Saat ini bisa dibilang kita sudah berada pada era pascapandemi. Beberapa bidang yang sempat terdampak pandemi sudah mulai bangkit kembali, salah satunya adalah kesehatan. Saat pandemi, ternyata vaksinasi anak Indonesia dinilai mengalami penurunan atau terhambat.
Oleh karena itu, di masa pascapandemi ini Parents diharapkan dapat mengoptimalkan tumbuh kembang anak dengan lebih baik lagi. Termasuk untuk mengejar ketertinggalan atau keterlambatan vaksinasi anak di masa pandemi.
Artikel Terkait: Vaksinasi di Saat Pandemi, Ini yang Harus Parents Ketahui
Pandemi Menyebabkan Vaksinasi Anak Terhambat
Sumber: Freepik
Pandemi memang berdampak pada banyak bidang, salah satu di antaranya adalah kesehatan dan kesejahteraan anak.
Guna mencegah laju penyebaran virus, pemerintah mengimbau masyarakat untuk menjauhi kerumunan dan tidak mengunjungi tempat umum jika bukan dalam keadaan darurat atau penting. Hal ini menyebabkan akses masyarakat ke fasilitas kesehatan pun menjadi terhambat.
Apa akibatnya? Berbagai keperluan kita yang berhubungan dengan fasilitas kesehatan pun terpaksa ditunda untuk sementara, contohnya vaksinasi anak.
Berdasarkan data yang diperoleh oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), ada 1,7 juta anak Indonesia yang belum menerima imunisasi dasar lengkap. Dengan munculnya situasi pandemi, angka tersebut diperkirakan semakin naik karena terbatasnya akses masyarakat pada fasilitas kesehatan.
Dalam Konferensi Pers bertajuk ‘Optimalkan Tumbuh Kembang Anak Pasca Pandemi dengan Imunisasi bersama PrimaKu’, DR. dr. Ari Prayitno, Sp. A(K) selaku Ketua Bidang Organisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia mengungkapkan bahwa penurunan angka vaksinasi anak karena pandemi ini memicu Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit menular di Indonesia, termasuk Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I).
“Cakupan imunisasi tidak optimal, malah cenderung menurun saat pandemi. Sebelum Covid, PD3I ini bisa ditekan. Tetapi setelah pandemi ada peningkatan penyakit menular yang bisa dicegah dengan vaksinasi. Misalnya difteri, pertussis, dan lain sebagainya,” ungkapnya.
Hal tersebut sedikit banyak kemudian berpengaruh terhadap kualitas tumbuh kembang anak. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada beberapa faktor yang menjadi pengaruh.
“Dari sudut pandang IDAI, pertumbuhan dan perkembangan anak harus optimal. Saat pandemi belum tentu semuanya terpenuhi. Contoh masalah nutrisi, asuhan sosial. Pencegahan bagaiamana anak tidak jadi sakit itu penting.” dr. Ari melanjutkan.
Artikel Terkait: UNICEF: 80 Juta Anak Indonesia Berisiko Terkena Dampak Jangka Panjang dari COVID-19
Beralih ke Aplikasi Digital untuk Pencatatan Tumbuh Kembang Anak Pascapandemi
Sumber: Freepik
Prof. Dr. dr. Aman Bhakti Pulungan, Sp.A(K), FAAP, FRCPI (Hon.) selaku Executive Director International Pediatric Association mengatakan bahwa pencatatan perkembangan anak memegang peran penting dalam upaya pemerintah mencegah stunting pada anak Indonesia.
Faktanya, dari sekitar 75 juta orang anak Indonesia, 1 dari 3 anak di bawaah 5 tahun mengalami stunting.
“Sebelum pandemi banyak anak yang pertumbuhan, perkembangannya, imunisasinya, tidak terekam. Banyaknya jadwal imunisasi, pengukuran, harus diplot di dalam kurva. Di Indonesia angka stunting cukup tinggi dan data kita sering tidak lengkap. Cara paling gampang mencegah stunting adalah merekam tumbuh kembang anak dengan baik,” jelasnya.
Dengan rutin melakukan pencatatan, orang tua dan dokter dapat memonitor perkembangan anak dan bisa segera melakukan intervensi jika ada tanda-tanda tumbuh kembang yang kurang baik.
“Masalahnya itu ketidaksadaran untuk deteksi dini dan intervensi dini. Jika sudah terlambat maka lebih sulit untuk mengatasi/mengobati, dan butuh biaya yang lebih besar,” sambung dr. Ari.
Menurut IDAI, pencegahan stunting dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu monitor, temukan masalah, dan intervensi.
“Keterlambatan dan ketidaklengkapan vaksinasi juga bisa dicegah dengan monitoring,” paparnya.
Sumber: Freepik
Artikel Terkait: 8 Tips Menenangkan Anak Saat Imunisasi yang Bisa Parents Lakukan
Selama ini, masyarakat Indonesia menggunakan buku KIA atau KMS untuk mencatat pertumbuhan dan vaksinasi anak.
Sayangnya, menurut riset ada 33,3% ibu di Indonesia yang tak memiliki buku KIA. Selain itu, kesulitan mengumpulkan data atau berkas imunisasi ini cukup tinggi jika menggunakan cara manual tersebut.
Gaya hidup masyarakat pun berubah sejak pandemi. Untuk mengakses fasilitas kesehatan, metode telemedicine atau konsultasi jarak jauh menggunakan aplikasi digital pun semakin diminati.
Penggunaan aplikasi digital seperti PrimaKu yang bekerja sama langsung dengan Ikatan Dokter Indonesia pun hadir sebagai solusi digital untuk memantau pertumbuhan, perkembangan, dan imunisasi anak.
Dalam aplikasi tersebut Parents dapat mencatat pengukuran tinggi dan berat badan yang dilakukan setiap bulan. Jika tinggi atau berat anak di bawah standar, maka Parents akan mendapatkan notifikasi peringatan untuk segera berkonsultasi pada dokter spesialis anak.
Selain itu, PrimaKu juga bisa mencatat vaksinasi yang telah dilakukan oleh anak sekaligus menyimpan batch number dari vaksin tersebut dengan mudah menggunakan kamera handphone. Tersedia pula pengingat bagi orangtua untuk melakukan vaksinasi anak.
“Selama ini yang menjadi masalah adalah pencatatan tidak dilakukan dengan baik. Orang tua juga hanya mengandalkan buku KIA/KMS yang memiliki cukup banyak kekurangan. Oleh karena itu, digital membantu sekali. PrimaKu mudah diakses dan dibawa kemana-mana,” ungkap dr. Ari.
Vaksinasi yang terhambat di masa pandemi diharapkan dapat dikejar sekarang setelah memasuki masa pascapandemi. Hal tersebut akan sangat berpengaruh pada tumbuh kembang dan kesehatan anak secara keseluruhan. Apakah Parents setuju?
Baca Juga:
Jadwal Terbaru dan Rekomendasi Imunisasi Anak dari IDAI Tahun 2020, Jangan Terlewat!
11 Anjuran IDAI untuk Cegah Anak Terpapar COVID-19
Rasakan KIPI setelah Vaksin Covid-19 pada Anak, Bagaimana Cara Mengatasinya?
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.