Atresia duodenum adalah kondisi kelainan bawaan yang dialami bayi sejak lahir. Dokter sudah bisa mendeteksi kelainan ini sejak sebelum bayi lahir, tetapi pengobatannya baru bisa dilakukan setelah bayi lahir.
Seperti apa gejala dan cara mengobatinya? Lalu, apakah masalah ini bisa dicegah jauh hari sebelum ibu hamil? Simak penjelasannya dalam artikel ini, ya, Bunda.
Daftar isi
Apa Itu Atresia Duodenum?
Duodenal atresia atau atresia duodenum merupakan kondisi kelainan bawaan yang dialami beberapa bayi sejak lahir. Di mana bagian pertama pada usus halus atau usus kecil atau usus 12 jari (duodenum) bayi tidak berkembang dengan baik dan mengalami penutupan. Penutupan ini otomatis menyebabkan susu atau cairan pencernaan yang sudah memasuki lambung secara mekanis tersumbat dan tidak dapat memasuki duodenum.
Ada juga kasus yang disebut stenosis duodenum. Sama seperti atresia duodenum, stenosis duodenum juga merupakan masalah kelainan yang terjadi pada usus kecil bayi. Bedanya, bayi dengan stenosis duodenum memiliki duodenum yang sangat sempit.
Kedua kasus ini terbilang sangat jarang terjadi. Di seluruh dunia, hanya 1 dari 7.500 hingga 1 dari 40.000 bayi yang lahir dengan kedua kondisi tersebut. Penderitanya juga setara dialami anak laki-laki dan anak perempuan.
Artikel terkait: Bisa Bahayakan Nyawa, Ketahui Gejala dan Penyebab Penyakit Usus Buntu
Penyebab Atresia Duodenum
Mengutip laman Cleveland Clinic, atresia duodenum lebih sering terjadi pada bayi dengan kondisi genetik tertentu, karena faktor pajanan lingkungan.
Sementara Medline Plus menyebutkan, penyebab dari atresia duodenum tidak diketahui. Diperkirakan, ini hasil dari adanya masalah selama perkembangan embrio di mana duodenum tidak berubah dari struktur padat menjadi seperti tabung, seperti yang terjadi pada anak normal.
Umumnya pada usia kehamilan 5-6 minggu perkembangan duodenum janin di rahim masih berupa tali pusat yang padat. Di waktu itu terjadi proses yang disebut apoptosis (kematian sel terprogram) di tengah tali pusat yang mengarah pada pembentukan rongga normal (lumen) duodenum. Namun pada bayi dengan atresia duodenum, apoptosis itu gagal dan menyebabkan atresia duodenum.
Penyelesaian sebagian proses juga bisa menyebabkan stenosis duodenum atau jenis penyumbatan lainnya. Atau bayi kemungkinan juga bisa mengalami obstruksi duodenum akibat lilitan di usus atau tekanan dari sesuatu di luar duodenum yang mendorong ke dalam dan meruntuhkan duodenum.
Siapa yang Berisiko Mengalami Atresia Duodenum?
Hampir 1 dari 3 diagnosis atresia duodenum terjadi pada bayi yang juga mengalami down syndrome. Sekitar 1 dari 6 bayi dengan atresia atau stenosis duodenum yang tidak memiliki down syndrome juga memiliki penyakit jantung –jumlah ini meningkat menjadi 1 dari 2 atau 3 bayi ketika ditemukan memiliki down syndrome.
Anomali tambahan, termasuk masalah dengan tulang yang membentuk tulang belakang, kerongkongan dan saluran napas, ginjal, lengan atau kaki, bagian lain dari usus, dan anus dapat terjadi pada 15% atau kurang dari pasien dengan atresia atau stenosis duodenum.
Gejala Atresia Duodenum
Cleveland Clinic menjelaskan, dalam beberapa jam pertama setelah lahir, sebagian besar bayi dengan masalah kelainan usus ini akan mengalami muntah. Muntahan bisa berwarna kuning, hijau atau cokelat muda. Ada juga bayi dengan kondisi ini yang mengalami muntah setelah menyusu pertama kali.
Muntah harus harus segera diobati agar tidak semakin memburuk. Dalam kasus ini, tenaga medis harus mampu membedakan apakah muntah disebabkan oleh atresia duodenum dari malrotasi.
