Mengetahui angka efikasi Vaksin COVID-19, dan efektivitasnya bisa membantu mengetahui seberapa jauh metode ini dapat mencegah kita dari paparan Virus Corona.
Vaksinasi adalah salah satu cara yang telah terbukti menyelamatkan banyak jiwa dari penyakit menular yang bisa berbahaya seperti cacar air, polio, campak, difteri, influenza, dan yang lainnya. Metode ini digunakan agar bisa tercapai suatu herd immunity atau kekebalan kelompok.
Artikel Terkait: Divaksinansi Justru Bikin Positif COVID-19? Ini Penjelasan Dokter!
Kekebalan kelompok berarti cukup banyak orang yang terlindungi dari penyakit untuk memperlambat atau menghentikan penyebaran kuman penyebab. Di sisi lain, individu yang belum pernah divaksin atau tidak dapat menerima vaksin juga mendapat perlindungan secara tidak langsung.
Konsep ini pula yang diterapkan untuk mengakhiri pandemi Covid-19. Hingga kini, sudah ada 4 macam vaksin Covid-19 yang siap dipakai di berbagai belahan dunia.
Dari laporan interim (sementara) hasil uji klinis fase ketiga, tiap vaksin menunjukkan angka efikasi yang berbeda:
- Vaksin CoronaVac (Sinovac) menunjukkan efikasi sebesar 50,4% di Brasil, 65,3% di Indonesia, 86% di Uni Emirat Arab, dan 91% di Turki
- Vaksin Oxford-AstraZeneca menunjukkan efikasi sebesar 70% di Inggris
- Vaksin Moderna menunjukkan efikasi sebesar 94% di Amerika Serikat
- Vaksin Pfizer-BioNTech menunjukkan efikasi sebesar 95% di Amerika Serikat
Sebagian dari Anda mungkin belum memahami apa arti dari angka-angka ini. Apakah angka efikasi vaksin COVID-19 yang tinggi serta merta menunjukkan vaksin itu efektif mencegah paparan Virus Corona?
Atau sebaliknya, angka efikasi yang rendah berarti vaksin itu tidak layak digunakan? Berikut penjelasan selengkapnya.
Apa yang Dimaksud Angka Efikasi Vaksin?
Artikel Terkait: 11 Syarat dan Kondisi Tubuh yang Perlu Diperhatikan Sebelum Vaksinasi COVID-19
Angka efikasi vaksin sebetulnya hanya memberitahu sejauh mana vaksin bermanfaat mencegah infeksi atau penyakit berat dalam kondisi yang ideal dan terkontrol. Yakni, dalam setting uji klinis. Subjek yang terlibat dalam uji klinis vaksin sesungguhnya sudah diseleksi dan menjalani pemantauan berkala terkait kondisi kesehatan dan laporan efek samping pasca vaksinasi.
Secara sederhana, angka efikasi didapat dari membandingkan sekelompok orang yang menerima vaksin dengan sekelompok orang yang menerima plasebo atau vaksin ‘kosong’. Untuk bisa memahami arti angka ini, mari kita lihat hasil uji klinis CoronaVac di Indonesia dan Turki.
Angka Efikasi Vaksin COVID-19 di Indonesia
Pada uji klinis CoronaVac di Bandung yang melibatkan 1.600 subjek, sebanyak 800 subjek menerima vaksin dan 800 subjek menerima plasebo. Dari kelompok yang divaksin ada 26 subjek yang terinfeksi (3,25%), sedangkan dari kelompok plasebo ada 75 subjek yang terinfeksi (9,375%).
Dari persentase ini, didapat efikasi vaksin adalah (9,375-3,25)/9,375 x 100% = 65,3%. Angka ini berarti ada penurunan 65,3 persen kasus penyakit pada kelompok yang divaksin dibandingkan dengan kelompok yang tidak divaksin.
