Efek samping vaksinasi COVID-19 dapat berbeda pada masing-masing orang. Mayoritas orang merasakan efek yang ringan hingga sedang, bahkan ada pula yang tidak merasakan gejala sama sekali. Namun tahukah Parents, laporan menyebutkan bahwa efek samping vaksin COVID-19 pada wanita lebih sering terjadi.
Sebuah laporan yang dirilis oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menemukan bahwa dari 13,8 juta dosis vaksin COVID-19 pertama yang diberikan kepada orang Amerika, tingkat efek samping lebih tinggi dirasakan wanita.
Meski demikian, sebagian besar efek samping yang dilaporkan tidak serius. Gejala tersebut antara lain rasa sakit dan bengkak di tempat suntikan, sakit kepala, kelelahan, pusing, kedinginan, dan demam. Efek ini mungkin terasa tidak menyenangkan, tetapi itu pertanda tubuh sedang membangun perlindungan terhadap virus.
6 Penyebab Efek Samping Vaksin COVID-19 pada Wanita Lebih Sering Terjadi
Menanggapi hasil laporan CDC di atas terkait efek samping vaksin COVID-19 pada wanita, para ahli mengemukakan sejumlah kemungkinan. Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Melansir laman thehealthy.com, beberapa hal berikut diduga menjadi penyebabnya.
1. Wanita Lebih Sering Melaporkan Efek Samping Dibanding Laki-Laki
Faktanya, semua data dalam penelitian tersebut didasarkan pada data yang dilaporkan sendiri oleh tiap individu. Para ahli menduga wanita lebih berinisiatif untuk melaporkan efek samping yang mereka rasakan dibanding pria, bahkan jika mereka mengalami gejala yang sama.
Artikel terkait: 5 Jenis Vaksin COVID-19 untuk Ibu Hamil, Ini Aturan Pemberiannya
2. Efek Samping Vaksin COVID-19 pada Wanita Lebih Terasa karena Hormon yang Memengaruhi Kekebalan Tubuh
Hormon estrogen wanita umumnya meningkatkan dan memengaruhi reaksi sistem kekebalan tubuh. Sebaliknya, hormon testosteron pria cenderung bertindak sebagai penekan kekebalan. Namun mengapa justru kaum hawa lebih sering merasakan efek samping vaksin?
Jonathan Parsons, MD, seorang dokter yang mengawasi vaksinasi massal di The Ohio State University Wexner Medical Center di Columbus, mengatakan bahwa sebagian besar penerima vaksin yang menjadi subjek penelitian adalah orang tua.
Mayoritas wanita yang telah divaksinasi selama bulan pertama perilisan vaksin berusia lebih dari 60 tahun, yang berarti kemungkinan mereka adalah kelompok pascamenopause. Faktor ini patut dipertimbangkan karena faktanya ovarium berhenti memproduksi hormon estrogen setelah menopause.
“Sekarang orang yang lebih muda divaksinasi, akan menarik untuk melihat lebih jauh apakah perbedaan gender benar-benar memengaruhi efek samping vaksinasi,” kata Dr. Parsons.
3. Wanita Mungkin Memiliki Kekebalan yang Lebih Sehat
Ada kemungkinan juga sistem kekebalan wanita lebih sehat. Sehingga lebih banyak efek samping vaksin COVID-19 yang dirasakan.
“Kami telah mengamati bahwa efek samping lebih sering terjadi pada orang yang lebih muda setelah suntikan kedua,” kata Daniel Kuritzkes, MD, kepala penyakit menular di Brigham and Women’s Hospital.
“Dan sering terjadi pada orang muda yang memiliki sistem kekebalan yang lebih sehat,” lanjutnya.
Namun demikian, Dr. Koickel memperingatkan bahwa kita tidak dapat menarik korelasi langsung antara efek samping dan sistem kekebalan yang bekerja. Oleh karena itu, para ahli masih perlu melakukan penelitian untuk memastikan faktor penyebabnya.
4. Wanita dan Pria secara Genetik Berbeda
Sama seperti perbedaan hormon yang dapat menjelaskan perbedaan dalam reaksi vaksin COVID-19, demikian juga perbedaan genetik.
“Gen kekebalan ditemukan lebih banyak pada kromosom X atau perempuan,” kata Dr. Koickel.
Sementara Dr Kuritzkes mengakui bahwa beberapa kecenderungan genetik mungkin ada, tetapi sejauh ini dugaan tersebut belum dapat dipastikan.
Artikel terkait: Seberapa Aman dan Efektif Vaksin Sinovac untuk Ibu Menyusui?
5. Dosis Vaksin yang Terlalu Kuat
Beberapa ahli percaya kemungkinan dosis vaksin, yang sama untuk pria dan wanita, terlalu kuat untuk wanita. Inilah yang diduga menjadi alasan mengapa wanita lebih sering merasakan efek samping setelah vaksinasi.
Dr Kuritzkes pun mengatakan studi awal untuk semua vaksin menunjukkan bahwa dosis yang lebih tinggi memang menyebabkan lebih banyak gejala.
Namun sejauh ini tidak ada uji coba vaksin terpisah yang dilakukan pada pria dan wanita. Sehingga dosis yang diberikan tetap sama.
Artikel terkait: Tak Perlu Panik, Ini Penyebab Demam Setelah Vaksinasi COVID-19 dan Cara Mengatasinya
6. Bias Laporan, Diduga Jadi Alasan Mengapa Efek Samping Vaksin COVID-19 pada Wanita Lebih Sering Terjadi
Alasan terakhir mengapa wanita dikatakan lebih sering mengalami gejala efek samping adalah karena bias laporan itu sendiri. Peluang bias laporan tersebut dapat mendistorsi analisis dan kesimpulan yang sesungguhnya.
Salah satu contoh, misalnya, efek samping vaksin Moderna tidak dibandingkan dengan efek samping Pfizer. Sehingga tidak dapat diketahui apakah reaksi efek samping justru lebih banyak terjadi karena perbedaan jenis vaksin.
Apabila ternyata satu jenis vaksin menyebabkan lebih banyak efek samping daripada jenis yang lain, dan jika lebih banyak wanita yang mendapatkan vaksin tersebut, mungkin itulah sebabnya lebih banyak wanita yang merasakan gejala efek samping.
****
Parents, efek samping vaksin COVID-19 pada wanita memang lebih sering dilaporkan. Namun bukan berarti hal itu jadi alasan untuk enggan menerima vaksin, ya. Pasalnya, gejala efek samping tersebut umumnya bersifat ringan dan lagi pula lebih banyak manfaat yang dirasakan bagi mereka yang menerima vaksinasi daripada yang tidak.
Baca juga:
Vaksin Sinovac Ilegal karena Tak Bersertifikat WHO? Ini Faktanya!
Daftar 8 Klinik di Jakarta yang Menyediakan Layanan Vaksin ke Rumah
Catat! Ini 3 Cara Melihat Sertifikat Vaksin COVID-19
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.