Bukannya bahagia, Anda malah merasa khawatir dan kecewa berlebihan saat memutuskan berhenti bekerja. Pernahkah Anda merasakannya, atau justru tengah mengalaminya sekarang? Jika ya, besar kemungkinan Parents mengalami post power syndrome.
Apa Itu Post Power Syndrome?
Post power syndrome atau sindrom pasca kekuasaan merupakan sebuah kondisi kejiwaan yang umumnya dialami orang yang kehilangan kekuasaan atau jabatan yang selama ini diembannya. Rasa cemas dan putus asa muncul dalam fase ini yang dibarengi dengan menurunnya harga diri.
Sindrom ini biasanya mulai terasa setelah seseorang pensiun, telah di PHK, atau saat seseorang sedang berada di tengah ketenaran dan mendadak semua itu hilang. PPS akan membuat orang berada dalam bayang masa lalu karena belum siap menghadapi kenyataan bahwa keistimewaan yang dulu diperoleh sudah tak ada lagi.
Beberapa ciri kepribadian yang rentan terhadap sindrom ini di antaranya adalah mereka yang sangat bangga pada jabatannya, senang dihormati, senang mengatur orang lain, dan selalu menuntut agar keinginan atau perintahnya dituruti.
Sehingga ketika masa kekuasaan itu berakhir, muncul gejala post power syndrome yang merupakan tanda kurang berhasilnya seseorang dalam menyesuaikan diri dengan kondisi barunya.
Gejala Post Power Syndrome
Gejala post power syndrome terbagi menjadi tiga, yakni gejala fisik, emosi, dan perilaku. Dalam segi fisik, seseorang umumnya akan terlihat lebih kuyu dan mudah sakit-sakitan.
Orang yang mengalami PPS juga akan mengalami gejala berikut:
- Lebih mudah tersinggung
- Menjadi lebih emosional atau mudah marah
- Tidak mudah menerima omongan orang lain
- Tidak mau kalah saat berdebat
- Selalu menceritakan kondisinya saat masih berjaya
- Menghindari bertemu orang lain
- Selalu mencari celah untuk mengkritik orang lain
- Mudah depresi
Biasanya, gejala tersebut tidak disadari yang bersangkutan, sebaliknya sinyal kuat gejala tersebut dirasakan orang di sekitarnya.
Cara Mengatasinya
Awalnya, gejala yang ada pasti mengesalkan bagi orang yang ada di sekitar penderita PPS. Namun, patut dicatat bahwa penderita sindrom ini sebenarnya sangat membutuhkan perhatian dan dukungan dari keluarga dan lingkungan sekitar.
Maklum saja, sang PPS dulunya sangat disegani dan selalu dihormati. Ia juga selalu aktif beraktivitas dan melakukan banyak hal. Boom! Mendadak semua itu hilang karena sudah saatnya. Daripada mengomentari atau malah memusuhi, lakukan cara berikut, yuk, untuk mengatasinya!
- Jangan malu untuk mengungkapkan perasaan. Ceritakan segala pikiran serta keluh kesah pada orang terdekat. Dengan begitu, perasaan akan lebih lega dan membuka kemungkinan untuk beradaptasi dengan lingkungan baru.
- Alihkan dengan melakukan kegiatan atau hobi yang selama ini tidak sempat dilakukan. Buat agenda kegiatan yang harus dilakukan setiap harinya. Kesibukan akan meredakan gejala post power syndrome.
- Luangkan waktu untuk berkumpul dengan keluarga atau teman-teman. Kondisi hati yang senang dan santai dapat menyingkirkan pikiran-pikiran negatif. Tebuslah waktu yang dulu hilang karena sibuk bekerja dengan berkumpul bersama sahabat dan keluarga tercinta.
- Banyak berdoa dan mendekatkan diri dengan sang Pencipta. Dengan begitu Anda akan merasa lebih tenang dan cepat move on dari kejayaan di masa lalu.
- Berpikir rasional. Tanamkan pada diri Anda bahwa tidak ada satu hal pun di dunia ini yang permanen, tak terkecuali kekuasaan. Akan ada saatnya jabatan yang kini Anda pegang akan berpindah ke tangan orang lain dan itu adalah hal yang harus diterima.
Lantas, bagaimana kalau yang mengalami post power syndrome adalah keluarga sendiri?
Hal pertama yang perlu diketahui adalah penderita PPS tidak akan menyadari sindrom yang ia alami. Anda sebagai orang terdekatlah yang harus belajar menerima kondisi orang terdekat Anda.
Jangan menanggapi kemarahan yang suatu saat meluncur dari lisannya dengan kemarahan juga. Selain itu, biarkan keluarga Anda tersebut tetap aktif seperti biasanya.
“Menjadikan lansia kita tetap sehat dan bahagia itu sebetulnya sederhana. Biarkan mereka tetap bekerja sesuai dengan kemampuannya. Jangan dilarang-larang hanya karena mereka sudah tua.
Jadi, masalah-masalah mental lansia itu dapat dikurangi atau disembuhkan dengan tetap membuat mereka aktif dan tetap bersosialisasi bersama sesamanya,” ungkap Diantini Ida Viatrie, S.Psi, M.Si, dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang, mengutip laman Kompas.
Parents, semoga informasi perihal post power syndrome ini bermanfaat untuk Anda.
Baca juga:
Apa Itu Playing Victim? Ini Definisi, Tanda, dan Cara Menghadapi
Hati-hati, Ini 9 Ciri Mental Breakdown atau Stres Berat yang Berkepanjangan
Mengenal Cynophobia, Rasa Takut Berlebihan terhadap Anjing
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.