Pernakah Parents merasa takut berlebihan ketika harus berhadapan atau berinteraksi dengan orang lain di lingkungan sekitar? Jika pernah, kondisi tersebut bisa saja menjadi salah satu gejala dari antrofobia.
Secara umum, antrophobia atau yang disebut juga sebagai antropophobia merupakan kondisi ketakutan berlebih ketika berhadapan dengan orang lain. Kondisi ini termasuk ke dalam jenis kecemasan sosial, tetapi sebenarnya keduanya berbeda.
Jika dilihat dari tingkat keparahannya, antrophobia dapat menyebabkan reaksi fobia pada seseorang meskipun ia hanya berhadapan dengan satu orang. Berbeda dengan kecemasan sosial, di mana penderita biasanya merasa resah dan takut saat berada di kerumunan orang.
Dalam kasus ekstrim, bahkan penderita antrophobia juga bisa menarik diri dari interaksi sosial maupun interpersonal secara tatap muka. Mereka lebih memilih berkomunikasi dengan cara menulis pesan lewat email, chat, atau pun pesan teks. Interaksi secara langsung seperti saling bertemu atau bahkan berbicara melalui telepon dan video call cenderung dihindari.
Antrofobia: Penyebab, Gejala, Cara Mengatasi dan Mencegahnya
Mengutip laman Healthline, antrophobia memang bukan tergolong dari gangguan klinis yang terdaftar dalam Statistik Gangguan Mental DSM-5. Meski begitu, ini dianggap jenis fobia spesifik yang perlu ditangani.
Tidak hanya itu, fobia pada orang lain juga bisa saja merupakan bagian dari gejala atau bentuk diagnosis kondisi psikologis lain. Misalnya, bagian dari gangguan stres pasca-trauma atau PTSD, gangguan kecemasan sosial, hingga gangguan delusi.
Penyebab terjadinya fobia ini belum diketahui secara pasti. Namun, serupa dengan jenis yang lainnya, kondisi ketakutan berlebih pada penderita bisa muncul karena pengalaman traumatis.
Mengutip beberapa sumber, beberapa faktor penyebab terjadinya fobia ini bisa saja meliputi:
- Peristiwa atau pengalaman traumatis terhadap sesuatu atau seseorang
- Faktor genetik
- Pengaruh lingkungan
- Perilaku yang dibentuk atau dipelajari
- Adanya perubahan fungsi otak
Apa Saja Gejala Antrofobia?
Karena tidak termasuk dalam kondisi klinis, gejala dari fobia ini cenderung tidak spesifik atau tetap. Meski demikian, penderita antrofobia biasanya ditandai dengan kondisi atau gejala berikut ini:
- Kecemasan dan rasa takut timbul ketika dihadapkan pada situasi tertentu. Misalnya, saat bertemu seseorang, atau ketika ia menghadapi situasi khusus yang memicu rasa takutnya secara berlebih.
- Situasi atau orang tertentu selalu menyebabkan kecemasan atau ketakukan secara berulang.
- Selalu berusaha untuk tidak berinteraksi dengan orang lain secara langsung, seperti tatap muka atau bicara melalui telepon.
- Saat berinteraksi dengan orang lain, rasa takut tumbuh semakin besar dan bahkan bisa membahayakan diri sendiri.
- Kecemasan dan rasa takut berhadapan dengan orang lain berlangsung dalam jangka waktu lama, seperti enam bulan atau lebih. Tidak sekadar karena situasi tertentu atau ada pemicu lain lagi.
- Rasa takut yang tumbuh bisa menyebabkan tekanan yang signifikan sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari.
- Rasa takut timbul tanpa sebab dan tidak berdasarkan kelainan atau kondisi medis lain.
Diagnosis dan Cara Mengatasi
Pertolongan profesional dibutuhkan jika mengalami beberapa gejala di atas. Jika tidak ditangani segera, antrofobia bisa memburuk dan mengganggu kebutuhan manusia sebagai makhluk sosial, yakni saling berinteraksi. Hal ini juga akan berdampak pada kehidupan karier, pendidikan, asmara atau bahkan hubungan sosial seseorang secara keseluruhan.
Untuk mendiagnosis jenis fobia ini, dokter biasanya melakukan tes berdasarkan buku DSM-5 seperti:
- Melakukan wawancara
- Mengamati perilaku
- Pemeriksaan kesehatan lanjutan jika diperlukan
- Memverifikasi laporan dari profesional atau individu lain
Saat terdiagnosis, bentuk penanganan yang diberikan umumnya mirip dengan pengobatan gangguan kecemasan lain. Penanganannya bisa berbeda sesuai dengan tingkat keparahan fobia yang dialami.
Dalam tahap awal, berbagai metode terapi diberikan secara bertahap. Jika kondisi fobia sudah ekstrem, tentunya terapi yang diberikan akan lebih beragam dan membutuhkan waktu lama dalam proses penyembuhannya.
Melansir Healthline dan Very Well Mind, berikut merupakan jenis terapi yang biasa dilakukan untuk mengatasi antrofobia:
- Terapi pemaparan, ketika penderita dihadapkan pada objek atau situasi yang membuat mereka fobia. Dilakukan berulang-ulang hingga reaksi ketakutkan tidak lagi terjadi. Metode ini biasanya dilakukan lewat eksposur imajinal atau membayangkan, hingga eksposur in vivo atau berhadapan secara langsung dengan faktor pemicu fobia.
- Terapi perilaku untuk mengubah pola pikir penderita tentang rasa takutnya yang tidak mendasar.
- Melakukan relaksasi seperti meditasi, latihan pernapasan, hipnosis, dan olahraga.
Upaya Pencegahan
Belum ada upaya pencegahan spesifik untuk mencegah jenis fobia ini. Faktanya, antrofobia bisa terjadi pada siapa saja karena faktor penyebab yang beragam. Meski begitu, para ahli menyebutkan bahwa menerapkan pola hidup sehat bisa menjadi bentuk pencegahan yang efektif.
Beberapa upaya pencegahan antrofobia yang bisa diterapkan di antaranya adalah:
- Pastikan tubuh terhidrasi dengan baik, mengingat dehidrasi juga bisa memengaruhi suasana hati.
- Belajar mengelola stres dengan relaksasi, meditasi, atau bahkan dengan kegiatan keagamaan.
- Konsumsi makanan yang mengandung gizi seimbang. Hindari mengonsumsi minuman beralkohol dan berkafein tinggi.
- Olahraga secara teratur dan perbanyak aktivitas fisik, kurangi screen time atau pun lakukan detox media sosial
- Luangkan waktu berkualitas dengan keluarga dan teman terdekat yang membuat Anda merasa nyaman
- Pastikan istirahat dan tidur yang cukup
Itulah penjelasan mengenai antrofobia dari penyebab hingga cara mencegahnya. Jika Anda mengalami gejala dari kondisi tersebut, jangan ragu untuk segera berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater agar mendapat penanganan yang tepat, ya. Semoga bermanfaat!
***
Baca juga:
Kak Seto: "Jangan salahkan anak jika dia takut sekolah"
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.