Per tanggal 1 September 2022, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) mewajibkan seluruh bayi baru lahir mendapatkan Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK).
Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mendeteksi adanya potensi kekurangan maupun kelainan hormon tiroid yang dapat memicu gangguan metabolik pada bayi.
Simak berita selengkapnya di artikel berikut.
Artikel terkait: Mengulik Dampak Bayi Lahir Prematur, Bisa Berlanjut hingga Dewasa
Peluncuran Ulang Program Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK)
Dua tahun yang lalu Kementerian Kesehatan RI melakukan peluncuran ulang Program SHK bagi bayi baru lahir.
Tujuan kebijakan ini adalah untuk mendeteksi adanya kelainan kelenjar tiroid sedini mungkin.
“Mulai hari ini, semua bayi yang lahir di Indonesia harus diperiksa SHK untuk menjaring apabila ada risiko kelainan dalam tumbuh kembang anak,” jelas Wakil Menteri Kesehatan RI, Dante Saksono Harbuwono.
Program ini merupakan bagian dari implementasi transformasi layanan primer yang berupaya melakukan tindak pencegahan hipotiroid kongenital.
Mengingat sebagaian besar kasus ini tidak menunjukkan gejala apapun.
Mengenal Kelainan Kelenjar Tiroid pada Bayi
Kelenjar tiroid atau kelenjar gondok adalah penghasil hormon tiroksin yang berperan penting dalam proses tumbuh kembang anak.
Hormon ini berfungsi untuk mengatur metabolisme tubuh, kerja jantung, perkembangan otak, dan produksi panas tubuh.
Melansir dari laman IDAI, hipotiroid adalah kondisi penurunan kinerja kelenjar tiroid atau bahkan tidak berfungsi.
Jika terjadi sejak awal kelahiran, kondisi ini disebut dengan hipotiroid kongenital.
Penyebabnya antara lain karena kelainan pembentukan kelenjar, gangguan pada pembentukan hormon, atau bisa juga karena kekurangan iodium selama masa kehamilan.
Kelainan tiroid pada bayi berisiko menimbulkan gangguan kesehatan serius, mengganggu pertumbuhan, serta berpotensi membuat anak cacat dan mengalami keterbelakangan mental di kemudian hari.
Gejalanya Sering Tak Disadari
Dalam keterangannya, Dante menjelaskan bahwa hipotiroid kongenital sering kali tidak menunjukkan gejala yang jelas sehingga sehingga orang tua maupun tenaga medis yang membantu proses kelahiran tidak menyadarinya.
“(Gejala hipotiroid kongenital) tidak disadari oleh orang tua. Gejala khas baru muncul seiring bertambahnya usia anak,” katanya.
Dari laman IDAI juga dijelaskan jika bayi dengan hipotiroid kongenital ringan mungkin tidak menunjukkan gejala yang jelas. Gejalanya baru terlihat saat kondisinya sudah cukup berat.
Oleh sebab itu, Wamenkes RI berharap jika kondisi ini dapat dideteksi sedini mungkin agar penderitanya bisa mendapatkan penanganan dan pengobatan yang tepat dengan segera.
“Pemberian terapi sebelum anak berusia 1 bulan dapat mencegah terjadinya kerusakan pada saraf otak sehingga anak dapat tumbuh dengan baik,” ujar Dante.
Artikel Terkait: Waspada Hipotiroid pada Bayi, Ini Tanda dan Gejalanya!
Tanda-tanda Hipotiroid pada Bayi
Dalam sebagian besar kasus, bayi tampak normal di minggu-minggu awal kelahirannya karena selama di dalam kandungan bayi mendapatkan hormon tiroid dari ibunya melalui plasenta.
Itu sebabnya, kondisi ini sering luput dari pengamatan petugas medis dan bayi yang lahir dianggap tanpa kelainan.
Namun, tanda-tanda hipotiroid kongenital mulai nampak jelas beberapa bulan kemudian.
Tanda-tanda awalnya adalah:
- bayi yang tampak kurang aktif,
- malas menyusu,
- kuning dalam waktu yang lama,
- tangan dan kaki kurang bergerak,
- lidah makin besar sehingga sering tersedak,
- perut buncit dengan pusat bodong,
- kulit kering dan burik,
- bayi mudah kedinginan.
Lambat laun, tanda-tandanya pun akan terlihat semakin nyata, yaitu:
- Tubuh pendek (cebol)
- Muka hipotiroid yang khas (wajah sembab, bibir tebal, dan hidung pesek)
- Mengalami keterbelakangan mental yang ditunjukkan dengan IQ dan EQ rendah
- Kesulitan bicara dan tidak bisa diajak bicara
Pelaksanaan Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK)
Melihat seriusnya upaya pencegahan untuk kasus ini, Skrining Hipotiroid Kongenital (SKH) perlu dilakukan pada bayi baru lahir untuk mengetahui apakah bayi menderita hipotiroid kongenital atau tidak.
Skrining ini dilakukan dengan mengambil sampel darah 2-3 tetes pada tumit bayi.
Dapat dilakukan saat bayi berusia minimal 48-72 jam dan maksimal dua pekan.
Skrining ini dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak, baik Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) maupun Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) sebagai bagian dari pelayanan neonatal esensial.
Apabila hasilnya positif, bayi harus segera diobati sebelum usianya satu bulan agar terhindar dari kecacatan, gangguan tumbuh kembang, serta keterbelakangan mental dan kognitif.
“Setetes darah tumit menyelamatkan hidup anak-anak bangsa. Karena begitu tahu kadar tiroidnya rendah, langsung diobati. Pengobatannya bisa berlangsung seumur hidup supaya mereka bisa tumbuh dan berkembang secara optimal,” jelas Dante.
Artikel Terkait: 11 Skrining Bayi Baru Lahir, Ada yang Tak Boleh Terlewat Lho!
Pengobatan Hipotiroid Kongenital
Mengutip kembali dari laman IDAI, hipotiroid pada bayi bisa bersifat permanen (menetap) atau sementara (transien).
Disebut sebagai hipotiroid kongenital transien bila setelah beberapa bulan atau beberapa tahun sejak lahir, kelenjar tiroid mampu memproduksi sendiri hormon tiroidnya sehingga pengobatan dapat dihentikan.
Sementara pada kasus hipotiroid kongenital permanen, dibutuhkan pengobatan seumur hidup dan penanganan khusus bagi penderitanya.
Pada prinsipnya, perawatan untuk penderita hipotiroid kongenital adalah dengan memberikan obat sebagai pengganti hormon tiroid, yaitu berupa tablet tiroksin.
Tablet ini bisa digerus dan dicampur ASI atau air dan diberikan satu kali sehari.
Khasiat obat ini sama seperti hormon yang dihasilkan oleh kelenjar gondok.
Obat tiroksin bisa mudah didapat dan diberikan, harganya pun relatif terjangkau.
***
Itulah informasi tentang skrining hipotiroid kongenital.
Semoga bermanfaat, Parents.
Baca Juga:
Waspada Kondisi Hipotiroid pada Ibu Hamil, Bisa Jadi Penyebab Keguguran
Hipotiroidisme atau Tiroid Tidak Aktif: Gejala, Penyebab, Diagnosis, hingga Pengobatan
10 Jenis Pemeriksaan Bayi Baru Lahir yang Tidak Boleh Terlewatkan