Selain muntah, bayi juga mungkin mengalami:
- Berat badan lahir rendah
- Lahir prematur
- Pembengkakan pada perut bagian atas (perut)
Pasien dengan penyumbatan parsial duodenum mungkin masih mengalami muntah selama masa bayinya, jika penyumbatannya cukup parah. Bila tidak terlalu parah, penyumbatan parsial bisa saja muncul kemudian di masa kanak-kanak.
Gejala yang muncul terlambat lebih bervariasi dan meliputi:
- Regurgitasi
- Gangguan pencernaan
- Rasa sakit
- Malabsorbsi
- Massa perut
Artikel terkait: Rentan Menyerang Bayi, Ketahui Gejala Usus Terlipat Intususepsi
Diagnosis
Dokter kandungan dapat mendeteksi atresia duodenum sebelum atau setelah kelahiran bayi.
Sebelum Bayi Lahir
Sebelum lahir, dokter dapat mendeteksi potensi atresia duodenum menggunakan cara berikut ini:
- Fetal ultrasound atau ultrasonografi (USG) janin: Tes ini dapat memeriksa saluran pencernaan bayi. Kehadiran dua “gelembung” yang mewakili lambung dan duodenum atau hanya gelembung perut yang besar akan meningkatkan kekhawatiran akan atresia atau stenosis duodenum. Ultrasonografi juga dapat menunjukkan tingkat cairan ketuban yang tinggi (polihidramnion). Biasanya, bayi menelan dan menyerap beberapa cairan ketuban di dalam rahim. Namun, bayi dengan atresia atau stenosis duodenum mungkin tidak menelan dan menyerap cairan ketuban dalam jumlah normal. Hal ini dapat mengakibatkan kelebihan cairan ketuban di sekitar bayi.
- Fetal magnetic resonance imaging (MRI) atau pencitraan resonansi magnetik janin: Tes pencitraan ini mungkin menunjukkan beberapa temuan serupa dengan USG, tetapi dapat membantu dalam menentukan tingkat atresia –jika tidak jelas pada USG.
Jika atresia duodenum dicurigai atau didiagnosis sebelum lahir, minta dokter kandungan Anda untuk mencari tahu mengenai kemungkinan cacat kromosom pada bayi, seperti Sindrom Down. Hal ini bisa diketahui dengan melakukan amniosentesis, yaitu tes untuk memeriksa kondisi genetik atau kromosom (seperti Sindrom Down) di mana prosedurnya melibatkan analisis sampel kecil cairan ketuban Anda.
Meski dokter Anda sudah mencurigai adanya atresia duodenum sebelum kelahiran, ia tidak dapat memverifikasi diagnosis sampai bayi Anda lahir.
Setelah Bayi Lahir
Setelah bayi Anda lahir, dokter dapat melakukan:
- Abdominal X-Ray (rontgen perut): Tes ini mencari udara atau cairan di perut dan bagian pertama dari usus. Dengan alat ini dokter akan dapat melihat adanya perut bayi yang membesar (melebar) hingga duodenum tanpa udara pada kedalaman usus yang lebih jauh lagi –disebut dengan ‘double bubble’ (gelembung ganda).
- Barium swallow test: Tes ini menggunakan jumlah barium (cairan putih yang muncul pada sinar-X) yang aman dan fluoroskopi (menggunakan sinar-X waktu nyata untuk membuat film). Penyedia layanan akan menggunakan tes ini untuk memeriksa saluran gastrointestinal (GI) bagian atas. Bayi biasanya menerima barium melalui selang nasogastrik (tabung yang mengalir melalui hidung ke saluran pencernaan bagian atas). Tes ini paling berguna untuk menentukan obstruksi duodenum parsial atau stenosis dan untuk mencari penyebab lain dari gejala tanpa adanya diagnosis yang jelas dari atresia duodenum.
Perawatan atau Pengobatan Atresia Duodenum
Operasi
Kelainan usus kecil ini bisa diatasi dengan cara operasi, tetapi tidak darurat. Sebagian besar bayi yang lahir dengan atresia duodenum mungkin akan menjalani operasi dalam dua hingga tiga hari setelah mereka lahir. Namun, ada juga beberapa bayi yang mungkin memerlukan tindakan lainnya sebelum mengatasi masalah atresia duodenum mereka.
