Rasanya hampir semua orang menderita dan terenggut kebahagiaannya akibat COVID-19, tak terkecuali Yunita Kariman. Dalam sebuah kesempatan, Yunita menceritakan pengalaman ia dan keluarganya yang harus menderita lantaran tertular COVID-19 varian Delta. Pun hingga membuat sang ayah mengembuskan napas terakhirnya.
“Selamat jalan papaku, setelah 14 hari melawan COVID-19, perjuangan papa usai hari ini, papa sudah tidak lagi sakit, papa pun sudah dapat berjalan dan berlari serta bahagia di sana,” kata Yunita.
“Terima kasih buat teman-teman semua yang sudah bantu aku share story papa kemarin dapat RS dan masuk ICU,” sambung Yunita dalam caption foto di akun Instagram pribadinya @yunita.kariman.
Awal Mula Keluarga Yunita Tertular COVID-19 Varian Delta
Sumber foto: Instagram @yunita.kariman
Yunita mengungkapkan kronologi awal keluarganya terpapar COVID-19 varian Delta.
“Jadi 3 keluarga aku sebanyak 10 orang positif Covid. Di antaranya adalah lansia papaku tanpa vaksin, mamaku yang sudah divaksin Sinovac sebanyak 2x di April, usia produktif yang sudah pernah kena Covid dan kena lagi sekarang, anak di bawah 5 tahun 2 orang, anak usia 8 tahun 1 orang, dan sisanya semua usia produktif,” ungkap Yunita.
Kondisi yang dialami Yunita ini dapat dikategorikan sebagai penyebaran paparan COVID-19 klaster keluarga.
“Ini peta penyebarannya: Jadi nomor 1 justru awalnya dari istri koko aku yang ibu rumah tangga, jarang keluar, enggak kerja, paling ke indomaret aja belanja groceries. Nomor 2 adalah suaminya, nomor 3 dan 4 adalah kedua anaknya,” tulis Yunita di unggahan Instagram.
Lalu, virus tersebut menular kepada anggota keluarga lainnya. Termasuk anggota keluarga yang sudah lansia, bahkan sudah mendapatkan vaksinasi.
“Yang lansia sudah vaksin Sinovac di April, dan tetap kena Covid sekarang. Yang umur produktif sudah ada yang pernah kena Covid, sekarang kena lagi. Jadi ini kena Covid kedua kalinya,” paparnya.
Pertama Kali Terpapar COVID-19 Saat Menginap di Anyer
“Saat kita ke Anyer nginep 1 villa, nomor 1 (kakak ipar) sudah sakit 1 minggu, sudah antigen tapi negatif. Nomor 2 yaitu koko aku mulai sakit saat tiba di Anyer menyusul anak-anaknya, beberapa jam kemudian menyusul neneknya (nomor 5).
Kemudian anakku (nomor 6) sakit panas hingga 39,3 diikuti langsung di jam yang sama oleh kakeknya (nomor 7). Lalu keesokan harinya ART aku (nomor 8), dan aku (nomor 9), terakhir suamiku yang kena (nomor 10), sedangkan supir masih suspect.
Jadi yang kena lansia 2, anak di bawah 5 tahun 2, anak umur 8 tahun 1, dan sisanya umur produktif,” jelasnya.
Yunita menjelaskan, padahal sebelum pergi bersama, seluruh anggotanya telah menjalani tes antigen terlebih dahulu, dan hasilnya negatif.
“Sebelum pergi bareng kita semua seperti biasa tes antigen secara mandiri dan hasil negatif. Tetiba 19 Juni malam di Villa Anyer tragedi berjatuhan terjadi,” ujarnya.
Setelah itu, mereka semua pulang ke rumah masing-masing dan kondisi keluarga yang terpapar Virus Corona semakin memburuk.
“Tanggal 20 Juni kita semua kembali ke rumah masing-masing. Anakku masih demam tinggi, papa mama dan ART juga tambah mengeluh sakit, diare, muntah-muntah, batuk, pilek, dada sesak, kepala pusing hingga tidak bisa bangun. Tes antigen lagi, negatif semua lagi,” kata Yunita.