Angka efikasi ini sangat dipengaruhi oleh karakteristik subjek uji klinis. Jika subjek adalah kelompok risiko tinggi seperti tenaga medis, maka kemungkinan infeksi akan lebih tinggi pada kelompok plasebo. Konsekuensinya, angka efikasi menjadi meningkat.
Contohnya, seperti uji klinis CoronaVac di Turki yang semua subjeknya adalah tenaga medis. Di negara ini, data dari 1.322 subjek dipakai untuk studi efikasi. Dari 752 subjek yang divaksin, hanya 3 yang terinfeksi (0,4%). Sedangkan dari 570 subjek yang diberi plasebo, ada 26 subjek yang terinfeksi (4,6%).
Maka, efikasi vaksin CoronaVac di Turki adalah (4,6-0,4)/4,6 x 100% = 91,3%. Artinya, ada penurunan 91,3 persen kasus penyakit pada kelompok yang divaksin dibandingkan dengan kelompok yang tidak divaksin.
Adalah wajar bila angka efikasi vaksin CoronaVac di Indonesia lebih kecil ketimbang di Turki. Sebab, subjeknya berasal dari populasi umum yang risiko terinfeksinya pun lebih kecil ketimbang tenaga medis.
Jika subyek ujinya berisiko rendah, disiplin dengan protokol kesehatan, tidak pernah keluar rumah sehingga tidak banyak paparan, maka perbandingan angka infeksi antara kelompok yang divaksin dengan kelompok plasebo bisa menjadi lebih kecil dan menghasilkan angka efikasi vaksin yang lebih rendah pula.
Di samping itu, jumlah subjek dan durasi pemantauan pasca vaksinasi juga berpengaruh. Jika waktu pemantauan diperpanjang menjadi satu tahun, angka efikasinya kemungkinan besar akan berbeda.
Efikasi Tidak Sama dengan Efektivitas Vaksin
Meski demikian, kondisi ideal dalam suatu uji klinis seringkali berbeda dengan kondisi sebenarnya. Angka efektivitas suatu vaksin, yang menggambarkan seberapa besar manfaat vaksin di dunia nyata, bisa jadi berbeda dengan angka efikasinya.
Vaksin dengan angka efikasi yang tinggi, seperti vaksin COVID-19 buatan Moderna (94,1%) atau vaksin buatan Pfizer-BioNTech (95%), belum tentu efektivitasnya setinggi itu juga ketika diberikan pada masyarakat luas. Sebaliknya, vaksin CoronaVac produksi Sinovac Biotech Ltd. bersama PT. Bio Farma yang efikasinya ‘hanya’ 65,3%, masih mungkin efektivitasnya lebih besar dari itu ketika diberikan pada masyarakat umum.
Ini karena ada banyak faktor yang memengaruhi efektivitas vaksin seperti obat-obatan yang dikonsumsi, riwayat penyakit kronis, usia, dan bagaimana vaksin sehari-hari di simpan dan disuntikkan.
Untuk saat ini, masih terlalu dini untuk menilai apakah vaksin Covid-19 yang sudah ada betul efektif untuk mencegah infeksi. Data terkait efektivitas mungkin baru akan ada beberapa tahun setelah vaksin ini mulai digunakan. Yang pasti, angka efikasi vaksin itu bukan harga mati.
Angka ini tidak selalu selaras dengan angka efektivitas vaksin dalam mencegah penyakit. Lagipula, vaksin tak selalu harus memiliki nilai efektivitas yang tinggi agar dianggap bermanfaat. Seperti vaksin influenza, meski efektivitasnya hanya 40-60%, vaksin ini mampu menyelamatkan ribuan nyawa setiap tahunnya.
Baca juga :
6 Hal yang Perlu Parents Ketahui Soal Vaksin COVID-19 pada Ibu Menyusui
Efek Samping Vaksin COVID-19 yang Wajib Parents Ketahui
Penerima Vaksin COVID-19 Tak Dianjurkan Langsung Pulang, Ini Alasannya
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.