Papua, pulau paling timur di Indonesia ini memiliki potensi yang indah termasuk keunikan tradisinya. Papua menyimpan warisan kebudayaan yang wajib dilestarikan supaya tidak punah. Salah satu keunikan budaya Papua adalah upacara tradisional yang bernama Bakar Batu.
Melansir dari laman Jeratpapua.org, bakar batu merupakan salah satu tradisi terpenting yang melambangkan rasa syukur, menyambut kebahagiaan atas kelahiran, kematian, atau untuk mengumpulkan prajurit saat berperang.
Tradisi ini dilakukan oleh suku yang tinggal di pegunungan yang terkenal dengan cara memasak dengan membakar batu. Tradisi ini pun memiliki berbagai nama misalnya masyarakat Paniai menyebutnya Gapiia, sedangkan masyarakat Wamena menyebutnya Kit Oba Isogoa.
Tata Cara Melakukan Tradisi Bakar Batu
Tradisi bakar batu rayakan Perdamaian di lapangan Hawai, Sentani, Kabupaten Jayapura. (Foto: Ricky Febrian/kumparan)
Mengutip dari Portal.merauke.go.id, persiapan awal tradisi ini dimulai dengan setiap kelompok menyerahkan babi sebagai persembahan. Sebagian dari mereka ada yang menari sedangkan yang lain menyiapkan kayu dan batu. Proses membakar awalnya menumpuk batu sedemikian rupa kemudian dibakar sampai batu menjadi panas.
Setelah itu, babi yang sudah dipersiapkan langsung dipanah. Kepala suku biasanya yang melakukan hal ini. Dalam ritual ini, ada pandangan yang cukup unik. Ketika kepala suku telah memanah babi dan babinya langsung mati maka acara akan sukses. Jika babi tidak langsung mati maka acara tersebut diyakini tidak akan sukses.
Tahap selanjutnya yaitu memasak babi. Para lelaki mulai menggali lubang cukup dalam kemudian batu panas dimasukkan ke dalam galian yang sudah diberikan alas daun pisang dan alang-alang sebagai penghalang supaya uap panas batu tidak menguap. Di atas batu panas ada dedaunan lagi baru kemudian disimpan potongan daging babi bersama sayuran dan ubi jalar.
Setelah makanan matang, semua orang berkumpul dengan kelompoknya masing-masing dan mulai makan bersama. Tradisi ini diyakini bisa mengangkat solidaritas serta kebersamaan setiap orang.
Tradisi Bakar Batu bukan hanya untuk merayakan kebahagiaan dan kelahiran, tetapi juga mulai digunakan untuk menyambut tamu besar yang datang ke Papua seperti pejabat dan sebagainya.
Wujud Toleransi Masyarakat Papua
Tradisi bakar batu rayakan Perdamaian di lapangan Hawai, Sentani, Kabupaten Jayapura. (Foto: Ricky Febrian/kumparan)
Komunitas Muslim Papua misalnya di daerah Walesi Jayawijaya dan komunitas Muslim Papua daerah lain dalam menyambut Ramadan mereka juga bakar batu. Namun, media yang dibakar diganti dengan ayam. Ini bisa menjadi bukti lain dari tingginya toleransi masyarakat Papua.
Tradisi bakar batu memiliki nama berbeda pada setiap daerah yang melangsungkannya. Prosesnya kurang lebih seperti ini. Batu-batu berukuran besar dibakar dalam perapian dengan menggunakan kayu-kayu. Kayu akan habis terbakar hingga panas. Kemudian, batu akan dipindahkan ke dalam lubang yang sudah dibuat.
Foto: ublik.id
Batu akan diletakkan di dasar lubang kemudian ditumpuk daging yang akan dimasak di atasnya. Tidak harus babi, daging ayam, sapi, atau ubi pun juga boleh dimasak. Lubang kemudian ditutup dengan dedaunan pisang. Tunggu sampai daging benar-benar matang dan bisa dinikmati bersama.
Selain sebagai bentuk rasa syukur, tradisi bakar batu juga diyakini bisa memperkuat kebersamaan. Warga yang terlibat akan merasa lebih dekat dengan proses memasak bersama. Ritual tersebut saat ini tidak hanya dilakukan untuk mengumpulkan warga kampung, tetapi juga dilakukan untuk menyambut tamu dari luar.
Upacara bakar batu menjadi simbol kesederhanaan masyarakat Papua. Muaranya adalah persamaan hak, keadilan, kebersamaan, kekompakan, ketulusan, dan keikhlasan yang membawa perdamaian.
Baca juga:
https://id.theasianparent.com/nama-papua
https://id.theasianparent.com/artis-keturunan-papua
https://id.theasianparent.com/banjir-papua
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.