Pasti Parents pernah mendengar kondisi di mana anak memiliki imaginary friend atau teman imajiner, bukan? Akan tetapi, sebagian besar orangtua justru menganggap teman imajiner anak hanyalah mitos belaka, padahal belum tentu semua itu hanya mitos, lho.
Fakta ilmiah seputar teman imajiner anak seringkali terkubur seiring banyaknya mitos yang beredar tentang hal tersebut. Berikut kami hadirkan 7 fakta di balik mitos seputar teman imajiner anak.
Pengertian Imaginary Friend
Imaginary friend atau teman imajiner adalah sosok yang dapat digambarkan anak-anak dengan berbagai rupa. Si kecil bisa menggambarkan teman imajinernya berupa anak-anak lain, makhluk berbentuk aneh, binatang, mainan yang menjadi hidup, atau jenis teman khayalan lainnya.
Teman khayalan ini muncul biasanya untuk menjadi teman bermain dan bercerita si kecil. Tak heran kalau Bunda akan sering melihat si kecil berbicara atau mengobrol sendiri. Hal inilah yang sering membuat orangtua khawatir dan berpikir kalau si kecil bermain dengan makhluk halus atau makhluk tak kasat mata. Sebenarnya, belum tentu juga ia bisa melihat makhluk halus, bisa jadi si kecil memang sedang bermain dengan teman khayalannya.
Ketika anak-anak mencapai usia dua – tiga tahun, imajinasi mereka mulai berkembang, dan mereka dapat bermain pura-pura. Banyak anak tahu bahwa teman-teman ini sebenarnya tidak ada, tetapi mereka mengalami perasaan nyaman yang nyata berkat persahabatan tersebut.
Studi menunjukkan bahwa sekitar 65% anak-anak memiliki teman khayalan di beberapa waktu sebelum mereka berusia tujuh tahun. Balita dan anak kecil terbuka dan bisa menunjukkan bahwa mereka memiliki teman imajiner yang dibuat-buat, tetapi penelitian yang sama menunjukkan bahwa ini bukan satu-satunya. Anak-anak usia sekolah juga cenderung memiliki teman khayalan.
Mengapa Anak Punya Imaginary Friend?
Parents mungkin pernah bertanya-tanya mengapa si kecil punya imaginary friend. Apakah karena mereka merasa kesepian, tidak punya teman, atau sulit untuk berteman. Tapi, ini tidak selalu terjadi pada si kecil, kok.
Faktanya si kecil memiliki teman-teman khayalan untuk melatih keterampilan sosial baru atau untuk memproses hal-hal yang mereka lihat dan alami.
Mengutip dari WebMD, inilah mengapa si kecil memiliki teman khayalan:
-
Mendengar dan mendukung mereka
-
Bermain dengan mereka
-
Lakukan hal-hal yang tidak bisa mereka lakukan
-
Menjadi sosok yang spesial yang hanya milik mereka
-
Menjadi sosok yang tidak menghakimi atau mencari kesalahan di dalamnya
Normalkah Bila Anak Memiliki Teman Khayalan?
Memiliki teman khayalan adalah hal yang normal dan bahkan sehat bagi tumbuh kembang si kecil. Penelitian tentang teman khayalan ini bahkan telah berlangsung selama beberapa dekade. Hasilnya, menunjukkan bahwa memiliki teman khayalan adalah hal yang normal dan alami dari masa kanak-kanak.
Teman khayalan adalah normal bagi banyak anak di banyak tahap perkembangan. Faktanya, pada usia 7 tahun, 65 persen anak-anak akan memiliki teman imajiner, menurut sebuah penelitian tahun 2004. Stephanie Carlson, seorang profesor di Institut Pengembangan Anak Universitas Minnesota dan salah satu rekan penulis studi tersebut, mengatakan bahwa waktu utama untuk memiliki teman khayalan adalah dari usia 3 hingga 11 tahun.
Studi lain bahkan menemukan ada beberapa manfaat memiliki teman khayalan untuk tumbuh kembang si kecil. Manfaatnya termasuk:
-
Memiliki kemampuan kognitif sosial yang lebih baik
-
Lebih mudah bersosialisasi
-
Meningkatkan kreativitas
-
strategi koping yang lebih baik
-
Meningkatkan pemahaman emosional
-
Meningkatkan keterampilan memecahkan masalah
-
Memberi kemampuan untuk mengeksplorasi ide dan kreativitas
-
Meningkatkan manajemen emosi
-
Membentuk perilaku dan peran baru
-
Memudahkan orangtua untuk berkomunikasi dengan si kecil
-
Meringankan si kecil melalui transisi dan rutinitas yang sulit
Bagaimana Orangtua Harus Bersikap Saat Anak Memiliki Teman Khayalan?
Bila si kecil memberitahu Anda tentang teman khayalan mereka, coba ajukan pertanyaan padanya. Parents bisa mempelajari lebih banyak tentang ‘teman’ mereka, kesukaan mereka, dan apa yang dilakukan teman khayalannya bersama mereka.