Terkonfirmasi Positif COVID-19 Setelah Negatif Berkali-kali
Yunita lantas mengungkapkan kronologi positif terpapar Virus Corona setelah berkali-kali melakukan tes antigen.
“Pada tanggal 22 Juni, di sinilah letak kecurigaan aku kenapa flu biasa tapi semua sakit secara bersamaan, terlalu cepat penyebarannya untuk sebuah flu biasa. Di sini aku curiga banget ini kayaknya Covid Delta yang lagi marak.
Tapi aku masih fokus ke penyembuhan anak aku yang demam tinggi. Selama 2 hari anakku sakit, setelah hari ketiga anakku sembuh total. Tidak ada batuk, tidak ada pilek, dan tidak ada demam lagi.
Di saat itu aku mulai push keluarga mamaku untuk pergi PCR, tidak bisa andalkan antigen. Namun, mamaku menolak dan berkata mama dan papa sudah sembuh flu.
Pada tanggal 23 Juni aku bangun dengan suhu badan 39 derajat. Tulang dan otot nyeri hingga terasa sulit untuk bangun. Batuk kering. Ngecek keadaan mama. Lagi-lagi aku dengan bodohnya ngecek antigen mandiri dan hasil negatif lagi.
Masa tenang hingga 25 Juni. Mamaku yang mengaku sembuh flu kemarin mengeluh tidak bisa membuka mata karena gelap, pusing tak tertahankan. Di saat ini aku langsung suruh pergi PCR mamaku. Tanpa harus nego. Dan pergilah mamaku PCR, menunggu hasil.
Tanggal 27 Juni. Suamiku iseng swab antigen mandiri dan hasil mengejutkan terjadi. Hasilnya positif. Suamiku tidak ada sakit, tidak ada gejala, dia hanya iseng dan hasilnya positif.
Lah, Covid kena lagi? Berarti benar ini varian baru, makanya kena Covid lagi, dan varian baru katanya memang sulit dideteksi antigen. Kemudian aku swab antigen dan hasil positif. Dan semua mendadak menunjukkan hasil positif disusul hasil PCR mamaku keluar yaitu positif Covid.“
Sudah Vaksinasi dan Jadi Penyintas Masih Bisa Tertular COVID-19 Varian Delta
Mendapati kenyataan seluruh keluarganya positif terjangkit Virus Corona, Yunita mencoba untuk berlapang dada, sambil mencoba menelaah apa yang sedang dialami mereka.
“Tanggal 27 Juni. Di sini aku shock. Terpukul, panik, kaget, bertanya-tanya. Bagaimana bisa mamaku yang sudah vaksin Sinovac 2 kali dan sudah selesai di April bisa terkena Covid. Bagaimana bisa aku dan suami bisa Covid lagi.
Dan bagaimana dengan papaku yang sudah 2 kali stroke tanpa vaksin bisa positif Covid dan sembuh? Tidak, tidak mungkin papaku sembuh, ini ada yang enggak beres.
Aku cari tahu tentang orang yang sudah divaksin bukan artinya kebal Covid. Tapi masih bisa terkena Covid lagi. Tapi mengurangi risiko rawat inap dan kematian dan orang yang sudah pernah Covid masih bisa kena Covid lagi karena virus coronanya sudah bermutasi lagi.
Di sini aku merasa bodoh karena berbekal antigen negatif. Berbekal sudah vaksin. Berbekal sudah pernah kena Covid. Di sini aku lengah.
Posisi tanggal 27 Juni aku sudah kehilangan total indra penciuman dan perasa, muntah-muntah setiap hari, pusing, diare. Tapi aku tidak merasakan sakit Covid karena aku harus bangkit berdiri dan tolong keluarga aku beli obat antivirus dll, telepon dokter sana sini.
Tanggal 28 Juni. Kondisi mama papa, dan ART memburuk. Flashback keluarga koko aku sudah sembuh dari tanggal 17 Juni tak mengetahui positif Covid sudah sangat terlambat.
Gejala memasuki gejala berat. Di sini aku panik mulai menghubungi RS, Satgas Covid, 112, 119, dll. Hasil negatif. Obat antivirus, antibiotik, dll. Semua langsung diberikan ke papa mama, ART, dan diriku yang sakit. Suami OTG, anakku sudah sembuh, keluarga koko aku sudah sembuh tanggal 17 Juni.
