjadi depresi.
Bahkan pada 2020 lalu, jumlah angka kematian akibat bunuh diri di Jepang terbilang lebih tinggi dibandingkan dengan yang disebabkan oleh infeksi Virus Corona. Mengutip laman CNN Indonesia, ada total 2.153 kasus kematian akibat bunuh diri di sana, sedangkan angka kematian COVID-19 mencapai 2.087 kasus.
Perempuan Rentan Kesepian dan Depresi di Masa Pandemi
Dari jumlah kasus bunuh diri yang terjadi, mayoritas terjadi pada perempuan muda. Para peneliti di Jepang mengungkap, kaum perempuan banyak yang bunuh diri selama pandemi karena kehilangan pekerjaan.
Faktanya, kebanyakan perempuan di sana memiliki pekerjaan di sektor ritel dan jasa. Area tersebut banyak yang dihentikan operasinya terkait pandemi yang tengah melanda.
Terlebih, selama di rumah saja, kebanyakan orang sulit untuk saling bertemu dan bersosialisasi. Sehingga kasus kesepian kronis pun semakin meningkat dan menimbulkan depresi yang berujung pada bunuh diri.
Resmi diangkat sebagai Menteri Kesepian, Tetsushi Sakamoto akan mengambil langkah aktif dan komprehensif dalam menangani isu kesehatan mental ini.
“Dengan adanya kabinet ini, kami harap bisa mencegah kasus depresi. Kami akan melakukan banyak kegiatan untuk mencegah kesepian dan menjaga hubungan antara manusia tetap terjaga baik di saat pandemi ini, agar masalah isolasi sosial bisa ditangani,” ungkap Sakamoto, mengutip dari laman Japan Times.
Lebih lanjut, forum darurat mengenai penanggulangan isu ini pun akan diadakan pada akhir Februari nanti.
Bagaimana Cara Atasi Stres dan Depresi Saat Pandemi?
Tidak dapat dipungkiri, kasus depresi memang meningkat sejak pandemi berlangsung. Fenomena ini bukan hanya terjadi di Jepang, melainkan di seluruh dunia. Keterbatasan menjalin hubungan sosial dan penerapan physical distancing untuk mencegah Virus Corona, pun memiliki dampak signifikan bagi kesehatan mental atau psikologis individu.
Nidal Moukaddam, MD,PhD, seorang dosen Psikiatri dari Baylor College of Medicine mengatakan, pandemi juga bisa menyebabkan gangguan kesehatan jiwa bagi masyarakat. Bukan hanya mencangkup kesehatan fisik saja.
“Cemas, panik, putus asa, semua akan dirasakan di masa ini, dan hal tersebut bisa memicu permasalahan psikologis seperti kecemasan atau gangguan tidur. Terlebih, jika seseorang sudah memiliki permasalahan mental sejak awal, maka ia akan lebih rentan terkena depresi,” ungkapnya, seperti yang dikutip dari Psychiatric Times.
Oleh karena itu, lanjut Nidal, ada baiknya masyarakat juga menjaga kesehatan psikologisnya juga di masa pandemi ini.
Selain berupaya mencegah paparan Virus Corona yang berpengaruh terhadap kesehatan fisik, berikut merupakan hal yang bisa dilakukan agar kesehatan mental tetap terjaga di masa pandemi:
- Lebih berhati-hati dalam menerima informasi terkait pandemi. Pemberitaan tidak valid, terutama yang negatif, akan menimbulkan rasa panik dan cemas dalam diri.
- Jaga imunitas tubuh dengan memastikan agar cukup istirahat, konsumsi makanan bernutrisi, dan olahraga teratur.
- Tetap terhubung dengan orang-orang terdekat melalui teknologi seperti telepon, video call, atau sekadar bertukar pesan. Melakukan physical distancing bukan berarti kita harus memutus hubungan sosial dengan lingkungan sekitar.
- Belajar kelola stres, bisa dengan meditasi, yoga, atau sekadar melakukan hal yang disuka.
- Membuat jadwal rutinitas saat work from home atau school from home. Jangan sampai berada di rumah saja membuat Anda lupa waktu sehingga merasa stres. Harus paham kapan waktunya istirahat dan waktunya bekerja. Begitu pula anak-anak, herus menentukan kapan mereka bermain dan kapan waktunya belajar.
- Jangan ragu untuk berkonsultasi pada ahli seperti Psikolog atau Psikiater. Terlebih, jika rasa cemas, kesepian, atau stres terjadi secara berkepanjangan.
Itulah berita mengenai Negara Jepang punya Menteri Kesepian sebagai upaya mengatasi masalah kesehatan mental yang meningkat semenjak pandemi. Selain menjaga kesehatan fisik, pastikan Parents juga memperhatikan kesehatan psikologis keluarga dengan baik, ya. Semoga bermanfaat!
***
Baca juga:
5 Gejala Gangguan Mental Pada Anak, Parents Wajib Tahu!
Suka Menimbun Barang Tidak Terpakai? Waspadai Gangguan Mental Hoarding Disorder
Kenali Gejala TBC Tulang Belakang, Penyakit Langka yang Sebabkan Kerusakan Saraf
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.