Misalnya, apakah teman khayalan mereka mengajari mereka bagaimana bermain yang baik? Sebab pertemanan ini mungkin bisa membantu si kecil bermain bersama dengan teman di dunia nyata.
Jika su kecil atau teman khayalannya menyebabkan masalah, Anda dapat menetapkan batasan. Tidak perlu menyerah pada perilaku buruk, berpura-pura atau sebaliknya. Plus, menetapkan batasan bisa menjadi pengajaran untuk si kecil.
Bagaimana Jika Teman Khayalan Itu Menakutkan?
Sebagian besar teman khayalan dianggap baik, ramah, dan patuh. Namun tidak semua digambarkan seperti itu. Beberapa dari teman khayalan malah bisa mengganggu, melanggar aturan, atau agresif.
Mungkin saja beberapa teman khayalan malah menakut-nakuti, membuat kesal, atau menimbulkan konflik dengan si kecil. Tapi banyak anak mengekspresikan kendali atau pengaruh atas perilaku teman khayalan mereka.
Meskipun tidak sepenuhnya dipahami mengapa mereka bisa akan menakutkan, tampaknya hubungan imajiner ini masih memberikan semacam manfaat bagi anak. Hubungan yang lebih sulit ini mungkin masih membantu seorang anak menavigasi hubungan sosial dan mengatasi masa-masa sulit di dunia nyata.
Apakah Menandakan Kondisi Medis Tertentu?
Kondisi medis tertentu yang berhubungan dengan imajinasi yang jelas bisa dihubungkan dengan penyakit skizofrenia. Kadang, kondisi medis inilah yang dikhawatirkan banyak orangtua. Tapi, memiliki teman khayalan tidak selalu menandakan kondisi medis tertentu.
Parents mungkin mempertanyakan apakah si kecil benar-benar mengalami halusinasi atau psikosis. Perlu diingat memiliki teman khayalan tidak sama dengan mengalami gejala-gejala skizofrenia.
Skizofrenia biasanya tidak menunjukkan gejala sampai seseorang berusia antara 16 dan 30 tahun. Kondisi ini biasanya terjadi setelah usia 5 tahun dan sebelum 13 tahun.
Beberapa gejala skizofrenia masa kanak-kanak meliputi:
Jika si kecil tiba-tiba mengalami perubahan perilaku yang mengganggu dan mengalami sesuatu yang lebih dari sekadar teman khayalan, hubungi dokter anak atau profesional kesehatan mental.
Sementara gejala skizofrenia dan teman imajiner seringkali berbeda dan terpisah, ada kondisi mental dan fisik lain yang mungkin berkaitan.
Penelitian pada tahun 2006, misalnya, menemukan bahwa anak-anak yang terus mengembangkan gangguan disosiatif memiliki kemungkinan yang jauh lebih tinggi untuk memiliki teman imajiner.
Gangguan disosiatif adalah kondisi kesehatan mental di mana seseorang mengalami keterputusan dari kenyataan.
Penelitian lain menunjukkan bahwa orang dewasa dengan sindrom Down memiliki tingkat teman imajiner yang lebih tinggi dan lebih cenderung mempertahankan teman-teman ini hingga dewasa.
Kapan Teman Khayalan Menjadi Masalah untuk Kesehatan Si Kecil?
Jika Parents melihat tanda-tanda lain si kecil melakukan perilaku yang tidak sesuai seusianya atau di luar batasan, cobalah untuk mengawasinya. Awalnya memang Anda harus mendukung si kecil saat mereka menjalin hubungan dengan teman imajinernya. Mereka akan merasa dihormati dan dicintai saat Anda mengajukan pertanyaan tentang apa yang dilakukan oleh ‘teman’ mereka dan bermain bersama dengan cerita mereka.
Lalu kapan teman imajiner atau imaginary friend bisa menjadi masalah untuk si kecil? Jika Anda memerhatikan bahwa si kecil menyalahkan ‘teman’ mereka untuk hal-hal yang mereka lakukan, seperti membuang-buang makanan atau mengganggu interaksi keluarga, Anda dapat mencoba menetapkan batasan.
Tanda-tanda peringatan bahwa teman khayalan dapat berdampak negatif pada perkembangan anak dapat terlihat seperti:
-
Kecemasan ekstrim ketika berada di sekitar anak-anak lain.
-
Berulang kali memberi tahu teman imajiner mereka tentang pengalaman traumatis secara detail.
-
Tindakan menyakitkan atau tidak dapat diterima yang terus-menerus mereka salahkan pada teman khayalan mereka atau pengaruh mereka.
-
Takut pada teman imajiner mereka
-
Perubahan yang tidak dapat dijelaskan dalam kebiasaan makan atau tidur anak Anda
-
Memiliki teman imajiner di atas usia 12
Jika si kecil menunjukkan tanda-tanda ini atau lainnya, hubungi dokter. Kebiasaan dan perilaku anak akan berubah saat mereka tumbuh dewasa, tetapi mungkin ada masalah psikologis atau penyebab mendasar lainnya yang berperan.
