Parents, ada anggapan bahwa defisiensi vitamin D pada anak dapat meningkatkan risiko terkena penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Dengue Shock Syndrome (DSS).
Padahal kondisi defisiensi vitamin D memang cukup banyak dialami bayi dan balita.
Pada umumnya, DBD terjadi akibat gigitan nyamuk Aedes Aegypti yang membawa virus. Ketika nyamuk yang terinfeksi menggigit orang lain, virus mulai memasuki aliran darah dan menyebabkan infeksi.
Kondisi ini semakin parah bila kekebalan tubuh atau imunitas tubuhnya rendah.
Sedangkan, Dengue Shock Syndrome atau DSS adalah komplikasi dari demam berdarah dengue. Menurut dr. Caessar Pronocitro, Sp.A, M.Sc, Dokter Spesialis Anak dari RS Pondok Indah, Bintaro Jaya, komplikasi DSS ini bisa berakibat fatal bila tidak ditangani dengan tepat.
“Komplikasi dari demam berdarah dengue ini dapat berakibat fatal. Tanda dan gejalanya meliputi denyut nadi yang melemah, kulit teraba dingin, napas yang tidak beraturan, penurunan tekanan darah, dan produksi urin yang menurun,” kata dr. Caessar kepada theAsianparent Indonesia.
Lantas, bagaimana kaitannya defisiensi vitamin D pada anak dengan risiko DBD dan DSS?
Simak artikel berikut sampai habis.
Artikel Terkait: 10 Rekomendasi Vitamin D untuk Anak, Cek Pilihannya!
Defisiensi Vitamin D pada Anak Tingkatkan Risiko DBD dan DSS?
Seperti kita tahu, vitamin D memiliki peran yang sangat penting untuk meningkatkan fungsi imunitas tubuh.
Ketika kadar vitamin D kurang dan imunitas terganggu, infeksi virus ataupun bakteri akan lebih mudah menyerang tubuh si Kecil.
“Secara umum, vitamin D memiliki peran dalam respons daya tahan tubuh, sehingga apabila kadarnya kurang, maka dapat mengganggu fungsi imunitas dalam mencegah dan melawan infeksi, terutama virus. Demam dengue atau demam berdarah adalah salah satu dari penyakit virus juga, sehingga diperlukan daya tahan tubuh yang baik untuk mencegah dan mengatasinya,” ungkap dr. Caessar.
Menurut penelitian yang diterbitkan di National Center for Biotechnology Information menunjukan bahwa kemungkinan anak yang mengalami defisiensi vitamin D mengalami DBD dan DSS lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang sehat.
Artinya, anak yang kekurangan vitamin D lebih berisiko terkena DBD atau DSS pada kondisi yang lebih parah.
Meski demikian, masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mengonfirmasi apakah vitamin D bermanfaat untuk mencegah DBD yang parah pada bayi dan anak-anak.
“Hingga saat ini, belum banyak studi yang meneliti kaitan antara kekurangan vitamin D dan risiko demam berdarah. Dari penelitian-penelitian yang ada, hasilnya masih belum secara konsisten menunjukkan bahwa kekurangan vitamin D dapat berakibat langsung meningkatkan risiko infeksi demam berdarah,” tutur dr. Caessar.
Artikel terkait: Waspadai perubahan jam aktif nyamuk DBD, kenali waktu-waktunya
Tanda Anak Mengalami Defisiensi Vitamin D
Kadar vitamin D pada anak dapat diketahui melalui pemeriksaan darah, di mana status vitamin D ditentukan dari kadar 25-hydroxyvitamin D (25OHD).
Kadar di atas 20 mg/ml menunjukkan kadar vitamin D yang cukup.
Sedangkan bila di bawah angka tersebut, anak dikatakan kekurangan vitamin D.
Karena status vitamin D hanya bisa dilihat dari pemeriksaan darah, tidak mudah mengetahui tanda anak yang mengalami kekurangan vitamin D secara fisik.
Dr. Caessar mengatakan kalau akan lebih terlihat bila kondisi kekurangan vitamin D-nya sudah berat.
“Kekurangan vitamin D yang sangat berat dapat menimbulkan penyakit yang disebut rakhitis atau riketsia, di mana tulang menjadi lebih lemah dan rapuh. Kondisi ini sebenarnya tergolong sangat jarang. Namun, bila belum mencapai tahap yang berkepanjangan atau ekstrem, gejalanya seringkali tidak tampak ataupun tidak jelas, seperti kelelahan, atau nyeri pada otot dan tulang,” ungkap dr. Caessar.
Dampak Lain Bila Anak Mengalami Kekurangan Vitamin D
Dampak lain dari kekurangan vitamin D yang ekstrem pada bayi dan balita adalah terganggunya tumbuh kembang dan kesehatannya.
