Pajak PBB merupakan salah satu pajak yang harus dibayarkan oleh kita sebagai warga negara kepada negara. Meski begitu, jenis pajak satu ini berbeda dengan yang lainnya.
Pajak hunian terbagi dari beberapa jenis yang masing-masing memiliki besaran dan perhitungan masing-masing.
Karena itu, agar tidak salah ketika membayar pajak rumah, penting untuk mengetahui jenis-jenis pajak rumah sesuai ketentuan.
Berikut ini adalah jenis pajak rumah yang penting diketahui oleh Parents, selain pajak PBB.
Jenis Pajak Rumah, selain Pajak PBB di Indonesia
Pajak Bumi dan Bangunan (Pajak PBB)
(PBB)
Apa itu Pajak PBB?
Pajak Bumi dan Bangunan atau Pajak PBB dikenakan kepada semua wajib pajak alias pemilik properti yang dipungut di setiap tahunnya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan pungutan wajib atas tanah dan bangunan yang memberikan manfaat berupa keuntungan maupun kedudukan sosial ekonomi bagi individu maupun badan.
Dengan demikian, setiap kepemilikan gedung atau bangunan oleh perorangan yang memberikan dampak finansial dan/atau sosial wajib membayar pajak tahunan.
Karena bersifat kebendaan, besaran PBB ditentukan oleh ukuran serta kondisi fisik bangunan tersebut.
Dalam penghitungan pajak PBB, penting untuk mengetahui besaran nilai NJOP di daerah tempat Parents tinggal.
Tarif Pajak PBB
Rumus perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) telah ditetapkan pemerintah melalui peraturan perundang-undangan, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD).
Dalam Pasal 41 UU HKPD disebutkan bahwa tarif maksimal PBB-P2 adalah 0,5%. Sementara itu, untuk PBB-P2 yang dikenakan pada lahan produksi pangan dan/atau peternakan, tarif pajaknya ditetapkan lebih rendah.
Berikut ini adalah cara menghitung pajak PBB rumah:
PBB yang terutang = 0,5% x NJKP
Catatan: Untuk persentase nilai NJOP rumah dan apartemen di atas Rp1 miliar, hitungan NJKP sebesar 40%, apabila harga properti di bawah Rp1 miliar maka NJKP-nya 20%.
Cara Menghitung Pajak PBB
Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) didasarkan pada tiga komponen utama, yaitu Nilai Jual Objek Kena Pajak (NJOP), Nilai Jual Kena Pajak (NJKP), dan Nilai Jual Objek Tidak Kena Pajak (NJOPTKP).
Namun, NJOPTKP hanya berlaku bagi wajib pajak yang memiliki lebih dari satu properti. Dengan demikian, secara umum perhitungan PBB hanya dipengaruhi oleh NJOP dan NJKP.
Contoh Kasus:
Anda membeli rumah di Cluster Yasmin yang memiliki luas bangunan 30 m2 dengan nilai Rp3.000.000 per meter dan luas tanahnya 60 m2 yang nilainya Rp11.500.0000 per meter. Parents harus menghitung NJOP, NJOPTKP, NJKP, dan Pajak PBB untuk menentukan besaran pajaknya.
NJOP Bumi = (luas bangunan x nilai banguan) + (luas tanah x nilai tanah)
= (30 m2 x Rp3.000.000) + (60 m2 x Rp11.500.000)
NJOP = Rp90.000.000 + Rp690.000.000 = Rp780.000.000
NJKP = 20% x Rp780.000.000 = Rp156.000.000
PBB terhutang = 0,5% x Rp156.000.000 = Rp780.000
Dengan perhitungan tersebut, pajak PBB untuk rumah dijual di Bogor yang sudah Anda miliki adalah Rp780.000
Sementara itu, jika Parents ingin menghitung denda PBB, maka kalikan besaran tagihan dan durasi waktu yang dilewatkan.
Pajak Rumah Pajak Penghasilan (PPh)
(PPh)
Pajak Rumah Pajak Penghasilan atau PPh dikenakan kepada penjual rumah secara perorangan dengan ketentuan penghasilan yang diterima dari pengalihan hak properti jumlahnya lebih dari Rp60 juta.
Khusus pihak developer, BPHTB dibayarkan melalui PPh tahunan dan besarnya nilai pajak mencapai 5 persen dari nilai transaksi.
Buat Parents yang belum tahu, PPh diatur melalui PP No. 48 Tahun 1994. Masuk dalam komponen pajak jual beli rumah yang harus dibayarkan oleh penjual, namun Anda wajib tahu cara menghitung PPh rumah jika suatu saat Anda ingin menjualnya.
Ketentuan terbaru diatur oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 tahun 2016, mengenai persentase yang harus dikeluarkan oleh penjual adalah 2,5% dari harga jual rumah.
Berikut ini contohnya:
Sebuah perumahan di Bukit Cimanggu City dijual Rp811.000.000, maka PPh yang yang harus dibayarkan:
= 2,5% x Rp811.000.000
= Rp20.275.000.
Pajak Rumah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB)
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB)
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan alias BPHTB diatur di dalam UU No. 21 Tahun 1997 dan terhitung efektif mulai tanggal 1 Januari 1998 ini dikenakan kepada pembeli rumah.
