Apakah selama ini kita membantu anak dengan cara yang salah?
Sejak si Kecil lahir, pernahkah Parents merasa bahwa hidup seolah hanya terisi dengan membantu anak dari waktu ke waktu?
Meski kadang tidak ingin kita akui, hal itu bisa jadi sangat melelahkan dan membuat kita ingin berhenti sejenak dari kesibukan yang kita hadapi sehari-hari.
Namun, apakah Parents pernah sadar, bahwa rasa lelah itu kadang kita buat sendiri. Rasa sayang kita kadang tanpa sadar menimbulkan sikap pengasuhan, yang tidak kita sadari, justru malah menjadi bumerang untuk kita juga si Kecil kelak.
Tanda Anda telah salah membantu anak
Ketika suatu hari, si Kecil kita dapati sedang membongkar mainan yang awalnya sangat ia inginkan; meski tidak mahal, biasanya kita akan menegur si Kecil agar memainkan dan menjaga mainan dengan baik.
Tapi apa jawab si Kecil?
“Bukankah itu hanya Rp.2000,00, Bu? Besok kita bisa beli lagi, ‘kan?”
Bagaimana perasaan Parents bila mendengar hal sedemikian? Anak-anak, umumnya menginginkan barang-barang yang mereka bisa dapatkan tanpa susah payah. Terlebih bila kita, orang tuanya memberikan benda-benda tersebut tanpa syarat apa pun.
Sayangnya, sikap kita yang mudah mengabulkan permintaan ini akhirnya juga melahirkan generasi yang sering kita keluhkan sebagai “generasi instan”; maunya yang serba cepat, enak dan tidak mau usaha. Generasi muda yang punya segala sesuatu yang mereka inginkan, tapi dengan sedikit atau tanpa kerja.
Tanpa kita sadari, ternyata kita telah membangun norma budaya yang salah dan bermasalah. Apa sajakah kesalahan kita yang membuat kita terjebak membantu anak setiap saat?
Berlebihan membantu anak bisa jadi malah membantunya tak mandiri
8 Sikap Orang tua yang tidak membantu anak mandiri
1. Memiliki rasa bersalah terhadap anak
Kita seringkali merasa bersalah bila tak mampu memberi semua keinginan si kecil. Jujur, memang ini tidak mudah. “Dia anakku. Aku bertahan dan hidup untuknya. Jadi, kenapa aku tidak bisa memenuhi keinginannya?”
Hal semacam itulah yang kemudian sering menimbulkan rasa bersalah di hati kita, para orang tua. Padahal dengan memelihara perasaan bersalah saat tak memenuhi keinginannya (bukan kebutuhan) tanpa sadar kita justru membuat peraturan di rumah yang berawal dari rasa bersalah.
Si Kecil boleh jajan sesuka hati selama kita tinggal kerja, agar ia tetap merasa senang selama kita tinggal. Di malam hari, ketika kita pulang, oleh-oleh kue coklat kesukaan tak pernah lupa kita bawakan. Meski kita tahu, terlalu banyak mengkonsumsi gula di malam hari, tidaklah baik untuk kesehatan giginya.
Jadi, bukanlah masalah besar bila sesekali kita tidak memenuhi keinginannya. Atau bisa juga kita membantu anak dengan cara lain, agar ia bisa paham bahwa segala sesuatu membutuhkan proses. Dan bahwa segala sesuatu juga ada sebab dan akibatnya.
Misal mengajaknya menabung saat ia ingin mainan baru; atau kita meminta anak bertanggung jawab untuk kesalahan yang dia lakukan dan meminta konsekuensi dari tindakannya tersebut.
Artikel terkait: Mengenalkan Uang kepada Anak
2. Menjadi boros karena menuruti keinginan anak
“Habis, kalo ngga dituruti ntar dia ngamuk di jalan deh.”
“Tiap ke Mall pasti jajannya lebih dari belanja bulanan.”
Apakah Parents sering mengeluh demikian?
Padahal tidak ada salahnya jika sesekali kita mengatakan, bahwa kita tak punya cukup uang untuk memenuhi keinginannya. Atau mungkin meminta anak untuk menunggu hingga uang dalam celengannya cukup untuk membeli benda yang diinginkan.
Alasannya; karena memang seperti itulah dunia nyata; kita tak akan pernah punya cukup uang untuk membeli semua yang kita inginkan di dunia ini.