Tanggal 30 Juni. Mama dan ART setelah minum obat antivirus dll sudah membaik. Papaku tiba-tiba mulai memburuk, mulai hilang kesadaran dan enggak bisa ngomong. Yang dipikir sudah sembuh tapi justru memburuk parah. Tiba-tiba sudah kondisi kehilangan kesadaran dengan saturasi oksigen di bawah 95.“
Sang Ayah Kritis di Parkiran Rumah Sakit Sebelum Meninggal Dunia
Sumber gambar: Instagram @yunita.kariman
Yunita langsung membawa ayahnya ke Rumah Sakit Darurat Penanganan COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran lantaran kondisinya yang kian memburuk. Namun, sang ayah tidak bisa langsung mendapat perawatan, bahkan sempat menunggu di parkiran. Meski begitu, dia harus tetap sabar karena semua RS pun full kapasitasnya.
“Walau di Wisma Atlet, enggak jelas bisa masuk apa enggak, tapi RS lain pun full semua. Enggak ada harapan juga. Kita sudah sampai pakai jalur koneksi pun enggak bisa masuk karena full.
Di sini aku belum nyerah dan pulang, masih nemenin papaku di parkiran UGD Wisma Atlet berharap bisa masuk dan dirawat. Kalau aku pulang, berarti aku nyerah dan relain papaku pergi dari dunia. Asuransi pun enggak bisa dipakai juga saat ini meski punya asuransi,” ujarnya.
Penantian panjang Yunita berbuah manis. Sang ayah bisa masuk ruang perawatan setelah seorang dokter mengizinkannya. Hanya saja, dia kembali harus menerima kenyataan kondisi sang ayah kritis sambil menunggu masuk ruang perawatan ICU.
“Ternyata mukjizat datang lagi, ada ruang ICU untuk papa. Jadi setelah seharian papa kritis di parkiran IGD Wisma Atlet tanpa perawatan. Dan kita akhirnya dapat RS. Nah perjuangan belum sampai di situ, sebab ICU full. Jadi papa masih dalam kondisi kritis menunggu waiting list ICU di RS,” jelasnya.
Meski mendapat perawatan dan upaya terbaik dari tenaga medis, kondisi ayah Yunita terus menurun. Virus COVID-19 yang menyebar dengan cepat membuat sang ayah harus menyerah pada 4 Juli 2021.
Pelajaran yang Bisa Dipetik
Sumber gambar: Instagram @yunita.kariman
Lewat cerita penularan COVID-19 dalam klaster keluarga yang dijelaskan Yunita di Instagram-nya, dia berharap masyarakat menjalani protokol kesehatan lebih ketat lagi. Dia juga menegaskan, adanya varian Delta ini harus membuat kita lebih waspada dengan jarak sosial dan kurangi berada di luar rumah.
“Jangan lengah, COVID-19 varian terbaru menyerang anak bayi hingga lansia, sulit dideteksi dengan swab antigen, sudah divaksin dan pernah Covid pun bisa kena Covid kembali, STAY HOME, SAFE & HEALTHY,” tegas Yunita.
Selain itu, Yunita juga menyarankan untuk tidak hanya mengandalkan swab antigen, tetapi harus PCR test. Pasalnya, virus varian baru tidak bisa dideteksi hanya melalui swab antigen.
“Covid ini nyata, bukan hoax, stay safe and healthy,” tandasnya.
Semoga saja dari kisah keluarga Yunita yang tertular COVID-19 varian Delta ini bisa menjadi pelajaran berharga untuk kita agar semakin mengetatkan protokol kesehatan. Tak lupa, hindari mobilitas jika tidak benar-benar penting. Stay safe and healthy!
Baca juga:
Wajib Tahu! Perbandingan Varian COVID-19, Manakah yang Paling Berbahaya?
Kriteria Pasien COVID-19, RS Fokus kepada Pasien Gejala Berat
6 Fakta COVID-19 Varian Lambda, Jadi Varian Paling Dipantau WHO
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.