7 Fakta Teman Imajiner Anak yang Perlu Orangtua Ketahui
Inilah beberapa fakta tersebut. Simak ya, Parents!
Mitos 1 : Anak berbicara dengan hantu
Fakta : Dokter Ryu Hasan, Sp. Bs mengungkapkan bahwa sebenarnya anak yang memiliki teman imajiner hanya berbicara dengan halusinasinya sendiri.
Spesialis bedah syaraf ini menegaskan bahwa halusinasi teman imajiner tersebut selalu berwujud sesuatu yang telah dikenal anak. Bisa jadi, teman imajiner anak berbentuk manusia, binatang, maupun tokoh fantasi yang dikenal anak.
Wujud ‘teman’ tersebut kembali lagi kepada imajinasi atau halusinasi anak. Sehingga, kemungkinan setiap anak memiliki teman imajiner dengan wujud yang berbeda-beda.
Mitos 2 : Mengobrol dengan teman imajiner adalah tanda anak stres
Fakta : Memiliki teman imajiner justru adalah ciri anak yang kreatif dan imajinatif. Sama halnya jika anak berdialog dengan mainan-mainannya.
Mereka bisa mengembangkan apa yang mereka pikirkan dan dianggap seakan nyata. Jadi, jika Parents melihat anak sedang mengobrol dengan teman imajinernya, itu bukan berarti si kecil stres, ya.
Mitos 3 : Anak memiliki indra keenam
Fakta : Beberapa anak memang memiliki kepekaan yang berbeda dengan anak lainnya. Namun, seiring dengan perubahan hormon, teman imajiner anak biasanya akan ikut menghilang. Lama-lama, anak akan menyadari dunia sebenarnya yang dia hadapi.
Oleh karena itu, Parents tidak perlu khawatir, karena nantinya si kecil juga akan melupakan sosok teman imajinernya.
Mitos 4 : Teman imajiner anak adalah representasi roh yang menemaninya
Fakta : Seperti halnya teman di dunia nyata, halusinasi anak tentang temannya bisa berwujud manusia/hewan/tokoh fantasi yang memiliki sifat nakal maupun baik.
Jangan heran jika anak bertengkar dengan teman imajinernya atau bahkan menimpakan kesalahan yang ia buat seolah adalah kesalahan teman imajinernya. Hadapi dengan tenang tanpa perlu menyepelekan anak.
Mitos 5 : Anak berbohong soal teman imajinernya
Fakta : Halusinasi anak tentang teman imajiner tersebut sangat nyata dilihat oleh anak. Jika anak Anda punya teman imajiner, jangan dianggap terlalu serius namun juga jangan menyepelekannya.
Bersikaplah seolah hal tersebut adalah sesuatu yang biasa. Dalam laman Psikology Today disebutkan bahwa sebenarnya 70% anak menyadari bahwa temannya tidak nyata. Namun, mereka menikmati interaksinya.
Dunia anak-anak memang masih diliputi dengan imajinasi. Jadi, biarkan mereka mencoba mengasah dan bermain dengan imajinasinya, selama itu masih dalam batas yang normal.
Mitos 6 : Anak memiliki kemampuan istimewa tertentu
Fakta : Bisa jadi, anak memiliki teman imajiner setelah mengalami peristiwa traumatis tertentu. Dikutip dari laman cyh.com, beberapa anak justru terbantu dengan adanya teman imajiner ini karena anak bisa keluar dari masa-masa sulit pertumbuhan psikologisnya.
Bersama teman imajinernya, anak bisa mengobrol tentang suatu hal yang biasanya tak bisa dibicarakan dengan orang dewasa di sekitarnya. Selama berinteraksi dengan teman imajinernya, anak juga bisa membantu menghadapi ketakutan, mengeksplorasi ide, dan meningkatkan kompetensinya.
Mitos 7 : Teman imajiner anak akan menghilang ketika anak sudah berdosa
Fakta : Yang biasanya membuat teman imajiner menghilang adalah hormon maupun perkembangan psikologis anak. Namun, tidak semua teman imajiner anak menghilang.
Para penulis fiksi mengakui bahwa terkadang mereka merasa bahwa tokoh ciptaannya mengambil alih hidupnya. Teman imajiner atau imaginary friend yang menetap sampai dewasa tidak akan menjadi masalah serius asal kita menyadari bahwa sesuatu yang kita lihat adalah tidak nyata.
Jika sampai dewasa anak tidak bisa membedakan hal yang nyata dan mana yang tidak, segera periksakan anak ke psikiater untuk mendeteksi kemungkinan adanya gejala schizophrenia.
***
Artikel telah diupdate oleh: Fadhila Afifah
Baca juga:
Membangun Imajinasi Anak
id.theasianparent.com/demi-kesehatan-mental-anak-jangan-lakukan-hal-ini
Manfaat Permainan Imajinasi untuk Anak
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.