Salah satu suku bangsa yang hidup di wilayah Papua adalah Suku Asmat, suku unik yang masih eksis hingga saat ini. Suku ini merupakan yang terbesar dan paling terkenal dari sekian jumlah suku yang mendiami tanah Papua.
Lantas, apa saja, ya, fakta menarik tentang orang-orang Asmat? Bagaimana pula peran para ibu dan perempuan di tengah kehidupan masyarakat di sana? Yuk, simak ulasan selengkapnya berikut ini.
Kehidupan Suku Asmat di Tanah Papua
Gambar: Instagram/@gabriellawallong
Cara bermukim suku ini terbilang cukup unik. Mereka biasa mendiami dataran cokelat lembek yang tertutup oleh jaring laba-laba sungai.
Sehari-hari masyarakat Asmat bekerja di lingkungan sekitarnya. Aktivitas utama mereka adalah mencari makan dengan cara berburu. Kadang-kadang masyarakat juga berkebun dengan menggunakan metode tradisional dan masih cukup sederhana.
Gambar: Instagram/@ask.sarrymartin
Suku Asmat sangat menggemari ulat sagu sebagai hidangan istimewa. Selain itu, masyarakat biasa memanggang ikan atau daging binatang hasil buruan untuk makanan sehari-hari.
Sederhananya, mata pencaharian utama masyarakat Asmat adalah berburu dan mengumpulkan makanan. Kadang-kadang, mereka membuat seni ukiran untuk kemudian dijual.
Perempuan Harus Bekerja Keras “Mencari Nafkah”
Perempuan identik dengan tiga kata, yaitu dapur, sumur, dan kasur. Begitulah definisi yang populer di mata masyarakat tradisional yang masih menganut pola patriarikial.
Gambar: Instagram/@durisaguduri
Lazimnya, kaum laki-laki mengambil peran untuk mencari nafkah, memenuhi kebutuhan keluarga, menjadi nahkoda rumah tangga, bahkan harus siap menjadi tameng pelindung. Adapun kaum perempuan berperan sebagai ibu rumah tangga, tugasnya mengurus anak hingga segala keperluan di rumah.
Nyatanya, pembagian peran seperti itu tidak berlaku dalam masyarakat Suku Asmat, di mana yang memiliki tugas besar justru perempuan. Orang-orang Asmat menempatkan perempuan sebagai tulang punggung keluarga.
Gambar: Instagram/@polozkovairina
Perempuan Asmat menjalani hari-hari dengan memikul beban berat di pundaknya. Mereka menyiapkan makanan, menjaring ikan, mencari kayu bakar, mengambil air, menebang pohon sagu, hingga ikut membantu pembangunan rumah untuk tempat tinggal keluarga. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Asmat, boleh dibilang kaum hawa memiliki peran yang lebih besar yang dibanding kaum adam.
Simbol Perempuan dalam Ukiran Suku Asmat
Gambar: Instagram/@andreaswahjoe
Sejatinya, masyarakat Asmat menempatkan perempuan pada posisi yang sangat sangat berharga. Hal itu tersirat dalam berbagai seni ukiran dan pahatan yang disimbolkan melalui bentuk flora dan fauna yang dianggap penting, seperti pohon, burung kakatua, dan nuri.
Sayangnya, di balik popularitas seni pahatan dan ukiran orang-orang Asmat, tersirat realita pahit tentang kehidupan kaum perempuan yang terasa amat berat. Mereka adalah sosok sentral yang memikul banyak tanggung jawab dalam rumah tangga.
Sementara itu, laki-laki Asmat cenderung menjalani kehidupan yang lebih hedonis. Sehari-hari mereka menikmati makanan yang disediakan sang istri, mengisap tembakau, mabuk-mabukan, hingga berjudi.
Gambar: Instagram/@fiona.callaghan
Kadang-kadang, para lelaki membuat rumah atau perahu. Namun lagi-lagi, pekerjaan tersebut akan diselesaikan dengan bantuan perempuan.
Ada pula suami yang mau menemani istrinya bekerja mencari makanan. Sayangnya, mereka hadir benar-benar sekadar untuk menemani. Para perempuan seringnya harus tetap bekerja keras seorang diri, misalnya untuk mendayung perahu dan menebang kayu.
Pendidikan untuk Anak Laki-laki dan Perempuan
Dalam masyarakat Suku Asmat, anak laki-laki dan perempuan diperlakukan secara berbeda. Prinsip utama suku ini adalah semakin dewasa seorang anak, para pengasuhnya semakin ditentukan oleh jenis kelamin serta peran yang akan dijalankan sang anak nanti.
Gambar: Instagram/@rosalina_meylani
Untuk anak laki-laki biasanya akan diasuh oleh ayah, paman, ataupun kakeknya. Memasuki umur tujuh tahun, anak laki-laki mulai diajak tinggal di rumah adat. Mereka dididik sebaik mungkin bagaimana mengatur anggota suku dan belajar adat istiadat yang berlaku.
Sedangkan anak perempuan, semakin besar semakin dekat dengan keluarga pihak perempuan. Sejak dini mereka sudah diperkenalkan dengan pekerjaan domestik, seperti menyediakan makanan, mencari ikan, mencari kayu, serta mencari keperluan yang kurang dalam rumah.
Gambar: Instagram/@frecyla_habel
Kaum perempuan tidak mendapat pendidikan seperti apa yang diperoleh oleh kaum laki-laki. Jika ayam sudah berkokok dan kondisi masih gelap, para kaum perempuan Suku Asmat justru sudah bertebaran mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.
****
Nah, itulah sekilas tentang kehidupan tradisional Suku Asmat. Bagaimana, nih, pendapat Parents sendiri tentang peran perempuan di sana?
Baca juga:
25 Pilihan nama Papua untuk bayi imut Parents, cek di sini!
Cinta yang Menyatukan! 8 Seleb Ini Menikah Beda Suku tapi Tetap Kompak dan Harmonis
5 Fakta Anak-anak Suku Baduy Terkait Pendidikan di Lingkungan Adat
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.