Memasuki tahun 2021, pemerintah Indonesia mulai melakukan program vaksinasi COVID-19. Vaksin yang paling banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia saat ini adalah vaksin Sinovac. Belakangan, muncul kabar bahwa vaksin Sinovac ilegal karena tidak mendapat sertifikat dari World Health Organization (WHO) atau Badan Kesehatan Dunia.
Benarkah demikian? Cek fakta dan kebenarannya berikut ini!
Beredar Kabar Vaksin Sinovac Ilegal, Begini Faktanya
Sumber: iStockphoto
Kabar tak mengenakkan terkait legalitas vaksin Sinovac buatan China sempat beredar di media sosial. Dalam sebuah unggahan yang ditulis oleh pengguna Facebook bernama Navya Qaila Putri, vaksin Sinovac disebut ilegal karena tidak memiliki sertifikat dari WHO.
“Entah memang dungu atau memang g*bl** Kementerian Kesehatan akhirnya menelan kerugian yang lumayan besar setelah menggelontorkan dana sebesar 20,9 triliun untuk membayar vaksin Sinovac buatan China. Ternyata vaksin Sinovac tersebut ilegal karena tidak bersertifikat WHO,” tulis pengguna Facebook Navya Qaila Putri.
Lalu, benarkah demikian? Apakah vaksin Sinovac tidak memiliki sertifikat dari Badan Kesehatan Dunia?
Berdasarkan penelusuran dari berbagai sumber terpercaya, apa yang ditulis oleh pengguna Facebook tersebut nyatanya tidak benar. Narasi tersebut seolah menuding bahwa Kementerian Kesehatan (Kemenkes) merugi karena telah menggelontorkan dana triliyunan rupiah untuk membiayai pembelian vaksin Sinovac.
Kemenkes juga dituding merugi karena vaksin Sinovac tidak memiliki sertifikat WHO sehingga statusnya ilegal. Namun, narasi tersebut terbukti menyesatkan. Simak penjelasan dan klarifikasi dari Kemenkes di bawah ini.
Vaksin Sinovac Dituding Ilegal karena Tidak Bersertifikat WHO, Ini Klarifikasi Kemenkes
Juru Bicara Vaksin COVID-19 dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmidzi.
Selain menulis narasi yang menyesatkan, unggahan tersebut juga disertai tangkapan layar berita berjudul “Menkes Ajukan Anggaran Rp 20,9 T untuk Bayar Vaksin Sinovac” yang dimuat di CNN Indonesia.
Berita tersebut dimuat pada tanggal 14 Januari 2021. Di dalamnya memang tertulis bahwa Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sedang mengajukan dana kepada Kementerian Keuangan sebanyak Rp 20,9 triliyun. Dana tersebut rencananya akan digunakan untuk biaya pengadaan vaksin COVID-19 dari perusahaan farmasi Sinovac asal China.
Mengutip berita di Kompas yang terbit tanggal 9 Desember 2020, hingga saat ini pemerintah sudah membelanjakan uang sebanyak Rp 637,3 miliar untuk membeli 3 juta dosis vaksin Sinovac. Vaksin ini telah diberikan kepada 3 juta tenaga kesehatan yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia.
Lalu, untuk klaim vaksin Sinovac tidak bersertifikat WHO, Jubir Vaksinasi COVID-19 dari Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi telah memberikan klarifikasi. Ia mengatakan, WHO memang tidak pernah menerbitkan sertifikat vaksin. Mereka hanya menerbitkan Emergency Use Listing (EUL).
“Ini bukan sertifikat WHO. WHO tidak ada sertifikat tapi yang disebut EUL, ini adalah proses izin di dalam WHO kalau sebuah vaksin akan digunakan WHO,” katanya seperti dikutip dari Kompas.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa EUL sama seperti Emergency Use Authorization (EUA). Hingga saat ini, baru ada 2 produk vaksin yang telah mendapatkan EUL, yakni Pfizer-BioNtech dan AstraZeneca-Oxford. Nadia juga mengatakan, banyak negara menggunakan vaksin yang belum ada EUL-nya.
“Banyak negara juga menggunakan vaksin yang belum mendapatkan EUL karena proses di WHO sendiri yang sampai saat ini baru 2 vaksin yang sudah keluar EUL,” terangnya.
Kesimpulan: Vaksin Sinovac Ilegal adalah Hoaks
Sumber: iStockphoto
Berdasarkan keterangan di atas, maka dapat dipastikan bahwa tudingan mengenai vaksin Sinovac ilegal adalah hoaks. Informasi ini menyesatkan karena bisa mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat untuk divaksin menggunakan vaksin Sinovac.
Seperti yang sudah dijelaskan, benar bahwa pemerintah kini sedang mengajukan anggaran dana sebesar Rp 20,9 triliyun untuk pembelian vaksin Sinovac. Namun, hingga kini, uang belanja yang telah dikeluarkan oleh pemerintah untuk pembelian vaksin Sinovac adalah sebesar Rp 637,3 milyar.
Sementara itu, terkait klaim bahwa vaksin Sinovac ilegal karena tidak bersertifikat WHO, hal itu sama sekali tidak benar. Pasalnya, WHO memang tidak mengeluarkan izin sertifikat vaksin melainkan EUL yang setara dengan EUA. Hingga saat ini pun, baru ada 2 produk vaksin yang memiliki izin EUL, yakni vaksin dari Pfizer-BioNtech dan AstraZeneca-Oxford.
Parents, demikian informasi cek fakta terkait tudingan vaksin Sinovac ilegal. Semoga bisa menjadi pelajaran agar kita lebih berhati-hati dalam membaca informasi yang beredar di media sosial ya.
Baca juga:
25 Kriteria Penerima Vaksin COVID-19, Kondisi Anda Layak Mendapatkannya?
7 Fakta Vaksin AstraZeneca, Fatwa MUI Menyatakan Boleh Digunakan!
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.