Bahkan, mereka bisa mengalami beberapa penyakit yang berbahaya.
“Vitamin D memiliki peran dalam metabolisme mineral dan fungsi sel-sel imun tubuh. Maka, kekurangan vitamin D dapat memiliki dampak gangguan pertumbuhan maupun kurang optimalnya respon daya tahan tubuh dalam mencegah dan melawan infeksi,” ungkap dr. Caessar.
Beberapa dampak lain bila anak mengalami kekurangan vitamin D adalah:
- Kejang karena kadar kalsium yang rendah
- kegagalan pertumbuhan
- sifat cepat marah
- kelesuan
- kelemahan otot
- infeksi saluran pernapasan yang sering
Dr. Caessar juga menjelaskan bahwa kondisi kekurangan vitamin D yang sangat berat atau ekstrem dapat menyebabkan penyakit rakhitis atau riketsia, yang gejalanya berupa abnormalitas bentuk tulang.
Kondisi tulang ini dapat menyebabkan kelainan pertumbuhan dan kelainan bentuk sendi.
Rakhitis kemungkinan besar berdampak pada bayi dan anak kecil berusia 6–23 bulan dan remaja berusia 12–15 tahun.
Rakhitis mengacu pada mineralisasi yang rusak, atau kalsifikasi, tulang sebelum penutupan lempeng epifisis.
Lempeng epifisis, umumnya dikenal sebagai pelat pertumbuhan, adalah bagian tulang rawan yang terletak di ujung tulang panjang anak-anak dan remaja.
Cara Mengatasi Anak Kekurangan Vitamin D
Dr. Caessar mengatakan apabila kadar vitamin D anak sudah diperiksa dan dikategorikan kurang, biasanya dokter spesialis anak akan memberikan suplementasi vitamin D dengan dosis yang sesuai dan melakukan evaluasi secara berkala.
Dokter akan menyesuaikan pengobatan untuk kekurangan vitamin D tergantung pada usianya.
Rencana perawatan antara bayi, balita, anak dan remaja mungkin berbeda dari rekomendasi yang tercantum di bawah ini karena faktor-faktor seperti:
- kondisi medis yang mendasari
- usia
- keparahan defisiensi
Bila kadar vitamin D sudah normal, bayi di bawah 12 bulan direkomendasikan untuk menerima dosis pemeliharaan harian sebanyak 400 IU (10 mcg) vitamin D.
Sementara anak-anak berusia 1 tahun atau lebih menerima dosis harian 600 IU (15 mcg) vitamin D.
Direkomendasikan juga anak-anak dan remaja dengan rakhitis kekurangan vitamin D mempertahankan asupan kalsium harian setidaknya 500 mg per hari.
Artikel terkait: Dengue Shock Syndrome Bisa Mematikan Bagi Anak, Waspadai Gejalanya!
Bagaimana Tips Mencegah Anak Kekurangan Vitamin D?
Beberapa tips mencegah si Kecil kekurangan vitamin D, dijelaskan dr. Caessar ialah memberikan makanan sumber vitamin D, yakni:
- ikan berlemak seperti salmon
- tuna
- kembung
- makarel
- sarden
- minyak ikan
- hati
- kuning telur
- makanan-makanan yang telah difortifikasi atau diperkaya dengan vitamin D.
Selain itu, sinar matahari pagi yang cukup juga dapat memicu proses pembentukan vitamin D pada kulit.
“Namun perlu diingat, bahwa American Academy of Pediatrics tidak merekomendasikan bayi berusia di bawah 6 bulan terpapar langsung dengan sinar matahari karena kulitnya masih tipis dan dapat meningkatkan risiko kanker kulit di masa depan,” ucap dr. Caessar.
Karena itu, bayi dan anak yang sudah berusia di atas 6 bulan perlu mendapatkan perlindungan dari sinar UV di area wajah dan leher dengan mengenakan topi atau tabir surya yang aman untuk bayi dan anak.
Dr. Caessar juga menyarankan untuk memberikan suplementasi vitamin D, tentunya sesuai dengan rekomendasi dokter.
“Memberikan suplementasi vitamin D yang saat ini sudah mudah diperoleh dan aman diberikan, bahkan sejak usia bayi baru lahir sesuai dosis dan rekomendasi dari dokter spesialis anak,” tutup dr. Caessar.
Itulah informasi tentang faktor risiko defisiensi vitamin D terhadap DBD dan DSS. Semoga Parents bisa terus memerhatikan kecukupan nutrisi si Kecil, ya!
***
Baca juga
Motorik Kasar Adalah Hal Penting Bagi Anak, Catat Panduan Lengkapnya!
Kaki Datar pada Balita: Jenis, Penyebab, hingga Cara Pencegahan
Benarkah Duduk Posisi Huruf W Berbahaya bagi Anak? Ini Kata Ahli
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.