Kehilangan salah satu anggota keluarga akibat kecelakaan yang bersifat mendadak memang berat, ditambah harus melanjutkan hidup sebagai pencari nafkah utama. Tak banyak orang yang berhasil menjalankan tugas sebagai orangtua tunggal, termasuk dalam kasus anak korban kecelakaan pesawat yang gugat ibu kandung sebesar Rp12 miliar.
Masih ingat dengan kecelakaan pesawat Mandala Air RI-091 di tahun 2005 silam? Kecelakaan tersebut terjadi di Medan, karena pesawat lepas landas secara tidak sempurna dari Bandara Polonia Medan dan menabrak tiang listrik kemudian jatuh menimpa rumah warga.
Pesawat Boeing 737-200 tersebut mengangkut 112 orang penumpang dan 5 orang awak kabin. Setelah jatuh, pesawat itu meledak beberapa kali dan terbakar. Jumlah korban jiwa dari kejadian tersebut adalah 100 orang di pesawat dan 49 orang di darat.
Anak Korban Kecelakaan Pesawat Mandala Air Gugat Ibu Kandung 12 Miliar Rupiah
Lando Fortericho Sinurat (23) dan Lidya Sri Thalita Br Sinurat (21) merupakan kakak beradik anak dari Fery Donald Sinurat yang meninggal pada kecelakaan pesawat Mandala Air tahun 2005. Keduanya diketahui melayangkan gugatan kepada ibu kandungnya, Ria Desi Br Sinurat, ke Pengadilan Negeri Medan.
Tak tanggung-tanggung, keduanya menuntut jumlah uang hingga Rp12 miliar. Lando dan Lidya menguggat lantaran sang ibu kandung dianggap menelantarkan keduanya.
Setelah kehilangan sang ayah di tahun 2005, Lando dan Lidya diasuh oleh Ria seorang diri. Pada tahun 2006 Ria menjadi honorer pengganti sang ayah di kantor Kementerian Kominfo, dan di tahun 2014 Ria diangkat menjadi seorang PNS.
“Awalnya kehidupan mereka akur tidak ada masalah. Mereka rukun dan damai,” ungkap kuasa hukum Lando dan Lidya, Bukit Sitompul.
Akan tetapi, kehidupan keluarga mereka mulai bermasalah pada saat sang anak sulung, Lando, duduk di bangku kelas 3 SMA. Ria diketahui menjalin hubungan dengan seorang lelaki. Namun, hubungan keduanya ditentang oleh Lando dan Lidya.
Meski diprotes, laki-laki tersebut tetap bertandang ke rumah mereka dan bahkan sempat digrebek karena bertamu pada dini hari. Belakangan diketahui laki-laki tersebut sudah berkeluarga. Lantaran terlanjur malu, Ria kabur meninggalkan rumah dan anak-anaknya.
Merasa Ditelantarkan oleh Sang Ibu
Setelah sang ibu pergi, Lando dan Lidya tinggal bersama nenek mereka yang rumahnya tak jauh. Sementara rumah mereka disewakan oleh Ria kepada orang lain.
“Sejak penggerebekan, tergugat (Ria) kurang lebih selama 5 tahun telah mengabaikan tanggung jawab dan kewajibannya sebagai orangtua, baik sebagai ibu yang melahirkan, maupun menggantikan posisi ayah penggugat yang telah meninggal dunia,” kata Bukit, seperti dikutip dari Viva.
Ria sendiri membantah tuduhan dirinya telah menelantarkan anak, karena ia merasa memberi uang sebesar Rp2 juta per bulan dari tahun 2018 hingga 2020. Namun menurut Bukit, meski sudah memberikan uang, Lando dan Lidya hidup tanpa kasih sayang ibunya.
“Kalau hanya 2 juta rupiah per bulan dikirimnya untuk memenuhi penggugat dan adiknya itu tidaklah cukup, karena masih banyak kebutuhan yang harusnya dipenuhi ibunya, karena saat itu penggugat sedang masa kuliah,” lanjutnya.
Angka 12 miliar dalam gugatan Lando dan Lidya adalah angka untuk kerugian materiel dan imateriel. Mereka berharap mendapat keadilan dan membuka hati ibunya untuk bertanggung jawab terhadap anaknya.
Sebenarnya Seperti Apa Penelantaran terhadap Anak?
Melansir dari Hukum Online, penelantaran anak diatur dalah Penjelasan Pasal 13 ayat (1) huruf C UU Perlindungan Anak. Yang disebut sebagai penelantaran adalah tindakan atau perbuatan mengabaikan dengan sengaja kewajiban untuk memelihara, merawat, atau mengurus anak sebagaimana mestinya.
Sedangkan bila mengutip dari Health Day, kegagalan untuk memenuhi kebutuhan dasar anak seperti berikut ini dapat dikategorikan sebagai penelantaran anak.
- Kebutuhan fisik
- Nutrisi yang memadai
- Meninggalkan anak tanpa pengawasan
- Mengabaikan pendidikan
- Pengabaian psikologis atau emosional
Dalam kasus Lando dan Lidya, sang ibu diketahui meninggalkan mereka berdua dan sempat tidak memberikan kebutuhan finansial selama beberapa tahun sebelum akhirnya memberi 2 juta rupiah per bulan di tahun 2018. Tindakan yang dilakukan oleh Ria tersebut dapat dikategorikan sebagai tindakan penelantaran anak.
Menurut penelitian yang dilakukan di Universitas Albany, 30,6% dari anak terlantar akan mengalami gangguan stres pascatrauma yang dapat berlangsung seumur hidupnya. Studi dari Rumah Sakit Jiwa Negara Bagian New York juga membuktikan bahwa korban penelataran anak empat kali lebih mungkin memiliki gangguan kepribadian selama masa dewasa awal.
Gangguan kepribadian yang berisiko muncul tersebut meliputi gejala depresi, paranoia, agresi pasif, ketergantungan obat terlarang, hingga gangguan antisosial. Namun, orang yang mengalami penelantaran di masa kanak-kanak bisa saja pulih sepenuhnya jika diintervensi sejak dini oleh professional.
Trauma masa lalu kemungkinan akan sulit untuk disembuhkan jika tak melalui penanganan yang tepat oleh ahlinya. Semoga kasus seperti anak korban kecelakaan pesawat gugat ibu kandung karena merasa ditelantarkan ini tak lagi terulang di masa depan, ya, Parents.
Baca Juga:
9 Cara Sembuhkan Trauma Masa Kecil pada Orang Dewasa
Riset: trauma masa kecil mempengaruhi kesehatan saat dewasa!
Bukan Berteriak! Ini Cara Marah yang Sehat pada Anak Tanpa Menimbulkan Trauma
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.