Tim uji klinis vaksin Corona Sinovac di Bandung mengungkap bahwa relawannya terinfeksi Virus Corona dengan gejala ringan pada Rabu (20/1). Kejadian tersebut pun akhirnya memunculkan pertanyaan, apakah benar suntik vaksin bisa menyebabkan positif COVID-19?
Relawan Terpapar Virus dari Lingkungan
Mengutip BBC Indonesia, dari 25 orang relawan uji klinis vaksin Sinovac yang terkonfirmasi COVID-19, sebanyak 18 orang di antaranya adalah yang disuntik netral atau plasebo. Sementara, 7 orang lainnya yang mendapatkan vaksin Sinovac.
Meski begitu, Kusnandi Rusmil, Ketua Tim Riset Uji Klinis Vaksin COVID-19 dari Fakultas Kedokteran Unpad, mengatakan bahwa relawan terjangkit virus bukan karena disuntik vaksin. Mereka terpapar Virus Corona di lingkungan tempat tinggal.
Menurut juru bicara Vaksinasi COVID-19, Siti Nadia Tarmizi, kejadian tersebut pun bisa menjadi bukti, bahwa efikasi vaksin Sinovac hanya 65,3%. Ia memaparkan, vaksin tidak benar-benar bisa melindungi sepenuhnya sehingga seseorang yang sudah divaksin masih tetap menerapkan protokol kesehatan ketat.
“Sudah terjadi pengurangan risiko penyakit COVID-19 sebanyak 65%. Namun, ini juga membuktikan bahwa orang yang divaksin masih tetap bisa terpapar virus,” ungkap Siti Nadia seperti yang dikutip dari laman BBC.
Penjelasan Dokter Tentang Vaksin Menyebabkan Positif COVID-19
Sementara itu, Dokter Spesialis Penyakit Dalam RA Adaninggar SpPD juga menjelaskan mengenai vaksinasi yang dikhawatirkan menyebabkan positif COVID-19 tersebut. Melalui Instagram TV @ningzsppd, ia memaparkan bahwa tujuan vaksin disuntikkan adalah untuk membentuk antibodi. Vaksin sendiri juga memang mengandung virus, tetapi sudah mati sehingga tidak akan menimbulkan penyakit.
Adaninggar pun menjelaskan, “Mungkin banyak masyarakat awam yang belum paham mengenai konsep vaksin. Jadi, vaksin yang digunakan, dalam hal ini adalah Sinovac, isinya adalah virus yang mati. Virus yang mati ini lalu disuntikkan ke tubuh manusia dengan tujuan untuk menstimulasi pembentukan antibodi.
Apa itu Antibodi? Antibodi adalah senjata khusus yang bisa dibentuk oleh manusia secara spesifik terhadap kuman atau mikroorganisme yang masuk. Jadi, antibodi ini tidak akan muncul sendiri kalau seseorang belum pernah dimasuki mikroorganisme yang khusus,” ungkapnya.
Maka dari itu, Adaninggar melanjutkan, seseorang tidak mungkin membentuk antibodi terhadap COVID-19 jika belum pernah terpapar secara alami atau belum divaksin. Pasalnya, mikroorganisme dibutuhkan untuk menstimulasi pembentukan antibodi pada tubuh.
“Perlu diketahui, vaksin itu isinya sama-sama virus, tetapi isinya itu sudah mati sehingga dia tidak akan menimbulkan penyakit pada orang yang divaksin. Namun, fungsinya hanya untuk menstimulasi agar antibodi terbentuk. Harapannya, antibodi ini akan menjadi tameng atau bentuk perlawan jika suatu saat virus aktif masuk ke tubuh,” tutur dokter yang menjadi bagian tim medis dari komunitas Pandemic Talks tersebut.
Orang yang Sudah Divaksin Tetap Bisa Terpapar Virus
Meski tubuh sudah memiliki antibodi dari vaksin, tetapi hal tersebut tidak menjamin seseorang bebas dari Virus Corona. Pasalnya, orang yang sudah divaksin pun tetap berisiko terinfeksi. Namun, yang perlu digarisbawahi, ia terinfeksi bukan karena sudah divaksinasi. Paparan virus yang bisa menimbulkan penyakit kembali biasanya berasal dari lingkungan luar, bukan karena virus mati yang disuntikkan melalui vaksin.
Hal ini pun kembali dijelaskan Adaninggar. “Jadi, bukan berarti kita disuntik, lalu kita jadi sakit COVID-19. Namun, kalau kita sudah divaksinasi, lalu suatu saat terinfeksi, ini bukan dikarenakan vaksinnya. Mungkin karena seseorang itu lengah, pengarung lingkungan, atau tidak menerapkan protokol kesehatan.”
Jadi, setelah vaksin itu bukan berarti kita seratus persen nggak akan terinfeksi atau jadi kebal COVID-19. Karena di sini, peran vaksin hanya mengurangi gejala dan membentuk antibodi. Bukan berarti vaksinasi bisa menghalangi virus masuk,” paparnya.
Sementara itu, vaksin juga memang menimbulkan efek samping seperti sakit di bekas suntikan atau tidak enak badan. Hal tersebut wajar, karena dengan disuntikkan vaksin, maka ada reaksi imunitas dari tubuh. Efek samping tersebut pun biasanya terjadi sementara dan akan hilang dengan sendirinya.
“Vaksin tidak menyebabkan penyakit. Maka, tidak usah ragu divaksinasi karena vaksin ini sudah efektif dan aman. Tapi sekali lagi, vaksinasi tidak semata-mata bisa mencegah penularan. Vaksin hanya mengurangi gejala. Sehingga seseorang yang telah divaksin juga tetap harus menerapkan protokol kesehatan,” pungkas Adaninggar.
Nah, Parents, dari penjelasan tersebut kita bisa tahu bahwa vaksin pada dasarnya tidak menyebabkan seseorang menjadi positif COVID-19. Namun, perlu dipahami juga bahwa orang yang sudah divaksinasi tidaklah seratus persen kebal terhadap penularan virus. Sehingga, protokol kesehatan seperti disiplin menggunakan masker, jaga jarak, serta menerapkan pola hidup sehat tetap harus dilakukan, ya!
***
Baca juga:
6 Hal yang Perlu Parents Ketahui Soal Vaksin COVID-19 pada Ibu Menyusui
25 Kriteria Penerima Vaksin COVID-19, Kondisi Anda Layak Mendapatkannya?
Efek Samping Vaksin COVID-19 yang Wajib Parents Ketahui
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.