Baca juga: Aneka Cara Berkata Tidak kepada Anak
3. Belanja hadiah ulang tahun teman = dapat mainan baru
Ketika berbelanja hadiah ulang tahun untuk temannya; tak lupa kita pun membelikan si Kecil mainan atau benda lainnya.
Alasannya, karena kita kawatir ia akan merasa kecewa atau kehilangan saat menyerahkan hadiah ulang tahun temannya. Padahal memang seharusnya ia tidak mendapat apa pun; toh, yang berulang tahun bukan dirinya.
Cara memanjakan anak seperti ini sama saja memberikan kebahagiaan yang semu. Sesekali, tidak menjadikan ia pusat perhatian tidak masalah, bukan?
4. Membuat seluruh dunia kita hanya tentang si Kecil
Wajar bila orang tua menjadikan anak sebagai kehidupannya. Namun, bila kemudian hidup kita hanya seputar anak, akhirnya akan ada saat kita kelelahan dan jenuh juga. Masih ada banyak hal di luar kehidupan si Kecil yang harus kita kerjakan.
Kita juga perlu bertumbuh, agar menjadi contoh bagi putra-putri kita bagaimana menghadapi hidup. Dan yang lebih penting, menjadikan anak “pusat dunia” malah akan menjebak anak pada sifat egois, hingga akhirnya merugikan kehidupannya kelak.
5. Berkeinginan untuk menjadikan anak kita selalu bahagia
Tentu semua orangtua ingin anaknya bahagia. Namun, hidup tidak selalu dibangun dari tawa yang satu ke tawa yang lain. Sesekali adakalanya kita harus menangis. Jadi, jangan merasa bersalah bila kita tidak menuruti keinginannya dan tetap pada keputusan kita.
Cara ini justru membantu anak memiliki pengalaman yang lebih sehat. Bukankah tak selamanya dunia juga memenuhi keinginannya nanti?
6. Berusaha selalu memberi hadiah untuk semua hal baik yang si Kecil lakukan
Menghargai apa yang si Kecil lakukan memang bisa memotivasi anak. Namun, menghargai tak selalu harus dengan memberinya hadiah. Ucapan yang tulus, dan pelukan hangat sudah cukup membantu anak untuk tahu bahwa kita sangat menghargai apa yang sudah ia lakukan.
Anak-anak tidak perlu penghargaan untuk setiap hal kecil yang ia lakukan. Sesekali membiarkan mereka kalah pun tak masalah. Anak-anak akan belajar dari kekalahan sebanyak mereka belajar untuk menjadi sukses.
7. Menyelesaikan semua pertengkaran dan persoalan mereka
Jujur saja, sebagai orang tua, pasti kita tidak tahan melihat si Kecil bertengkar. Sayangnya, cara ini justru membuat “kenyamanan” palsu untuk anak-anak.
Bagaimanapun kita tak akan selalu ada untuk membantu si Kecil menyelesaikan pertengkarannya. Bila kita terlalu sering campur tangan menyelesaikan persoalan mereka, bagaimana anak-anak kita akan belajar menyelesaikan masalah mereka sendiri?
Tak hanya masalah bertengkar, misal si Kecil ngambek karena teman-temannya pulang dan kita menenangkan ia dengan meminta teman-temannya untuk tinggal, bukanlah hal tepat untuk dikerjakan.
Anak justru akan belajar bahwa dengan mengandalkan orangtuanya, semua masalah akan selesai.
8. Memberikan aneka barang yang tidak diperlukan si Kecil
Pernahkah Parents merasa lelah dengan semua benda-benda si Kecil yang berserakan di mana-mana? Bisa jadi itu merupakan salah satu tanda bahwa kita telalu memanjakan anak-anak dengan benda-benda tak berguna.
Termasuk dalam hal ini adalah memberikan anak benda-benda yang belum saatnya ia miliki; seperti gadget, perhiasan mahal dan lain sebagainya.
Nah, Parents, mari kita lebih sehat dalam mendidik anak. Agar kelak mereka menjadi generasi yang tangguh. Perasaan “tidak tega” tentu dimiliki oleh semua orangtua; namun melepaskannya untuk mengalami pelbagai pengalaman justru akan membantu anak kita menjadi lebih baik.
Baca juga artikel menarik lainnya:
Model Pengasuhan Santai
Mendidik Anak agar Mandiri
Outsourcing Parenting: Apakah Anda Salah Satu Pelakunya?
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.