Demi bisa melindungi tubuh mereka dari dinginnya angin gunung yang menusuk, nenek moyang suku Batak kemudian membuat kain ulos. Hingga kemudian kain ulos berubah fungsi menjadi bagian penting dalam tatanan adat suku Batak. Bagaimana selembar kain tradisional ini menjadi sangat sakral dalam kehidupan suku Batak? Simak penjelasannya berikut ini!
Sejarah Kain Ulos, sebagai Penghangat Pengganti Matahari dan Api
Image: Guratgarut
Selain memeringati Hari Batik Nasional, ternyata di bulan Oktober ini masyarakat Indonesia juga memeringati Hari Ulos Nasional. Kain ulos pertama kali ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda pada 17 Oktober 2014 oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud RI).
Dan setahun kemudian, Kemendikbud RI menetapkan tanggal 17 Oktober sebagai Hari Ulos Nasional. Rencananya, setelah ini, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Sumut) akan mengusulkan ulos sebagai Warisan Budaya Tak Benda Dunia ke United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) tahun 2025 mendatang.
Artikel Terkait: Menilik 5 Fakta Songket, Kain Khas Palembang Berharga Fantastis
Sumber: Instagram @sabina.collection
Suku Batak sendiri sudah mengenal ulos sejak abad ke-14, itu bersamaan dengan masuknya alat tenun tangan dari negara India. Awalnya, nenek moyang suku Batak disebut sebagai manusia-manusia gunung –karena mayoritas tinggal di pegunungan- membuat ulos sebagai penghangat badan.
Saat itu mereka menganggap matahari dan api yang merupakan sumber kehangatan terbesar di bumi tidak cukup mengikis dinginnya udara pegunungan. Hingga akhirnya dibuatlah ulos sebagai alternatif penghangat tubuh, terutama di malam hari saat matahari tidak ada.
Artikel Terkait: Kain Ulap Doyo, Kain Tradisional Suku Dayak Benuaq yang Terbuat dari Daun
Mangulosi, Fungsi Lain Kain Ulos dalam Adat
Image: Indonesia.go.id
Seiring berjalannya waktu, fungsi kain ulos terus berkembang. Ulos menjadi kain lambang ikatan kasih sayang antara orangtua dan anak. Tiap-tiap orang juga mulai mengungkapkan rasa sayang dengan memberikan ulos kepada yang lainnya. “Ijuk pengihot ni hodong. Ulos penghit ni halong” demikian bunyi pepatah Batak yang artinya “Ijuk pengikat pelepah pada batangnya. Ulos pengikat kasih sayang di antara sesama.”
Kemudian para tetua adat juga mulai menggunakannya dalam acara-acara adat. Hingga ulos kemudian masuk ke dalam setiap tatanan adat suku Batak dan dianggap sakral.
Dalam adat Batak ada istilah yang disebut Mangulosi. Artinya adalah ‘memberi ulos’ sebagai simbol pemberian restu dan kasih sayang dari satu orang ke orang lainnya.
Artikel Terkait: Menilik 5 Fakta Songket, Kain Khas Palembang Berharga Fantastis
Aturan dalam Mangulosi
Sumber: Instagram @tobatenun
Laman Simarmata menjelaskan, bahwa ada beberapa hal yang harus dipatuhi dalam proses mangulosi. Yakni:
- Menyesuaikan dengan ‘tutur’ atau silsilah atau posisinya dalam adat. Misalnya, hanya orangtua yang boleh mengulosi anaknya bukan sebaliknya, atau hanya pihak hula-hula yang bisa mangulosi parbere bukan juga sebaliknya.
- Menyesuaikan dengan acara adatnya. Apakah untuk acara adat pernikahan, tujuh bulanan, kelahiran anak, memasuki rumah baru, meninggal atau lainnya.
Penyesuaian ini diperlukan karena setiap orang dalam adat memiliki jenjang/strata yang berbeda serta tiap jenis ulos memiliki makna yang berbeda pula.
Saat ini kain ulos sudah bisa diberikan kepada orang nonbatak. Misalnya pemberian ulos kepada presiden atau pejabat negara sebagai harapan agar mereka dapat menjalankan tugas-tugasnya sebaik mungkin.
Artikel terkait: Fakta Menarik Kain Sasirangan Khas Banjar, Asal Usul hingga Arti Warnanya
Pembuatan Benang dan Warna Kain Ulos
Image: Merdeka.com
Pembuatan ulos bisa dibilang tidak mudah. Perlu keahlian khusus untuk bisa menenun menggunakan mesin tenun manual yang terbuat dari kayu. Benangnya bersumber dari kapas yang dibebe (diremas) agar mengembang dan mudah dipintal dan menghasilkan ukuran benang yang seragam.
Kapas kemudian dipintal menggunakan sorha (alat pemintal benang) di mana prosesnya disebut mamipis. Kapas yang menghasilkan benang berwarna putih itu kemudian diberikan warna. Warna merah disebut manubar di dapat bangkudu, dan warna hitam disebut mansop hasil fermentasi berbagai jenis dedaunan.