Jadi sebelum memutuskan melakukan apa pun, ada baiknya dokter melakukan banyak waktu untuk evaluasi kondisi bayi guna mengoptimalkan tindakan pada bayi.
Bila penyumbatan yang terjadi sangat parah, biasanya bayi belum bisa disusui. Salah satu cara untuk memberikan bayi makan adalah dengan nutrisi parenteral (memberikan makanan melalui infus atau langsung ke perut). Dokter juga akan melengkapi mereka dengan tabung yang ditempatkan ke dalam perut mereka melalui hidung atau mulut untuk mengeluarkan udara dan cairan yang menumpuk dari obstruksi.
Nama dari tindakan operasi atresia duodenum disebut dengan duodenoduodenostomy (duodenoduodenostomi). Prosedurnya dilakukan dengan menghubungkan bagian duodenum sebelum dan sesudah obstruksi, secara efektif melewati obstruksi.
Beberapa usus yang tersumbat parah mungkin perlu diangkat melalui pembedahan. Sangat jarang dalam kasus obstruksi duodenum parsial dilakukan secara endoskopi dengan pelebaran. Bila obstruksi disebabkan oleh kompresi dari sesuatu di luar duodenum, perbaikan bedah akan tergantung pada masalah yang diidentifikasi oleh ahli bedah nantinya.
Proses Perawatan dan Pemulihan
Setelah operasi, bayi akan dirawat dan dipantau pemulihannya di unit perawatan intensif neonatal (NICU). Mungkin butuh seminggu atau lebih hingga ususnya siap untuk dimasuki makanan.
Selama waktu itu, tabung akan disimpan di tempatnya untuk mendekompresi perut dari udara dan cairan apa pun. Beberapa bayi juga membutuhkan ventilasi mekanis selama beberapa hari untuk membantu mereka bernapas.
Setelah itu, bayi masih akan tinggal di rumah sakit selama dua hingga tiga minggu berikutnya. Bunda baru dapat membawanya ke rumah setelah bayi benar-benar bisa disusui melalui mulut dan berat badannya bertambah.
Lama tinggal di rumah sakit juga bervariasi tergantung pada apakah kondisi lain telah didiagnosis terkait dengan kelainan usus ini atau tidak.
Artikel terkait: Bayi Hipotonia: Pengertian, Penyebab, Gejala dan Pengobatannya
Pencegahan Atresia Duodenum, Bisakah Dilakukan?
Tidak, seperti yang sudah dijelaskan di atas. Hingga kini tidak ada cara yang diketahui untuk mencegah kelainan usus ini.
Dokter juga tidak dapat mengobati atresia duodenum sampai setelah bayi lahir. Jika atresia duodenum sudah terdeteksi sebelum bayi lahir, dokter hanya dapat mengambil langkah ekstra untuk menurunkan risiko komplikasi kelahiran. Misalnya dengan:
- Menghindari peningkatan cairan ketuban, karena terlalu banyak penumpukan cairan ketuban dapat meningkatkan risiko persalinan prematur. Jika perlu, dokter dapat menggunakan amnioreduksi, yaitu prosedur untuk menghilangkan beberapa kelebihan cairan ketuban.
- Konseling prenatal. Dokter juga akan dapat menawarkan konseling prenatal dan menyarankan pusat persalinan yang memiliki fasilitas dalam merawat bayi Anda. Hal ini dapat menurunkan usia saat diagnosis dan pembedahan, mengurangi waktu sampai bayi dapat menoleransi makanan lengkap melalui mulut, mengurangi lama rawat inap di rumah sakit dan menghindari masalah umum dengan manajemen cairan dan elektrolit.
Jangan lupa juga untuk menanyakan pihak rumah sakit apakah biaya perawatan bayi Anda ditanggung BPJS atau asuransi kesehatan yang Anda gunakan.
Demikian Parents penjelasan terkait kondisi atresia duodenum. Semoga bisa bermanfaat untuk Anda.
Duodenal Atresia
my.clevelandclinic.org/health/diseases/21566-duodenal-atresia
Duodenal atresia
medlineplus.gov/ency/article/001131.htm
Baca juga:
Pentingnya Kesehatan Pencernaan untuk Perkembangan Otak dan Perilaku Anak
Hirschsprung, Penyakit Langka yang Menyerang Pencernaan Bayi