Undang-undang itu menyebutkan, yang menjadi objek pajak BPHTB adalah individu atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan terdiri dari berbagai aktivitas berikut:
– Jual-Beli
– Tukar-menukar
– Hibah
– Hibah Wasiat
– Hadiah
– Penunjukan pembeli dalam lelang
– Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan
– Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya
– Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap
– Pemberian hak baru karena kelanjutan pelepasan pajak dan di luar pelepasan hak.
Sedangkan untuk aktivitas transaksi properti, individu, atau badan yang tidak dikenakan pajak BPHTB merupakan:
– Negara
– Wakaf
– Warisan
– Digunakan untuk kepentingan ibadah
– Perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas timbal balik
– Badan atau Perwakilan Organisasi Internasional yang ditetapkan oleh Menteri
– Orang pribadi atau Organisasi karena konversi hak dan perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
(PPN)
Pajak Pertambahan Nilai alias PPN dikenakan kepada pembeli rumah dan hanya satu kali saat membeli rumah baru, baik dari pihak developer maupun perorangan. Rumah yang dikenakan PPN nilainya di atas Rp36 juta.
Jika beli rumah dari developer, untuk pembayaran dan pelaporannya bisa dilakukan lewat developer saja. Namun, jika kita membeli dari perorangan, maka pembayaran dilakukan sendiri setelah transaksi selesai selambat-lambatnya tanggal 15 dan pelaporan selambat-lambatnya tanggal 20 pada bulan berikutnya.
Besaran nilai PPN mencapai 10 persen dari total nilai transaksi jual-beli rumah. Namun, di tahun ini pemerintah mengeluarkan kebijakan baru mengenai rumah bebas PPN yang akan meringankan Parents ketika membeli rumah.
Bea Balik Nama (BBN)
Bea Balik Nama (BBN)
Untuk proses balik nama sertifikat rumah, pihak pembeli harus mengurus pajak bea balik nama atau BBN. Biasanya rumah yang dibeli lewat developer, biaya balik nama rumah akan diurus oleh developer dan pembeli tinggal membayarnya.
Hanya saja, jika membeli rumah secara perorangan, biaya BBN diurus sendiri oleh pembeli atau notaris rumah. Adapun besaran pajak rumah berbeda di setiap daerah, rata-rata sekitar 2 persen dari nilai transaksi.
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
(NJOP)
Nilai Jual Objek Pajak atau NJOP merupakan harga rata-rata dari sebuah rumah, yang berada di satu kawasan. NJOP diperoleh berdasarkan transaksi jual-beli yang terjadi secara wajar.
Jika terdapat ketidakwajaran dalam sebuah transaksi, penentuan NJOP dilakukan dengan cara membandingkan harga rumah tersebut dengan bangunan berjenis sama.
Sekadar diketahui, setiap tiga tahun sekali Menteri Keuangan menetapkan NJOP suatu wilayah. Meski begitu, ada pula NJOP beberapa daerah tertentu yang ditentukan setiap tahun sesuai perkembangan daerahnya.
Karena itu, sebelum menghitung NJOP harus dicek di website Bapenda masing-masing daerah.
Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)
(NJKP)
Nilai Jual Kena Pajak atau NJKP alias nilai jual kena pajak merupakan nilai jual yang dipakai sebagai dasar perhitungan pajak atau persentase tertentu dari nilai jual yang sebenarnya. Hitungan NJKP berbeda-beda tergantung wilayah dan juga jenis properti tersebut, misalnya:
– NJKP objek pajak perkebunan, kehutanan, dan pertambangan 40 persen.
– NJKP objek pajak perdesaan dan perkotaan jika NJOP-nya lebih dari Rp1 miliar, persentasenya 40 persen.
– Dan NJKP objek pajak perdesaan dan perkotaan jika NJOP-nya kurang dari Rp1 miliar, persentasenya 20 persen.
Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)
(NJOPTKP)
Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak alias NJOPTKP merupakan batas nilai yang tidak terkena pajak pada jenis pajak ini. Besarannya tergantung dari pemerintah setempat.
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No: 201/KMK.04/2000 tanggal 6 Juni 2000, batas NJOPTKP maksimum saat ini adalah sebesar Rp12 juta per Wajib Pajak dan ditetapkan secara regional.
Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM)
(PPnBM)
Pajak Penjualan Barang Mewah atau PPnBM hanya dikenakan kepada pihak pembeli rumah, yang membeli dari developer dan memenuhi kriteria sebagai barang mewah.
Rumah yang masuk kategori ini memiliki luas bangunan lebih dari 150 meter persegi atau harga jual bangunannya bisa mencapai Rp4 juta per meter perseginya.
Besarnya biaya PPnBM sendiri kira-kira 20 persen dari harga jual rumah. Pajak ini dibayarkan pada saat transaksi jual-beli rumah dan tidak berlaku untuk transaksi antar perorangan.
***
Itulah beberapa jenis pajak rumah yang penting diketahui oleh Parents jika ingin menjual atau membeli properti.
Semoga bermanfaat!
Baca juga:
Mudah dan Praktis, Lakukan 4 Cara Mudah Ini Jika Lupa EFIN Pajak
5 Negara dengan Pajak Terendah di Dunia, Kebanyakan Timur Tengah
Berlaku Mulai Februari 2021, Ini 3 Fakta tentang Pajak Pulsa
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.