Artikel terkait: Bangga! Dior Gunakan Kain Endek Bali untuk Koleksi Fashion Teranyar
18 Jenis Ulos yang Berbeda Fungsi dan Maknanya
Image: Media Bisnis Daily
Kain ulos terdiri dari beberapa jenis yang dibedakan dari motif dan warnanya, di mana tiap motif dan warna itu juga mengandung makna yang berbeda. Di antaranya adalah:
1. Ulos Pinunsaan
Disebut juga Ulos Naso Ra Pipot atau Ulos Jugia. Tidak sembarang orang bisa mengenakannya, biasanya hanya orangtua yang sudah mempunyai cucu dari anak laki-laki dan raja-raja adat saja. Jenis ulos ini paling mahal dari jenis ulos lainnya karena dibuat dari lima bagian yang ditenun secara terpisah dan disatukan menjadi satu ulos. Ulos ini juga bisa berfungsi sebagai Ulos Passamot dalam acara pernikahan.
2. Ulos Mangiring
Coraknya saling beriringan, melambangkan kesuburan dan kekompakan. Kain ini biasanya diberikan kepada anak yang baru lahir, khususnya anak pertama.
3. Kain Ulos Ragi Hidup
‘Ragi’ artinya corak, ‘Ragi hidup’ melambangkan kehidupan. Digunakan di waktu pesta sebagai lambang keturunan dengan umur yang panjang (saur matua).
Atau diberikan orangtua pengantin perempuan kepada ibu pengantin lelaki. Ini jenis ulos yang tertinggi di kelasnya karena tingkat kesulitan pembuatannya yang sangat tinggi. Ulos ini terdiri dari tiga bagian di mana dua sisinya ditenun sekaligus dan satu bagian di tengahnya ditenun sendiri dengan metode yang sangat rumit.
Sumber: Instagram @chatha_ulos
4. Ulos Ragihotang
‘Hotang’ artinya ‘rotan’. Sama seperti ragidup, pembuatan ulos ragihotang juga sangat rumit. Ulos ini diberikan kepada pengantin baru di acara pernikahan, dipakai di upacara kematian untuk menutupi tubuh yang meninggal, atau membungkus tulang-belulang dalam upacara adat mangongkal holi.
5. Ulos Sibolang
Diberikan orangtua pengantin perempuan kepada ayah pengantin laki-laki dalam upacara pernikahan adat batak.
6. Kain Ulos Bela
Di upacara pernikahan adat Batak orangtua pengantin perempuan memberikannya kepada menantu laki-laki. Ulos ini juga diberikan kepada perempuan (janda) yang ditinggal mati suaminya sebagai tanda penghormatan atas jasanya selama menjadi istri almarhum.
Sumber: Instagram @ahfapicture
7. Ulos Maratur
Berhiaskan motif garis-garis dengan gambar burung atau bintang yang tersusun teratur. Ini ulos yang diberikan usai kelahiran anak pertama sebagai harapan agar menyusul kelahiran anak-anak berikutnya.
8. Ulos Suri-suri Ganjang
Dipakai di pesta pernikahan dan diaplikasikan layaknya selendang (hande-hande) saat menari. Ulos ini disebut juga Ulos Gabe-gabe atau berkat dan biasanya dikenakan orangtua dari pihak istri untuk manggabei (memberkati) kepada borunya atau anak perempuannya.
9. Kain Ulos Ragi Huting
Ini ulos yang biasa dikenakan para gadis sebagai pakaian sehari-hari. Kain ini dililitkan di bagian dada (disebut hoba-hoba). Saat ini pemakaian ulos Ragi Huting sudah sangat jarang.
Sumber: Instagram @tobatenun
10. Ulos Passamot
Diberikan orangtua pengantin perempuan kepada orangtua pengantin laki-laki.
11. Ulos Simarijam Sisi
Digunakan oleh orang yang berada di bagian depan saat acara pesta.
12. Kain Ulos Sadum
Warna ulosnya cerah dan dipakai untuk suasana sukacita oleh panjangki/parompa (gendongan) bagi keturunan Daulat Baginda atau Mangaraja.
13. Ulos Lobu-lobu
Jenis ulos ini digunakan oleh orang yang sering mendapat kemalangan.
14. Ulos Runjat
Yaitu ulos yang dikenakan orang kaya atau terpandang sebagai Ulos Edang-edang (dipakai untuk kondangan), atau diberikan ke pengantin oleh keluarga dekat atau diberikan pada waktu mangupa-upa (menasihati).
Sumber: Instagram @septianariefk
15. Kain Ulos Sitoli Tuho
Ulos yang digunakan sebagai pengikat kepala atau tali-tali oleh gadis Batak.
16. Ulos Tumtuman
Dikenakan sebagai ikat kepala untuk menunjukkan bahwa yang bersangkutan adalah anak pertama.
17. Ulos Tutur-tutur
Pengikat kepala yang diberikan orangtua kepada anak-anaknya atau keturunannya.
18. Kain Ulos Antak-antak
Adalah selendang pada orangtua untuk melayat orang yang meninggal dunia. Selendag ini juga bisa dipakai sebagai kain yang dililitkan pada waktu menari.
***
Tiap ulos yang dikenakan atau diberikan, bisa menjelaskan posisi si pemakai, si pemberi dan si penerima ulos dalam acara adat. Jika Anda ingin belajar lebih lagi mengenai kain ulos, Anda bisa mengunjungi desa pembuat ulos tradisional di Desa Meat, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara.
Baca juga artikel menarik lainnya:
4 Fakta Menarik Serta Jenis-Jenis Kain Tenun Suku Dayak yang Indah
Filosofi Pembuatan Kain Tenun Lombok, Syarat Perempuan Sasak Boleh Menikah
Kain Ulap Doyo, Kain Tradisional Suku Dayak Benuaq yang Terbuat dari Daun
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.